Gelaran ICDD di Bali, Gerbang Perluasan Diplomasi Digital

12 November 2021 9:55 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Juru Bicara Kemlu Teuku Faizasyah. Foto: Kemlu RI
zoom-in-whitePerbesar
Juru Bicara Kemlu Teuku Faizasyah. Foto: Kemlu RI
ADVERTISEMENT
Dunia saat ini sedang menyesuaikan dengan kenormalan baru. Kini, hampir setiap sektor harus memaksimalkan pemanfaatan teknologi digital untuk bisa terus berkembang; termasuk diplomasi.
ADVERTISEMENT
Kementerian Luar Negeri RI melihat momentum ini sebagai peluang untuk menyelenggarakan konferensi soal penggunaan teknologi digital di bidang diplomasi.
International Conference on Digital Diplomacy (ICDD) merupakan sebuah forum bagi 21 negara dunia untuk bertukar pikiran, berdiskusi, hingga membuka peluang untuk kerja sama di masa depan dalam bidang diplomasi digital.
Mengangkat tema Unmasking Digital Diplomacy in the New Normal, ICDD membawa harapan untuk bisa mengupas pemanfaatan teknologi digital di masa pandemi, untuk meraih kemaslahatan bagi masyarakat.
“Para menteri, tokoh terkemuka, dan ahli dari mancanegara akan menyampaikan ide dan pemikiran mereka dalam panel diskusi yang turut melibatkan partisipasi publik,” ucap Kemlu RI dalam keterangannya.
ICDD akan diselenggarakan di Bali pada 16 November 2021 secara virtual. Gelaran ini menjadi suatu gerbang dalam perluasan diplomasi digital.
Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi memberikan pernyataan pers seusai membuka Konferensi Regional tentang Diplomasi Digital di Jakarta, Selasa (10/9/2019). Foto: ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
Dua tahun sebelumnya, Kemlu RI sudah menyelenggarakan sebuah konferensi diplomasi digital di level kawasan (regional).
ADVERTISEMENT
Pada 10 September 2019, 16 negara berpartisipasi dalam Regional Conference of Digital Diplomacy (RCDD), yang berlangsung di Hotel Mulia, Jakarta.
Rangkaian acara—mulai dari pameran, sesi debat, hingga panel-panel materi—berujung pada satu keluaran yang bertajuk Jakarta Message, atau Pesan Jakarta.

Mengapa ICDD?

Berangkat dari kesuksesan RCDD, Kemlu RI memperoleh rekomendasi dan dorongan—dari negara-negara maupun pakar—untuk membawa pembahasan mengenai diplomasi digital ke skala yang lebih luas.
Kepada kumparan, Direktur Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik Kemlu RI, Teuku Faizasyah, memaparkan seluk-beluk mengenai penyelenggaraan ICDD.
“Sejak awal memang sudah dibayangkan untuk memperluas diskursus mengenai diplomasi digital ini tidak hanya sebatas kawasan kita ini, tapi diperluas untuk lingkup yang lebih besar,” jelas juru bicara Kemlu ini pada Rabu (10/11).
ADVERTISEMENT
Kemudian, pandemi COVID-19 merebak dan menyeruak, seketika memaksa dunia untuk beradaptasi dengan cepat. Saat interaksi fisik harus dibatasi, komunitas internasional harus mencari jalan lain untuk tetap melangkah maju ke depan.
Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi dalam pertemuan General Conference ke-65 Badan Energi Atom Dunia (International Atomic Energy Agency/IAEA) secara virtual, Senin (20/9). Foto: Kemlu RI
“Di saat COVID-19, segala sesuatunya, aktivitas diplomasi, ternyata sangat dibantu dengan teknologi digital yang ada. Dengan adanya COVID-19, penyelenggaraan International Conference ini juga menjadi lebih relevan. Itu sebabnya satu konferensi yang bersifat global, internasional, menjadi satu keniscayaan,” paparnya.
“Kita mencermati banyak sekali kontribusi dari teknologi digital dan komunikasi dalam keberhasilan penyelenggaraan diplomasi. Itu sebabnya, kita menyelenggarakan ICDD ini di tahun 2021.”

Kebermanfaatan Teknologi Digital pada Berbagai Sektor Relevan

Pada ICDD nanti, akan ada satu sesi yang bertajuk countries’ review. 21 negara peserta, yang pemilihannya sudah dikurasi dengan cermat oleh berbagai pihak terlibat, akan menyajikan pemaparan sesuai dengan salah satu dari dua tema: Diplomasi digital untuk krisis manajemen dan diplomasi digital di era peluang baru.
ADVERTISEMENT
Faizasyah pun memaparkan alasan dari pemilihan tema ini.
“Ya, crisis management ini, kita melihat, merefleksikan, pada saat krisis pandemi ini. Bagaimana kita mengelola tantangan yang ada dan kita mencari satu solusi. Manajemen krisis ini ternyata terbantu dengan teknologi,” jelasnya.
Tak hanya pandemi, namun tantangan lainnya seperti saat bencana, juga bisa dibantu lewat teknologi.
Kemudian, dalam dua tahun terakhir, dunia menjadi saksi atas terbukanya banyak peluang baru di era digital. Ketika dunia sudah berada dalam jaringan, ratusan gerbang seakan terbuka secara serentak.
Peresmian platform digital INA Access oleh Menlu RI Retno Marsudi (kiri) dalam INA Access (INA-LAC), yang digelar secara hybrid oleh Kemlu RI, Kamis (14/10). Foto: Kemlu RI
“Kalau kita bicara mengenai anak muda zaman sekarang, kreativitas sangat banyak. Mereka yang bergerak di bidang ekonomi kreatif memang sangat terbantu dengan teknologi,” ungkap dia.
Menurutnya, di situlah perlunya pemerintah hadir: membantu menyiapkan koridor bagi anak-anak muda untuk terus mengembangkan potensinya.
ADVERTISEMENT
“Tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di mana pun, mereka (pemerintah negara lain) melihat peluang ini. Jadi, new era of opportunities itu terbuka melalui melalui pemanfaatan teknologi komunikasi, kita harus pintar-pintar membangun keterhubungan, antara kesempatan peluang yang ada,” tutur Faizasyah.
Selain mendekatkan mereka yang jauh, teknologi digital dapat membawa komunitas internasional menuju kebermanfaatan di berbagai sektor. Salah satunya adalah ekonomi.
“UMKM selalu menjadi anak asuh, dalam arti, kita coba membantu mereka dengan berbagai cara, sehingga mereka bisa bertahan di tengah tekanan ekonomi yang ada. Melalui teknologi, kita mencoba mempermudah mempertemukan antara buyer dan produsen,” ungkap dia.
Dengan kuatnya teknologi digital ini, Indonesia ingin membangun database produk UMKM terbaik, sehingga calon pembeli di luar negeri bisa dihubungkan dan terhubung dengan mudah.
Plt Jubir Kemlu Teuku Faizasyah. Foto: Dok. Kemlu
Pada gelaran ICDD, akan ada empat panel yang dilaksanakan secara bersamaan. Empat panel tersebut membahas peran diplomasi digital di berbagai sektor relevan, dengan panelis yang ahli di bidangnya.
ADVERTISEMENT
Mulai dari panel Ekonomi Digital Inklusif: Manfaat dan Tantangan; Inovasi Digital untuk UMKM (Small Medium Enterprises); Memahami Data dan Diplomasi digital; serta Big Data dan Manajemen Krisis.

Langkah Konkret Indonesia di Ranah Diplomasi Digital

Indonesia sudah tidak asing lagi dengan diplomasi digital. Sejak tahun 90-an, Pemerintah RI menjadi salah satu negara pertama yang memiliki situs web sendiri. Hingga kini, kegiatan diplomasi dan yang berhubungan dengan politik luar negeri tak lepas dari genggaman teknologi digital.
“Fasilitasi bagi masyarakat kita di luar negeri, semakin terbantu dengan teknologi. Misalnya, perwakilan kita yang akan mengurus dokumen kekonsuleran mereka, mereka tidak harus datang mengantre, sudah melalui proses persiapan melalui jalur digital, telepon, internet,” papar Faizasyah. Oleh karenanya, interaksi fisik pun dapat semakin dibatasi.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Kemlu RI juga memanfaatkan media sosial sebagai tempat distribusi informasi relevan terkait politik luar negeri Indonesia.
“Kita mencoba menyesuaikan dengan perkembangan teknologi, ya, generasi, mencoba mempersempit gap generasi yang ada dengan ikut masuk ke platform ini, sehingga generasi muda bisa merasa dekat dengan politik luar negeri dan diplomasi,” jelas dia.

Setelah ICDD, Lalu Apa?

Layaknya RCDD dengan Jakarta Message, ICDD tahun ini akan mengadopsi Bali Message. Secara umum, pesan ini diharapkan menelurkan hasil konkret, seperti rekomendasi kebijakan, untuk menjawab tantangan diplomasi digital ke depannya.
Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi memberikan pernyataan pers seusai membuka Konferensi Regional tentang Diplomasi Digital di Jakarta, Selasa (10/9/2019). Foto: ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
Salah satunya adalah dengan mengarahkan tema-tema terkait pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi bagi diplomasi.
“Dari ICDD ini, kita ingin melihat pemetaan negara mana saja dan potensi teknologi apa saja yang dimaksimalkan dan dimanfaatkan ke depannya. Utamanya, melalui pemanfaatan diplomasi digital,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Selain itu, selepas ICDD, Indonesia ingin bisa terus memposisikan diri sebagai jembatan—bridging—yang membantu negara-negara lain untuk tumbuh bersama, di bidang diplomasi digital ini.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Faizasyah ingin isu-isu digital diplomasi menjadi satu komponen yang bisa didiskusikan pada level bilateral.
Bilateral discussions ini, kan, biasanya membahas soal isu-isu politik, ekonomi, kerja sama sosial budaya. Dan bisa saja, isu tema-tema mengenai diplomasi digital ini menjadi salah satu yang diarusutamakan dalam bilateral,” terangnya.
Terakhir, isu tata kelola teknologi diharapkan dapat dituntaskan. Tak jarang, teknologi digital saat ini menjadi isu yang dipolitisasi. Seperti kompetisi dalam penguasaan dan pemanfaatan teknologi tertentu.
Contoh lainnya adalah ketika ada perusahaan besar yang menguasai teknologi, kemudian bersinggungan dengan hukum nasional suatu negara.
Menlu RI Retno Marsudi dan Menlu Kolombia Claudia Blum de Barberi menandatangani MoU antara Indonesia dan Kolombia secara virtual. Foto: Kemlu RI
“Jadi, melalui ICDD ini, kita mengharapkan ada satu diskusi yang lebih terstruktur lagi, lintas negara, kita bisa pinpoint lagi mengenai isu-isu good governance yang perlu tata kelola yang disepakati seluruh negara,” kata dia.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Faizasyah juga ingin isu disparitas atau ketidakseimbangan teknologi antara negara-negara dunia dapat terjawab.
Negara maju yang cenderung memiliki pemahaman lebih terhadap teknologi digital, tentunya akan lebih unggul dibandingkan mereka yang masih memiliki keterbatasan.
“Itulah mengapa di ICDD ini, yang menjadi harapan kita, adalah lahirnya program pembangunan kapasitas," kata dia.
"Jadi gap penguasaan teknologi, gap pemahaman teknologi, mudah-mudahan bisa saling dibantu oleh negara yang lebih maju lagi. Sehingga, tidak ada lagi negara-negara yang kelas 1, 2, 3, karena mereka tidak punya cukup untuk bergabung dalam era teknologi digital ini," pungkas dia.