Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.97.1
![Presiden Kamerun, Paul Biya. Foto: Ludovic Marin/AFP](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1634025439/01jkwpbpb8xewhcxffb3wtx9fb.jpg)
ADVERTISEMENT
Presiden Paul Biya akan memasuki usia 92 tahun pada Kamis (13/2). Angka itu resmi menjadikannya kepala negara tertua di dunia yang masih berkuasa.
ADVERTISEMENT
Sejak memenangkan pemilu pertama pada 1982, Biya telah memimpin Kamerun selama lebih dari empat dekade tanpa tanda-tanda akan mundur.
Meski pemilu dijadwalkan Oktober ini, ia belum mengumumkan apakah akan mencalonkan diri lagi.
“Presiden akan mengumumkan keputusannya pada waktu yang tepat,” kata Menteri Komunikasi Rene Emmanuel Sadi bulan Januari lalu, seperti diberitakan AFP.
Namun, di tengah oposisi yang terpecah, banyak yang yakin Biya akan kembali maju.
Biya memperkuat cengkeramannya setelah pemilu 2018 yang penuh sengketa. Kritik dibungkam dengan penangkapan dan penindasan, kata aktivis HAM.
Isu suksesi pun masih tabu, sementara kesehatannya menjadi perhatian setelah ia sempat menghilang dari publik tahun lalu.
Ketika rumor soal kesehatannya menyebar, pemerintah merilis pernyataan bahwa Biya sedang berada di Swiss, tempat ia kerap menghabiskan waktu di resor mewah.
ADVERTISEMENT
Media lokal dilarang membahas kondisi kesehatannya.
Sejak kembali ke Kamerun pada Oktober, Biya jarang tampil.
Ia hanya terlihat dalam pertemuan resmi, seperti KTT regional di Yaounde, dan menyampaikan pidato yang disiarkan televisi.
Seperti pemilu sebelumnya, dukungan terus mengalir dari berbagai kelompok masyarakat. Dalam pidato akhir tahun lalu, Biya menyebut dirinya masih siap memimpin.
“Tekad saya untuk melayani tetap utuh,” katanya. Para pemimpin tradisional juga menyatakan dukungan penuh.
Krisis di Bawah Kekuasaan Biya
Di tengah stabilitas politiknya, Kamerun justru menghadapi tantangan besar.
Konflik di wilayah barat antara kelompok separatis dan pasukan pemerintah masih berlangsung sejak 2016, sementara serangan jihadis Boko Haram terus terjadi di utara sejak 2009.
Uskup Katolik Kamerun menyoroti korupsi, pengangguran, dan kekerasan yang semakin parah.
ADVERTISEMENT
“Kecemasan rakyat berubah menjadi teriakan kesedihan,” kata mereka dalam konferensi episkopal.
Pemerintah tak banyak berubah sejak Januari 2019. Empat kursi menteri yang ditinggal wafat masih kosong, begitu juga belasan posisi parlemen dan senat.
Dalam pidato terakhirnya, Biya menyebut ada “kemajuan luar biasa” dan meminta rakyat tidak terpengaruh oleh suara-suara yang menginginkan perubahan.