Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.7
26 Ramadhan 1446 HRabu, 26 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Gedung Putih Blunder, Masukkan Jurnalis ke Grup Chat Bahas Serangan AS ke Yaman
25 Maret 2025 10:47 WIB
·
waktu baca 3 menit
ADVERTISEMENT
Pejabat pemerintahan Donald Trump secara keliru mengungkap rencana perang dalam group chat yang juga memasukkan jurnalis The Atlantic, tidak lama sebelum AS menyerang kelompok Houthi di Yaman. Hal ini diakui Gedung Putih pada Senin (24/3).
ADVERTISEMENT
Dikutip dari Reuters, Selasa (25/3), kecerobohan itu dikecam anggota parlemen Demokrat dan menyatakan itu adalah pelanggaran keamanan nasional dan pelanggaran hukum yang harus diinvestigasi Kongres.
Pemimpin redaksi The Atlantic, Jeffrey Goldberg, mengatakan pada 13 Maret 2025 secara mendadak dia diundang masuk ke group chat yang terenskripsi di aplikasi pesan Signal. Group chat itu dinamakan 'Houthi PC small group'.
Dalam grup itu, penasihat keamanan nasional Mike Waltz memerintahkan wakilnya Alex Wong membentuk 'tiger team' untuk mengkoordinasikan tindakan AS terhadap Houthi. Juru bicara Dewan Keamanan Nasional (NSC) Brian Hughes mengatakan group chat itu otentik.
"Utas itu merupakan demonstrasi koordinasi kebijakan antara pejabat senior yang mendalam dan bijaksana. Keberhasilan yang berkelanjutan dari operasi Houthi menunjukkan tidak ada ancaman terhadap anggota kami atau keamanan nasional kita," kata Hughes.
ADVERTISEMENT
Presiden AS Donald Trump meluncurkan serangan militer skala besar melawan Houthi pada 15 Maret setelah Houthi menyerang kapal pengiriman di Laut Merah. Ia memperingatkan Iran, penyokong utama Houthi, untuk segera menghentikan dukungannya terhadap kelompok itu.
Beberapa jam sebelum serangan dimulai, Menteri Pertahanan Pete Hegseth mengunggah detail operasional terkait rencana itu di group chat.
"Termasuk informasi mengenai target, senjata yang akan digunakan AS, dan urutan serangan," kata Goldberg.
Laporan Goldberg tidak merincikan detail. Namun, dia menyebut penggunaan chat Signal itu sangat ceroboh.
Dalam tulisannya, Goldberg mengungkapkan di dalam group chat ada Wakil Presiden JD Vance, Menlu Marco Rubio, Direktur CIA John Ratcliffe, Direktur Intelijen Nasional Tulsi Gabbard, Menteri Keuangan Scott Bessent, Kepala Staf Gedung Putih Susie Wiles, dan pejabat senior Dewan Keamanan Nasional.
ADVERTISEMENT
Tokoh yang ditunjuk Trump untuk posisi Direktur Pusat Penanganan Terorisme, Joe Kent, juga tampaknya berada dalam group chat Signal meski belum dikonfirmasi oleh Senat.
Kepada wartawan, Trump mengaku tidak tahu mengenai insiden itu.
"Saya tidak tahu apa-apa tentang itu. Saya bukan penggemar The Atlantic," kata Trump.
Pejabat Gedung Putih mengatakan penyelidikan sedang dilakukan dan Trump sudah diberi tahu. Sementara, Menhan Pete Hegseth membantah membagikan rencana perang di group chat itu.
"Tidak ada yang mengirim rencana perang, dan hanya itu yang bisa saya katakan," katanya kepada wartawan saat kunjungan resmi ke Hawaii.
Namun, pernyataan Hegseth itu dibantah oleh Goldberg dalam wawancara dengan CNN.
"Tidak, itu bohong. Dia mengirim rencana perang," ungkap Goldberg.
ADVERTISEMENT
Isi Group Chat Koordinasi Serangan ke Yaman
Berdasarkan tangkapan layar chat yang diberitakan The Atlantic, para pejabat dalam group itu memperdebatkan apakah AS harus meluncurkan serangan. Vance mempertanyakan apakah sekutu AS di Eropa yang lebih terdampak gangguan pengiriman di wilayah itu membutuhkan bantuan AS.
"@PeteHegseth jika menurutmu kita harus melakukannya, maka lakukanlah," kata seseorang yang diidentifikasi sebagai Vance.
"Saya benci menyelamatkan Eropa lagi. Kita pastikan pesan kita aman di sini," katanya lagi.
The Atlantic juga melaporkan bahwa orang yang diidentifikasi sebagai Vance menyuarakan kekhawatiran tentang waktu serangan, dan menilai ada argumen kuat untuk menunda serangan dalam satu bulan.
"Saya tidak yakin apakah presiden sadar betapa tidak konsistennya hal ini dengan pesannya terhadap Eropa sekarang. Ada risiko bahwa kita melihat lonjakan harga minyak," katanya.
ADVERTISEMENT