Geliat Pramuka di Indonesia: Dari Era Pra-Kemerdekaan, Sukarno, hingga Orde Baru
ADVERTISEMENT
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Robert Baden-Powell punya banyak pengalaman di medan perang. Pria kelahiran London, 22 Februari 1857, itu ikut bertempur bersama pasukan kerajaan Inggris di India, Afghanistan, Ghana hingga Afrika Selatan. Kehadiran Inggris di negara-negara tersebut tak lepas dari agenda kolonialisme.
ADVERTISEMENT
Pengalamannya di medan perang kemudian mendorongnya untuk menulis sebuah buku berjudul Aids to Scouting (1899). Dikutip dari pramuka.or.id, buku tersebut ditulis sebagai panduan untuk tentara Inggris agar dapat melakukan tugas penyelidikan dengan baik.
Buku itu pun memuat cara menjelajahi hutan, mengenali jejak, menggenali buah-buahan yang dapat dimakan, hingga mengetahui arah mata angin tanpa melihat arah matahari.
Baden-Powell kemudian menulis ulang buku itu menjadi Scouting for Boys: A Handbook for Instruction in Good Citizenship (1908). Baden-Powell meyakini bahwa anak-anak muda akan jadi orang hebat jika memiliki banyak kemampuan bertahan hidup. Buku inilah yang kemudian populer ke seluruh dunia dan menjadi gerakan kepanduan atau yang di Indonesia dikenal sebagai Pramuka.
Awal Pramuka di Indonesia
Kemunculan organisasi Pramuka di Indonesia ditandai dengan adanya cabang Pramuka milik Belanda bernama Nederlandsche Padvinders Organisatie (NPO) pada 1912. Organisasi itu kemudian berubah nama menjadi Nederlands Indische Padvinders Vereniging (NIVP) pada 1916.
Nah, di tahun yang sama, Mangkunegara VII membentuk organisasi Pramuka pertama Indonesia dengan nama Javaansche Padvinders Organisatie (JPO). Berdasarkan catatan pramukajakarta.id, lahirnya JPO pun memicu gerakan nasional lainnya untuk membuat organisasi serupa.
ADVERTISEMENT
Muhammadiyah, misalnya, mendirikan Padvinder Muhammadiyah yang kemudian pada 1920 berganti nama menjadi "Hizbul Wathan" (HW). Sementara itu, Budi Utomo juga mendirikan Nationale Padvinderij. Ada pula Syarikat Islam yang mendirikan Syarikat Islam Afdeling Padvinderij yang kemudian berganti nama menjadi Syarikat Islam Afdeling Pandu (SIAP).
Tak hanya itu, organisasi kepemudaan Jong Islamieten Bond (JIB) juga mendirikan Nationale Islamitische Padvinderij (NATIPIJ). Sementara itu, Pemuda Indonesia mendirikan Indonesisch Nationale Padvinders Organisatie (INPO).
Kala itu, Belanda melarang penggunaan istilah Padvinder untuk organisasi kepramukaan di luar milik Belanda. Nah, K.H. Agus Salim pun memperkenalkan istilah ‘Pandu’ atau ‘Kepanduan’ untuk gerakan Pramuka di Tanah Air.
Munculnya banyak organisasi kepramukaan kemudian berujung pada terbentuknya Persaudaraan Antara Pandu Indonesia (PAPI) pada 23 Mei 1928. PAPI kemudian berkembang lagi menjadi Badan Pusat Persaudaraan Kepanduan Indonesia (BPPKI) pada April 1938.
Sebagai upaya untuk menggalang kesatuan dan persatuan, BPPKI merencanakan "All Indonesian Jamboree". Rencana ini mengalami beberapa perubahan baik dalam waktu pelaksanaan maupun nama kegiatan, yang kemudian disepakati diganti dengan "Perkemahan Kepanduan Indonesia Oemoem" disingkat PERKINO dan dilaksanakan pada 19-23 Juli 1941 di Yogyakarta.
ADVERTISEMENT
Organisasi Kepanduan Melebur Jadi Pramuka
Menurut catatan museumsumpahpemuda.kemdikbud.go.id, setelah kemerdekaan, lahirlah kepanduan yang bersifat nasional yaitu Pandu Rakyat Indonesia pada 28 Desember 1945. Kemudian pada 1960, pemerintah dan MPRS berupaya untuk membenahi organisasi kepramukaan di Indonesia yang semakin banyak.
Sebagai tindak lanjut, Presiden Sukarno akhirnya mengumpulkan tokoh-tokoh dari gerakan kepramukaan pada 9 Maret 1961. Kala itu, Sukarno mengatakan organisasi kepanduan yang ada harus diperbaharui, aktivitas pendidikan haruslah diganti, dan seluruh organisasi kepanduan yang ada dilebur menjadi satu dengan nama Pramuka.
Nah, nama Pramuka sendiri merupakan usulan dari Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Inspirasinya dari kata poromuko yang artinya pasukan terdepan dalam perang. Istilah pramuka ini lalu menjadi singkatan untuk praja muda karana, yang artinya jiwa muda yang suka berkarya.
Pada 30 Juli 1961, bertempat di Istora Senayan, seluruh tokoh-tokoh kepanduan Indonesia menyatakan menggabungkan diri dengan orgnaisasi gerakan Pramuka. Hari bersejarah ini dikenal sebagai Hari Ikrar Gerakan Pramuka.
ADVERTISEMENT
Pada 14 Agustus 1961, Sukarno secara simbolik menyerahkan panji-panji Pramuka kepada tokoh-tokoh Kepanduan. Sejak saat itulah organisasi-organisasi Kepanduan di Indonesia melebur menjadi Pramuka.
Selain itu, Sukarno juga melantik Sri Sultan Hamengkubuwono IX sebagai Ka Kwarnas Pertama. Nama Sri Sultan Hamengkubuwono IX pun akhirnya dikenal sebagai Bapak Pramuka di Indonesia.
Pramuka Jadi Ekskul di Era Soeharto
ADVERTISEMENT
Berdasarkan jurnal berjudul Di Sini Senang, di Sana Senang: Melihat Pramuka dari Perspektif Kaum Muda (2012), upaya Soeharto untuk mengubah kesan Pramuka sebagai gerakan yang awalnya di alam terbuka, bebas dan non-formal, hingga berubah menjadi kegiatan yang terintegrasi pada institusi pendidikan terlihat pada 1978.
Kala itu, Soeharto melalui kementerian pendidikan mewajibkan semua sekolah negeri dan swasta menjadi gugus depan Pramuka. Sejak saat itu, Pramuka dianggap sebagai kegiatan ekstrakulikuler di suatu sekolah.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, keanggotaan Pramuka pada saat itu tetaplah bersifat sukarela. Pemerintah bahkan tak mewajibkan siswa yang menggunakan seragam Pramuka menjadi anggota Pramuka. Kebijakan wajib baju Pramuka sendiri awalnya ada hingga tahun 1990-an pada Jumat dan Sabtu.
Jauh sebelum itu, Soeharto juga sudah mengganti Anggaran Rumah Tangga Pramuka 1961 dengan anggaran rumah tangga baru. Hasilnya, presiden Indonesia menjadi ketua dewan pembina nasional Pramuka. Anggotanya adalah para menteri kabinet dan pejabat tinggi negara lainnya. Keputusan itu dapat dilihat melalui Dekrit Presiden No. 12/1971.
Pemberlakuan anggaran rumah tangga 1971 menempatkan Pramuka di bawah kontrol langsung pemerintah, karena presiden, gubernur, wali kota dan bupati mempunyai akses langsung ke organisasi Pramuka di wilayah masing-masing.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Soeharto juga mengintensifkan kegiatan Pramuka dengan jambore berksala nasional, provinsi dan kabupaten. Dukungan finansial pun melimpah di era Orde Baru tersebut. Beberapa kebijakan inilah yang dipandang sebagai upaya orde baru menancapkan ideologinya kepada anak-anak muda.