Geliat Bisnis Cek Khodam di TikTok, Mengapa Masih Ada Orang-Orang yang Percaya?

26 Juni 2024 16:40 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi cek khodam online. Foto: Syawal Febrian Darisman/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi cek khodam online. Foto: Syawal Febrian Darisman/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Febi (24) akhir-akhir ini punya kebiasaan baru di TikTok. Selain menikmati video-video pendek, karyawan swasta itu jadi betah berlama-lama menonton siaran live. Nah, live yang ia maksud adalah penerawangan khodam kepada penonton yang dilakukan sejumlah kreator konten.
ADVERTISEMENT
Khodam sendiri dalam bahasa Arab artinya pembantu, penjaga, atau pengawal. Khodam dapat berupa jin, roh leluhur, hingga energi. Dalam budaya Jawa, khodam dipercaya dapat memberikan berbagai manfaat bagi pemilik weton, mulai dari perlindungan hingga kekuatan spiritual.
“Gue emang awalnya nyoba yang di TikTok. Gue kadang nonton sampai jam 1 pagi. Gue enggak percaya sama sekali, sih. Cuma kadang seru aja, karena FOMO doang,” ungkap dia saat berbincang dengan kumparan, Selasa (25/6).
Tangkapan layar TikTok Cek Khodam. Foto: TikTok
Menurut keterangan Febi, para kreator konten ini berupaya menerawang khodam para penonton hanya dengan melalui nama. Sejumlah kreator pun melakukannya secara tidak gratis. Mereka menerima gift dari penonton seperti bunga mawar yang satu tangkainya seharga Rp 250. Sejumlah penonton bisa menggelontorkan puluhan bunga mawar supaya namanya disebut.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, Febi yakin betul bahwa khodam yang dibacakan oleh kreator konten itu tidaklah akurat. Ia bahkan menaruh rasa curiga lantaran khodam yang seringkali disebut biasanya adalah rawa rontek. Oleh sebab itu, kata dia, kemungkinan orang yang membacakan khodam tak lebih dari karangan bebas si kreator konten.
“Kalau enggak kasih gift enggak dibacain. Gue enggak pernah dibacain,” ungkapnya.
Ilustrasi Khodam. Foto: Wilqkuku/Shutterstock
Berdasarkan pantauan kumparan, salah satu akun kreator konten di TikTok dapat mendulang hingga seribuan penonton dalam sekali live. Mereka bahkan ada yang menawarkan jasa subscription plan (langganan) via TikTok dengan biaya sekitar Rp 44 ribu per bulan.
Penonton yang subscribe dapat memiliki akses eksklusif ke sub-only live chat dan sub-only chat. Dengan privilege tersebut, penonton yang berlangganan dapat memberikan komentar bahkan saat kolom komentar dimatikan.
ADVERTISEMENT

Meluruskan Makna Khodam yang Sebenarnya

Menurut dosen Sastra Jawa Universitas Indonesia (UI), Prapto Yuwono, tren cek khodam yang ada di media sosial perlu diwaspadai. Menurutnya, cek khodam hanya melalui nama seperti di TikTok itu tidak sesuai dengan yang dipahami dalam budaya masyarakat Jawa.
“Kalau itu [live yang di TikTok] ya bisa saja menyesatkan menurut saya, karena belum tentu orang ‘pintar’ itu benar, kan. Jadi bisa aja rekayasa, bisa apa, karena dia berbayar gitu, hati-hati aja gitu. Jadi banyak cara punya kamuflase bisnis sebetulnya, kan,” ungkap Prapto saat dihubungi kumparan, Rabu (26/6).
Budayawan Jawa, Prapto Yuwono Foto: Nesia Qurrota A'yuni/kumparan
Menurut Prapto, tidak semua orang dewasa memiliki khodam. Namun jika punya, kata dia, seseorang dapat mengeceknya dengan tata cara khusus. Yang jelas, tegas dia, seseorang tidak bisa mengetahuinya hanya melalui nama.
ADVERTISEMENT
“Di primbon dikasih tahu, misalnya harus puasa dulu, harus nyepi dulu, harus apa, ada syaratnya begini. Itu ada upacaranya, enggak sembarangan,” ungkap dia.
Meski begitu, kata Prapto, semua orang yang berada di dalam kandungan sebetulnya sempat didampingi khodam. Menurut Prapto, khodam itu adalah sedulur papat limo pancer. Yakni, air ketuban (kakang kawah/air ketuban sebagai kakak), adhi ari-ari (ari-ari sebagai adik), darah, dan tali pusar. Serta pancer atau pusat yang bisa dimaknai sebagai roh.
Ilustrasi janin 22 Minggu. Foto: Shutter Stock
Dalam konteks yang paling alamiah, lanjut Prapto, khodam itu diberikan oleh alam, oleh Tuhan. Khodam tersebut pun tak lain adalah energi berupa kekuatan api, air, udara, dan tanah. Menurutnya, khodam tersebut sebetulnya pergi setelah bayi lahir. Namun, orang tua dapat meminta agar khodam itu terus mendampingi si bayi hingga dewasa dan meninggal.
ADVERTISEMENT
“Jadi, jabang bayi dari sejak lahir ke hidup di dunia didampingi oleh mereka yang akan membantu. Tapi itu harus diminta, ya kalau nggak diminta, ya, sudah selesai ketika dia lahir gitu. Nah, makanya khodam-khodam itu karakternya adalah beda-beda setiap orang. Misalnya lebih di apinya, lebih di tanahnya, lebih di airnya gitu, ya, lebih di udaranya gitu,” ungkapnya.
Menurut Prapto, orang tua di Jawa biasanya meminta khodam terus melindungi anaknya tersebut. Tujuannya agar si anak bisa menggapai cita-citanya dengan lebih mudah.
Ilustrasi cek khodam online. Foto: Syawal Febrian Darisman/kumparan
Prapto lalu mencontohkan orang tua yang ingin anaknya jadi dokter. Maka, kata dia, saat bayi lahir, orang tuanya meminta salah satu dari empat unsur energi itu terus menemani si bayi hingga dewasa dan meninggal. Tentunya energi yang relevan dengan profesi tersebut.
ADVERTISEMENT
Oleh sebab itu, kata Prapto, jika orang tua tidak pernah meminta, maka seseorang tidaklah otomatis memiliki khodam ketika dilahirkan. Ia pun menampik jika khodam itu bisa memasukkan makhluk gaib ke tubuh seseorang. Jika seseorang merasa orang tuanya pernah meminta, kata Prapto, maka si anak juga bisa bertanya kepada orang tuanya.
“Nah, khodam dalam orang Jawa itu sebetulnya itu. Jadi bukan pengertian yang sekarang ini yang salah kaprah semua itu,” tegas dia.
Tren penelusuran khodam di Google. Foto: Google
Berdasarkan data trend.google.com yang dilihat kumparan, Rabu (26/6), tren pecarian kata kunci khodam bukan berasal dari Jawa. Mayoritas justru dari Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Timur.

Khodam dan Persoalan Modernitas

Menurut sosiolog Universitas Udayana, Wahyu Budi Nugroho, fenomena viralnya khodam di media sosial menunjukkan budaya ilmiah belum terbentuk di masyarakat Indonesia.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, studi kejiwaan saat ini terus berkembang. Masyarakat, kata dia, sebetulnya bisa saja bersandar pada arketipe dari psikologi Carl Justav Jung maupun Myers-Briggs Type Indicator (MBTI) yang lebih bisa dipertanggungjawabkan ketimbang cek khodam di media sosial.
"Untuk lebih memahami diri, seyogyanya kita mencari penjelasan dalam psikologi yang lebih ilmiah. Ini juga menunjukkan proses modernisasi masyarakat kita belum sempurna karena istilah modernisasi berarti penerapan ilmu pengetahuan di segala aspek kehidupan," ungkap Wahyu saat dihubungi terpisah.
Sosiolog Universitas Udayana Wahyu Budi Nugroho. Foto: Dok. Pribadi
Meski begitu, kata Wahyu, viralnya fenomena cek khodam juga membuktikan bahwa manusia pada dasarnya adalah homo ludens (makhluk yang suka bermain). Karakter tersebut kemudian merambah menjadi masyarakat pencoba.
Wahyu lalu mencontohkan bagaimana masyarakat Indonesia berbondong-bondong mencoba restoran Karen's Dinner. Restoran berkonsep marah-marah ke pelanggan tersebut awalnya viral di Indonesia kemudian tutup lantaran masyarakat sudah bosan.
ADVERTISEMENT
Menurut Wahyu, fenomena khodam yang viral saat ini pun dapat dilihat seperti itu. Menurutnya, orang-orang mencoba agar tidak dianggap ketinggalan tren.
"Kalau secara sosiologis, bisa juga keisengan dari mencoba khodam itu sebetulnya sebagai bahan untuk interaksi dengan teman-teman begitu. Ketika ketemu ada bahasan apa, sih, khodammu," ungkap dia.
"Orang yang nonton bola itu belum tentu mereka suka bola, tapi agar tidak ketinggalan obrolan aja biar bisa nyambung. Jadi ada bahan obrolan," pungkasnya.