Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.98.1
Gempa Megathrust 8,7 M di Jakarta Tak Bisa Diprediksi Kapan Terjadi
2 Maret 2018 9:42 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:11 WIB

ADVERTISEMENT
Gempa bumi menjadi bencana alam yang meresahkan masyarakat karena ketidakpastian kapan dan sebesar apa magnitudonya. Terlebih bila diikuti dengan potensi tsunami setelah gempa.
ADVERTISEMENT
Oleh karenanya Ikatan Alumni Akademi Meteorologi dan Geofisika (IKAMEGA) menggandeng Pemprov DKI dalam diskusi ilmiah bertajuk 'Gempa Bumi Megathrust M 8,7: Siapkah Jakarta?' di Auditorium BMKG, Jakarta, Rabu (28/2) lalu.
Akan tetapi, diskusi yang hanya dihadiri para pakar dan pemegang kebijakan itu, malah dimaknai berbeda oleh masyarakat. Agar tidak semakin salah paham, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengklarifikasi maksud dari diskusi tersebut.
"Kami belum mampu memastikan apakah gempa 8,7 magnitudo akan benar-benar terjadi, kapan, di mana, dan berapa kekuatannya?" tulis Dwikorita dalam keterangan tertulis, Jumat (2/3).
Menurutnya, dalam ketidakpastian terkait ancaman gempa itu, maka yang perlu dilakukan adalah upaya mitigasi yang tepat. Salah satunya ialah menyiapkan langkah-langkah konkret.
ADVERTISEMENT
"Perlu segera dilakukan untuk meminimalkan risiko kerugian sosial ekonomi dan korban jiwa seandainya gempa benar-benar terjadi. Khususnya dengan cara menyiapkan kesiapan masyarakat maupun inftrastrukturnya," imbuhnya.
Sebab, skala intensitas gempa belum dapat diperkirakan oleh teknologi mana pun.
"Meski para ahli mampu menghitung perkiraan magnitudo maksimum gempa di zona megathrust, teknologi saat ini belum mampu memprediksi dengan tepat, apalagi memastikan kapan terjadinya gempa," ujar Dwikorita.
Sebelumnya para pakar gempa bumi telah menganalisis bahwa gerakan penunjaman lempeng Indo-Australia dan Eurasia, dapat mengakibatkan gempa mencapai 8,7 magnitudo. Proses penunjaman lempeng itu sendiri terjadi pada laju 60-70 milimeter per tahun.