Simalakama paramedis hadapi corona - Krispi

Gelombang Pasien Corona Meningkat, Perawat Ikut Dirawat

20 Maret 2020 16:43 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas menyiapkan alat di tenda isolasi sementara di RS Siloam, Jakarta Barat.  Foto: Nugroho Sejati/kumparan.
zoom-in-whitePerbesar
Petugas menyiapkan alat di tenda isolasi sementara di RS Siloam, Jakarta Barat. Foto: Nugroho Sejati/kumparan.
Dokter dan perawat juga manusia. Mereka cemas, namun harus menghalaunya demi menangani pasien yang membeludak. Yang terburuk, mereka tertular corona. Sebagian kini malah ikut dirawat.
Gelombang pasien positif COVID-19 meningkat tajam di Indonesia. Per hari ini, Jumat (20/3), kasus positif corona menyentuh angka 369 orang di Indonesia—dan hampir pasti akan terus naik beberapa waktu ke depan.
Peningkatan pasien itu tak ayal membuat tenaga medis di banyak rumah sakit kewalahan. Seorang perawat di Jakarta, misalnya, menyebut ruang isolasi di RS tempatnya bekerja sudah penuh dengan Orang Dalam Pengawasan (ODP) dan Pasien Dalam Pemantauan (PDP). Ini belum ditambah dengan gelombang pasien yang ingin melakukan tes corona.
ODP ialah orang yang belum menunjukkan gejala sakit, namun sempat bepergian ke negara yang terjangkit corona, atau pernah melakukan kontak dengan orang yang diduga positif corona. Sedangkan PDP ialah orang yang mengalami gejala corona seperti demam, batuk, pilek, nyeri tenggorokan, sesak napas; sempat bepergian ke negara yang terjangkit corona; atau berinteraksi dengan orang yang diduga mengidap corona.
Personel Satgas Mobile COVID-19 membawa pasien diduga terjangkit corona di RS Suradadi, Tegal. Foto: ANTARA/Oky Lukmansyah
Menurut Santi, nama alias perawat itu, dalam satu sif hanya ada 12 perawat yang yang standby di IGD. Jumlah itu tentu terhitung amat sedikit dibanding warga yang datang berobat, termasuk meminta tes corona.
“Yang datang sendiri masih belum terkoordinir, soalnya pasien (uji corona) masih campur sama pasien biasa. Yang capek itu IGD nggak (bisa) ditutup, jadi pasien membludak dan tenaga (kesehatan) sedikit,” cerita Santi kepada kumparan, Kamis (19/3).
Alhasil beberapa rekan sejawat Santi sudah mulai kelelahan. Kesehatan mereka menurun sehingga malah ikut dirawat. “Perawat udah mulai ODP.”
Petugas ambulans berpakaian hazmat di RSPI Sulianti Saroso, Jakarta. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia, Harif Fadhilah, mengatakan bahwa saat ini ada beberapa rumah sakit yang sudah menerapkan double shift bagi para perawat.
Ia pun meminta kepada pemerintah dan seluruh jajaran rumah sakit untuk memberikan perhatian ekstra kepada perawat sebagai garda terdepan dalam menangani corona.
“Perawatnya terbatas dan belum semua terlatih bisa menangani (kasus corona) itu. Perlu dipikirkan tambahan zat gizi dan suplemen vitamin kepada mereka yang bertugas langsung (menangani pasien ODP/PDP/suspect/positif corona),” kata Harif melalui sambungan telepon, Kamis (19/3).
Gizi dan vitamin tambahan bagi paramedis, lanjutnya, “Penting untuk meningkatkan daya tahan tubuh.”
Pemerintah pun sudah seharusnya memikirkan tentang tenaga medis tambahan atau relawan. Sebab, jika mengandalkan jumlah paramedis yang ada saat ini, jumlahnya masih sangat kurang.
“Kalau sudah dalam kondisi outbreak, enggak mungkin mengandalkan yang sudah ada. Dengan kondisi begini saja masih kurang. Ini yang menjadi kekhawatiran mereka (para perawat),” ujar Harif.
Kelelahan juga turut dirasa para dokter. Dokter spesialis paru-paru RS Persahabatan, Feni Fitriani misalnya, bercerita saat ini banyak orang yang datang ke rumah sakit karena ketakutan dengan COVID-19. Mereka datang untuk memastikan apakah sehat atau tidak.
“Sehingga selalu ramai. Kami kewalahan karena kondisi masyarakat begini,” kata Feni.
Ia sendiri mendapat pemeriksaan rutin di tengah wabah corona. Namun, lambatnya hasil tes untuk para dokter dan paramedis ini membuat ia dan rekan-rekannya dihantui rasa cemas.
“Hasilnya kan menunggu 3-5 hari. Nah, terus terang kan dokter pun deg-degan, ya. Kami juga manusia biasa, (cemas apakah) positif atau negatif (corona),” ujarnya.
Ia menyambung, “Semua orang punya ketakutan versi masing-masing, manusiawi. Orang yang nggak kontak (dengan pasien corona) pun takut, apalagi tenaga kesehatan yang jelas berhubungan dengan pasien positif corona.”
Peneliti ITB Donny Martamin membuat permodelan untuk mengetahui kapan waktu puncak penyebaran COVID-19 di Indonesia. Dengan menggunakan dua parameter, yakni tingkat penyebaran dan jumlah populasi, ia memprediksi puncak penyebaran terjadi saat pertengahan bulan Ramadan dari April ke Mei.
Artinya, gelombang pasien corona yang ada saat ini barulah permulaan. Soal ini, dokter Feni mafhum dan siap bekerja profesional untuk membantu pasien. Ia yakin tenaga medis di Indonesia mampu berbagi beban dan saling menguatkan selama masa krisis corona.
Senada, Harif menyebut yang paling dibutuhkan oleh tenaga medis yang bertugas adalah apresiasi, dukungan, dan motivasi sebagai suntikan semangat bagi mereka—para pejuang di garda depan penanganan COVID-19.
Simalakama paramedis hadapi coronavirus. Ilustrator: Maulana Saputra/kumparan
Kini pemerintah membuka rekrutmen relawan untuk membantu menangani wabah corona di tanah air. Rekrutmen dibuka untuk tenaga medis maupun non-medis hingga Jumat malam (20/3) pukul 24.00 WIB.
Kriteria untuk menjadi relawan adalah: berdomisili di Jabodetabek, berusia maksimal 40 tahun dan diutamakan belum berkeluarga, dinyatakan sehat lewat surat keterangan RS atau dokter, tidak merokok, dan siap berkomitmen disertai surat izin keluarga.
***
kumparanDerma membuka campaign crowdfunding untuk membantu pencegahan penyebaran coronavirus COVID-19. Yuk, bantu donasi sekarang!
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten