Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Geger Ivermectin Disebut Obat Terapi COVID-19
23 Juni 2021 6:30 WIB
·
waktu baca 5 menitDiperbarui 13 Agustus 2021 14:08 WIB
ADVERTISEMENT
Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan, Ivermectin dapat digunakan sebagai obat terapi COVID-19. Selain itu, Ivermectin telah mendapat izin edar dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).
ADVERTISEMENT
Ivermectin merupakan obat yang banyak dipakai untuk mengatasi parasit seperti cacing. Obat ini akan diproduksi massal oleh perusahaan farmasi pelat merah Indofarma.
Erick mengatakan, saat ini obat tersebut masih dalam tahap uji stabilitas. Namun sudah masuk dalam tahap produksi sebanyak 4 juta butir.
“Tentu ini kita juga sedang lakukan uji stabilitas. Karena itu obat ivermectin yang diproduksi Indofarma ini, pada saat ini kita sudah mulai produksi. Dan insyaallah dengan kapasitas 4 juta sebulan ini bisa menjadi solusi juga untuk bagaimana COVID-19 ini bisa kita tekan secara menyeluruh,” ujar Erick Thohir.
Disangkal Ahli Wabah UI
Namun penyataan Erick dinilai keliru oleh ahli wabah UI Pandu Riono. Pandu menegaskan bahwa Ivermectin belum memiliki izin penggunaan bagi terapi kesembuhan COVID-19.
ADVERTISEMENT
"Nggak pernah disetujui Badan POM itu obat terapi COVID. Nggak pernah. Kata siapa? Itu berita hoaks. Enggak apa-apa, itu obat lama, obat untuk obat cacing, obat rabies. Siapa bilang yang setuju (untuk COVID-19)? Erick Thohir bohong. Menteri kok bohong. BPOM itu cek lagi izin edarnya, hanya untuk antiparasit. Enggak pernah untuk atasi COVID," kata Pandu.
Menurut Pandu, izin yang dikeluarkan oleh BPOM harus termasuk izin penggunaan untuk penyakit tertentu. Hal tersebut juga harus didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang cukup kuat.
"Harus ada izin dari BPOM termasuk apakah izin penggunaan, untuk penyakit apa dan sebagainya. Dan untuk mengajukan itu harus ada bukti-bukti ilmiahnya. Belum bisa. Badan litbang baru akan bikin risetnya setelah desakan publik," ucap Pandu.
ADVERTISEMENT
Selain itu, ia juga mengatakan telah menanyakan langsung pada pihak BPOM mengenai izin edar maupun penggunaan obat tersebut bagi pasien COVID-19.
Ivermectin Sudah Teregistrasi di BPOM, tapi Tak Tertulis Terkait COVID-19
Berdasar penelusuran kumparan, obat produksi Indofarma itu sudah tercatat di situs BPOM telah mendapatkan nomor registrasi pada Senin (20/6).
Nama obat yang terdaftar Ivermectin dalam kemasan botol dengan isi 20 tablet. Nomor registrasinya GKL2120943310A1.
Namun, penjelasan mengenai komposisi Ivermectin tidak dapat ditemukan di situs BPOM. Juga tidak ada keterangan yang menyatakan bahwa obat ini terkait COVID-19.
Ivermectin termasuk jenis obat keras, sehingga pembeliannya harus dengan resep dokter dan penggunaannya di bawah pengawasan dokter.
Sebagai tindak lanjut untuk memastikan khasiat dan keamanan penggunaan Ivermectin dalam pengobatan COVID-19, di Indonesia akan dilakukan uji klinik di bawah koordinasi Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI, dengan melibatkan beberapa Rumah Sakit.
ADVERTISEMENT
Penggunaan secara bebas tanpa pengawasan dokter akan memberi efek samping yang beragam seperti adalah nyeri otot/sendi, ruam kulit, demam, pusing, sembelit, diare, mengantuk, dan Sindrom Stevens-Johnson.
Penjelasan BPOM
Kepala BPOM Penny Lukito akhirnya buka suara terkait Ivermectin sebagai obat terapi COVID-19. Penny membenarkan obat itu sudah mendapat izin edar.
"Untuk Ivermectin sudah mendapat EUA (Emergency Use Authorization) dari BPOM sebagai obat cacing, jadi (obat) pencernaan," kata Penny.
"Di lapangan dalam pelaksanaan pengobatan COVID-19 di beberapa negara dan Indonesia ditemukan adanya indikasi bahwa ini membantu penyembuhan. Namun belum bisa dikategorikan sebagai obat COVID-19," tambah dia.
Penny menuturkan, jika Ivermectin mau disebut sebagai obat COVID-19 harus melalui uji klinis lengkap dulu.
Namun dalam hal pemberian kepada pasien, itu kewenangan dari dokter dan ahli kesehatan lainnya.
ADVERTISEMENT
"Kalau kita mengatakan suatu produk sebagai obat COVID-19 harus melalui uji klinik dulu. Namun demikian ini tentunya dengan resep dan pengawalan dokter bisa saja digunakan dalam salah satu terapi dalam protokol pengobatan COVID-19," ucap Penny.
Ivermectin Obat Keras, Tidak Bisa Dibeli Online
Penny Lukito menegaskan bahwa Ivermectin masuk golongan obat keras. Sehingga obat ini tidak bisa diperjualbelikan secara bebas termasuk lewat online.
"Ivermectin ini adalah obat keras, tidak bisa dibeli di mana saja apalagi online. Jadi kami mengimbau untuk tidak dijual online," kata Penny.
"Harus menggunakan resep dokter karena ini obat keras yang ada efek sampingnya. Nah, itu yang harus kita cegah. Jadi hati-hati, enggak bisa beli sembarangan harus ada resep dokternya," imbuh dia.
ADVERTISEMENT
Penggunaan obat Ivermectin sebagai terapi COVID-19 diklaim Erick telah mendapat izin edar dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Ivermectin siap diproduksi PT Indofarma hingga 4 juta tablet dan akan dibanderol Rp 5.000 - 7.000 per tablet.
Namun, Penny memastikan Ivermectin belum mendapat izin edar sebagai obat COVID-19. Obat ini baru mendapat izin edar sebagai obat cacing untuk pencernaan.
"Di lapangan dalam pengobatan COVID-19 ini beberapa negara, juga di indonesia memang sudah ditemukan adanya indikasi bahwa ini membantu dalam penyembuhan. Namun, belum bisa dikategorikan sebagai obat COVID-19 tentunya," ucap Penny.
Pemerintah Tindak Tegas Penjual Obat Ivermectin Tanpa Prosedur di e-Commerce
BPOM memastikan pemerintah akan memburu pedagang online yang menjual Ivermectin tanpa prosedur di e-commerce.
ADVERTISEMENT
"BPOM melakukan pengawasan, banyak [Ivermectin] dijual di online. Nanti kami akan kerja sama dengan pihak Kominfo dan asosiasi pedagang online untuk melakukan penurunan," kata Penny.
"Kecuali, apabila online itu mengikuti cara distribusi yang baik," imbuh dia.
Penny kembali menekankan kalau Ivermectin obat keras dan tak bisa dijual sembarangan. Kalau terpaksa dijual online, harus ada resep dan penyerahan oleh ahlinya yakni apoteker.
"Obatnya berbahan kimia, bukan natural juga, untuk kecacingan tapi bahan kimia yang bisa ada efek sampingnya. Sehingga termasuk obat keras dan harus ada resep dokter pemberian dosisnya," tutur Penny.
"Dijual online silakan, tapi memenuhi prosedur-prosedur dalam distribusi obat yang baik yaitu harus dilakukan apoteker. Karena ini obat keras yang ada efek sampingnya. Nah, itu yang harus kita cegah. Jadi hati-hati," tutup dia.
ADVERTISEMENT