Gejayan Memanggil Dihelat Lagi Senin, Kini Tolak Omnibus Law

8 Maret 2020 8:52 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Massa menuju Jalan Gejayan. Foto: dok. Affan Cipta
zoom-in-whitePerbesar
Massa menuju Jalan Gejayan. Foto: dok. Affan Cipta
ADVERTISEMENT
Tagar Gejayan Memanggil menjadi trending topik di media sosial. Menggemanya tagar ini menjadi pembuka rapat akbar parlemen jalanan yang akan diselenggarakan pada Senin (9/3) oleh Aliansi Rakyat Bergerak (ARB), gerakan yang terdiri dari berbagai elemen masyarakat.
ADVERTISEMENT
Humas ARB, Kontratirano, dalam keterangan tertulisnya menjelaskan ARB mendukung berlangsungnya konsolidasi di berbagai wilayah menolak RUU Omnibus Law. Setidaknya ada 4 RUU yang dikritisi yakni Cipta Kerja, Perpajakan, Ibu Kota Negara, dan Farmasi.
"Provinsi D.I. Yogyakarta dikenal sebagai salah satu kota dengan pluralitas tinggi, maka wajar pula jika seluruh elemen masyarakat mengambil peran dalam upaya menanamkan kesadaran massa terhadap proses dan isi setidaknya empat Rancangan Undang Undang, yakni Cipta Kerja, Perpajakan, Ibu Kota Negara, dan Farmasi," jelas Kontratirano.
Dijelaskannya, sedari awal RUU Omnibus Law telah menyalahi aturan. Langkah pemerintah dan DPR menutupi pembahasan Omnibus Law dianggap telah menyalahi Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
"Perumusan Omnibus Law yang tidak melibatkan peran masyarakat dan lembaga atau organ terkait lainnya membuktikan pemerintah dan DPR melanggar asas good governance, keterbukaan, kepastian hukum, serta keterlibatan publik," katanya.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, Omnibus Law ini dianggap akan melebarkan kesenjangan ekonomi yang bermuara semakin miskinnya rakyat. Ia menyebut, hak-hak pekerja yang selama ini diperjuangkan juga dirampas.
"Omnibus Law juga mempercepat kehancuran lingkungan hidup di wilayah Indonesia, yang selain merampas hak hidup rakyat di lingkungan yang sehat dan layak, berkontribusi pada gagalnya upaya warga dunia menyelamatkan bumi dari keadaan darurat iklim," ujarnya.
Sejumlah atraksi seni tampil dalam Gejayan Memanggil 2. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
Soal RUU Omnibus Law Cipta Kerja ini sejak awal juga sudah dikritisi elemen buruh di Yogyakarta. Pada Rabu (12/2) lalu para buruh ini mendatangi kantor DPRD DIY. RUU ini dianggap cacat secara formal lantaran tidak melibatkan buruh dalam penyusunannya.
"RUU itu kami anggap cacat karena tidak memenuhi unsur keterbukaan. Kita tidak pernah dilibatkan dalam penyusunan," kata Wakil Ketua DPD Konfederasi Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) DIY, Kirnadi.
ADVERTISEMENT
Kirnadi menjelaskan kedatangan buruh ini menjadi respon. Berdasarkan kisi-kisi yang dia terima RUU ini akan merugikan buruh.
"Satu membatasi soal jaminan sosial. Kedua soal upah minimum. Yang ketiga adanya perluasan kerja kontrak di berbagai sektor dan ada perluasan outsourching. Ini menjadi penghambat naiknya kesejahteraan buruh di Indonesia," ujarnya.
"Belum ada selembar pun naskah akademik yang dibuat pemerintah sebagai tolak ukur apakah RUU ini baik atau tidak," tutup dia.
Sebelumnya Gejayan Memanggil juga pernah dilakukan. Kala itu, mahasiswa dan warga berduyun-duyun ke Jalan Gejayan (Jalan Affandi) untuk menolak RUU KPK.