Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Gerindra soal Tweet 'Nyinyir' Romy: Jangan Gitu Amat Mau Jadi Cawapres
23 April 2018 5:27 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:09 WIB
ADVERTISEMENT
Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy membuat tiga pernyataan kontroversi di akun Twitternya, Jumat (20/4). Tanpa menyebut 'pelaku', Romy --sapaan Romahurmuziy-- menyinggung alasan sejumlah pihak yang kerap 'nyinyir' terhadap pemerintahan.
ADVERTISEMENT
1. Tak kebagian kuasa;
2. Pernah menikmati kuasa namun tidak lagi; dan
3. Orang yang kepengen berkuasa tapi belum kesampaian keinginannya. Jadi, ini soal siapa makan kue saja. The end.
Tak diketahui pasti istilah 'nyinyir' yang dimaksud Romy. Jika merujuk Kamus Besar Bahasa Indonesia, 'nyinyir' adalah mengulang-ulang perintah atau permintaan; nyenyeh; cerewet. Namun saat ini, istilah 'nyinyir' kerap diartikan sebagai istilah 'menyindir'.
Ketua DPP Gerindra Bidang Advokasi dan Hukum, Habiburokhman, ikut bereaksi dengan cuitan 'nyinyir' itu. Habiburokhman pun ikut menyindir Romy yang kini berada di kubu pemerintah.
Dia menganggap, di negara yang menganut sistem demokrasi seperti Indonesia, kritikan dan sindiran terhadap pemerintah sangat perlu dilakukan. Sebab, menurutnya, hak untuk menyampaikan pendapat masuk dalam konstitusi negara.
"Aturannya jelas, aturan mainnya jelas, konstitusi, jadi bukan hanya konsitusi ya, tapi Pasal 28 UUD 1945 itu juga merupakan hak dasar asasi manusia, di deklarasi universal HAM pasal 28, gitu lho, hak konstitusi, hak asasi, hak hukum, jadi enggak jelas itu, kalau tiga hal penting tersebut seolah diabaikan, hanya dengan pransangka buruk bahwa itu karena tidak mendapat kekuasaan atau lainnya," ujar Habiburokhman saat dihubungi kumparan (kumparan.com ), Minggu (22/4) malam.
ADVERTISEMENT
"Pak Romy ini belajarnya di mana? Kita kan bebas menyampaikan pendapat. Itu sangat disayangkan sekali," sambungnya.
Sejauh ini, PPP mengklaim cukup setia mendukung pemerintahan Joko Widodo. Bahkan menjelang 2019 , Romy selaku ketum partai, juga terang-terangan mendekat ke orang nomor satu di Indonesia itu.
Disinggung terkait kepentingan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019, Habiburokhman bergidik. Kendati tak ngerti-ngerti amat, namun, Habiburokhman menilai, sebaiknya Romy tak perlu bermanuver seperti itu. Sembari berkelakar, pria yang juga aktif di Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) itu, mengingatkan Romy ihwal perjuangan bangsa yang susah payah membangun reformasi.
"Tapi kan ya jangan gitu amat. Kalau hanya demi mendapatkan kursi cawapres begitu, apa karena beliau berambisi menjadi cawapres? Kemudian menyampaikan pendapat yang terkesan membabi buta. Kita ini ya, Pak Romy, susah payah merebut demokrasi. Dulu memang, zaman dulu, sebelum reformasi kalau itu bahkan dibilang menunggangi. Kalau sekarang harusnya kita menikmati tradisi demokrasi, misalkan mengkritik. Pemerintah mana yang enggak perlu kritik masyarakat?" imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, jika pemerintah melulu dijejali hal-hal baik, Indonesia akan terancam pada situasi yang buruk. Toh, kata dia, kritik itu dilakukan untuk memperbaiki negara.
"Jadi dasarnya ada tiga lapis ya. Hak konstitusi, Hak Asasi Manusia dan Hak Hukum. Itu aturannya sudah sangat fundamental. Meskinya seorang ketua parpol sangat paham lah ya aturan main itu," ujarnya.
Habiburokhman pun berbicara alasan mengapa pemerintahan Jokowi perlu dikritik. Ia pun kembali menyinggung kondisi ekonomi hingga hukum Indonesia saat ini.
Sehingga, ia menegaskan, pemerintah tak perlu merasa alergi dikritik. Jika terus menampik, ia mengkahwatirkan, Indonesia akan memiliki pemerintahan diktator.
"Kritik kok dibilang nyinyir ya? Sekarang gini, kalau kritik soal ekonomi, dulu harapan masyarakat, Jokowi berkuasa, dolar di bawah sepuluh ribu rupiah. Ternyata faktanya sekarang Rp 13 ribu hampir Rp 14 ribu. Pertumbuhan ekonomi dikatakan akan tujuh persen, ternyata enggak sampai. Harga-harga melambung tinggi," paparnya.
ADVERTISEMENT
"Lalu di bidang hukum, banyak terjadi tuduhan standar ganda. Nah, kalau itu kita enggak boleh kritik, waduh sangat memprihatinkan sekali gitu lho," ungkapnya.
Live Update