Gerindra: Harus Dikaji Jika Ada Regulasi yang Bisa Berhentikan Kepala Daerah

20 November 2020 10:03 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sodik Mujahid, Politikus Gerindra. Foto: Ferio Pristiawan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Sodik Mujahid, Politikus Gerindra. Foto: Ferio Pristiawan/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Mendagri Tito Karnavian mengancam bisa memecat kepala daerah yang tidak menegakkan protokol kesehatan. Menanggapi hal itu, anggota Komisi II DPR Fraksi Gerindra Sodik Mudjahid menilai upaya Tito tersebut sudah cukup bagus, namun sanksi pemberhentian kepala daerah harus dikaji lagi.
ADVERTISEMENT
"Jadi kita hargai semangat Mendagri untuk menegakkan hukum dalam prokes demi terjaganya kesehatan dan keselamatan rakyat dari COVID-19," kata Sodik kepada kumparan, Jumat (20/11).
"Hanya jika ada regulasi apalagi dalam bentuk inpres bisa memecat kepala daerah, ini harus dikaji dengan lebih cermat dasar konstitusi dan regulasinya," tambahnya.
Sodik menjelaskan, berbeda dengan menteri yang dipilih oleh presiden, kepala daerah adalah jabatan politik yang diraih melalui pemilihan umum. Sehingga, pemecatannya tidak bisa dilakukan begitu saja, harus melalui proses di DPRD.
"Gubernur dan bupati itu jabatan politik, bukan tenaga kerja biasa," tutup Sodik.
Aturan soal pemecatan kepala daerah yang dimaksud oleh Tito tersebut tertuang dalam Pasal 78 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Di aturan itu dijelaskan, kepala daerah bisa diberhentikan karena berbagai hal, termasuk tidak mengikuti kewajiban yang tertuang di Pasal 67 UU yang sama.
ADVERTISEMENT
Di Pasal 67 dijelaskan, salah satu kewajiban kepala daerah adalah mengikuti peraturan Perundang-Undangan. Sehingga, jika tidak menjalankan aturan Perundang-Undangan, termasuk UU 6 Tahun 2018 soal Kekarantinaan Kesehatan, kepala daerah bisa dipecat.
Mendagri Tito Karnavian saat memberikan sambutan pada Kegiatan Webinar Pembekalan Pilkada Berintegritas Series 5. Foto: Kemendagri
Berikut bunyi Pasal 78 UU Nomor 23 Tahun 2014 tersebut:
(1) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah berhenti karena:
a. meninggal dunia;
b. permintaan sendiri; atau
c. diberhentikan.
(2) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c karena:
a. berakhir masa jabatannya;
b. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6 (enam) bulan;
c. dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan kepala daerah/wakil kepala daerah;
ADVERTISEMENT
e. melanggar larangan bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1), kecuali huruf c, huruf i, dan huruf j;
f. melakukan perbuatan tercela;
g. diberi tugas dalam jabatan tertentu oleh Presiden yang dilarang untuk dirangkap oleh ketentuan peraturan perundang-undangan;
h. menggunakan dokumen dan/atau keterangan palsu sebagai persyaratan pada saat pencalonan kepala daerah/wakil kepala daerah berdasarkan pembuktian dari lembaga yang berwenang menerbitkan dokumen dan/atau
i. mendapatkan sanksi pemberhentian.