Gerindra DIY Beri Bantuan Hukum ke Tupon, Lansia Buta Huruf Korban Mafia Tanah

27 April 2025 18:33 WIB
ยท
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mbah Tupon (68) warga RT 04 Dusun Ngentak, Kalurahan Bangunjiwo, Kapanewon Kasihan, Kabupaten Bantul, terancam kehilangan 1.655 meter persegi beserta dua rumahnya karen mafia tanah, Sabtu (26/4). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Mbah Tupon (68) warga RT 04 Dusun Ngentak, Kalurahan Bangunjiwo, Kapanewon Kasihan, Kabupaten Bantul, terancam kehilangan 1.655 meter persegi beserta dua rumahnya karen mafia tanah, Sabtu (26/4). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
ADVERTISEMENT
DPD Gerindra DIY memberikan bantuan hukum kepada Mbah Tupon, lansia buta huruf yang diduga menjadi korban mafia tanah. Mbah Tupon terancam kehilangan tanah seluas 1.655 di Kabupaten Bantul, DIY.
ADVERTISEMENT
"Pada malam hari ini, kita sowan ke rumahnya Mbah Tupon dalam rangka pendampingan hukum dari Partai Gerinda Daerah Istimewa Yogyakarta," kata Ketua DPD Gerindra DIY, Danang Wahyu Broto, melalui unggahan Instagram @dpcgerindrasleman, dikutip Minggu (27/4).
Danang mengaku prihatin atas kondisi Mbah Tupon. Dia berharap, dengan bantuan hukum ini bisa membantu Mbah Tupon menghadapi masalah yang tengah melandanya.
"Kami sangat prihatin kondisi Mbah Tupon, sehingga kami berharap kita bisa berbuat lebih banyak untuk mencari keadilan untuk Mbah Tupon yang menjadi korban atas permasalahan itu," ucap Danang.
Ia juga berharap kepada masyarakat agar terus yakin dan semangat membantu Mbah Tupon berjuang melawan mafia tanah.
Mbah Tupon (68) menunjukkan hibah tanah untuk jalan dan gedung RT 04 Dusun Ngentak, Kalurahan Bangunjiwo, Kapanewon Kasihan, Kabupaten Bantul, Sabtu (26/4). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
Awal Mula Kasus Mbah Tupon
Heri Setiawan (31), putra pertama Tupon, bercerita awalnya pada 2020 Tupon menjual sebagian tanahnya. Saat itu total tanah Tupon 2.100 meter persegi.
ADVERTISEMENT
Tupon menjual sebagian tanahnya, seluas 298 meter persegi ke seseorang berinisial BR. Tanah tersebut dijual Rp 1 juta per meter.
Selain menjual sebagian tanahnya, Tupon saat itu berinisiatif menghibahkan sebagian tanahnya untuk jalan dan gudang RT.
"Terus bapak inisiatif mengasih jalan akses 90 meter persegi. Kemudian, bapak ngasih gudang RT sebesar 54 meter persegi," kata Heri.
Uang hasil penjualan tanah itu digunakan untuk membangun rumah Heri yang berada di barat rumah Tupon.
Singkat cerita, proses jual beli dan pecah sertifikat sudah rampung. Namun BR masih memiliki utang pembayaran tanah senilai Rp 35 ke juta ke Tupon.
Saat itu sekitar 2021-an, BR menawarkan utangnya ke Tupon untuk dilunasi dalam bentuk membiayai pecah sertifikat Tupon yang seluas 1.655 meter persegi. Sertifikat dipecah menjadi jadi empat bagian yaitu untuk Tupon dan ketiga anaknya.
ADVERTISEMENT
"Ternyata yang terjadi malah balik nama atas nama IF. Dan diagunkan di bank senilai Rp 1,5 miliar," katanya.
Heri maupun Tupon tak kenal sosok perempuan berinisal IF itu. Mereka baru tahu sertifikat telah balik nama ke orang yang tak dikenal ketika bank datang ke rumah pada Maret 2024 silam.
Pihak bank menunjukkan fotokopi sertifikat. Luasnya masih utuh 1.655 meter persegi tapi sudah atas nama IF.
"Dari awal itu meminjam IF belum mengangsur sama sekali. Bank ke sini empat bulan setelah pencairan," teranganya.
"Bank sempat bilang sudah pelelangan pertama," katanya.
Saat itu Heri dan keluarga mendatangi BR. Lalu, BR bilang bahwa yang nakal adalah notarisnya. Dan menjanjikan akan membereskan termasuk melapor ke polisi.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, selama bertahun-tahun Tupon sempat menanyakan progres pemecahan sertifikatnya. Namun BR hanya menjawab masih dalam proses.
Heri bercerita, Tupon sempat dua kali diajak TR, perantara BR ke suatu tempat untuk tanda tangan berkas. Peristiwa itu terjadi dalam rentan waktu 2020 sampai sebelum 2024.
"Disuruh tanda tangan pertama di Janti, kedua di Krapyak. (Berkas apa) bapak kurang tahu soalnya tidak bisa baca dan menulis. Tidak dibacakan juga," katanya.
Saat itu Heri tak tahu ayahnya diajak tanda tangan oleh TR. Tanda tangan ketiga dilakukan di rumah. Saat itu Heri juga tak tahu peristiwa itu. Bahkan TR sempat meminta uang Rp 5 juta ke bapaknya.
"(Orangnya) ngomong ke bapak untuk pecah sertifikat," tuturnya.
ADVERTISEMENT
Bulan April ini, Heri memutuskan melaporkan kasus ini ke kepolisian. Total ada lima orang yang dilaporkan selain BR, TR, dan IF, turut dilaporkan dua orang lain yakni TRY dan AR yang berprofesi sebagai notaris.
Sementara itu, kepolisian belum banyak memberikan keterangan soal kasus ini.
"Bahwa benar kasus tersebut saat ini ditangani oleh Ditreskrimum Polda DIY yang dilaporkan pada tanggal 14 April 2025 dan saat ini masih dalam proses penyelidikan, sementara itu Mas," kata Kabid Humas Polda DIY Kombes Pol Ihsan.
Sejauh ini belum ada tersangka dari kasus tersebut.