Golkar: Hanya 4 Fraksi yang Setuju Amandemen UUD 1945, Proses Masih Panjang

30 Agustus 2021 14:01 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua DPR Puan Maharani (kanan) didampingi Ketua MPR Bambang Soesatyo (kiri) pidato pengantar dalam rangka Sidang Bersama DPR-DPD di Ruang Rapat Paripurna, Komplek Parlemen, Jakarta, Jumat (14/8). Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Ketua DPR Puan Maharani (kanan) didampingi Ketua MPR Bambang Soesatyo (kiri) pidato pengantar dalam rangka Sidang Bersama DPR-DPD di Ruang Rapat Paripurna, Komplek Parlemen, Jakarta, Jumat (14/8). Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Ketua Fraksi Golkar MPR Idris Laena menyebut hanya 4 dari 9 fraksi di MPR yang menyetujui amandemen UUD 1945 untuk menghadirkan Pokok-pokok Haluan Negara (PPHN).
ADVERTISEMENT
"Untuk amandemen, saya kira, hanya 4 yang setuju, selebihnya belum setuju," kata Idris saat dimintai tanggapan, Senin (30/8).
"Yang jelas saya lihat mereka melihat PPHN cukup UU, seperti PKS Demokrat kemudian NasDem juga begitu. Menurut saya 60-70 persen belum setuju (amandemen). Pun yang setuju hanya terbatas PPHN saja," imbuh Idris.
Siapa saja empat fraksi tersebut, Idris mengaku tak hafal persis. Yang pasti, kata Idris, pertama Fraksi PDI Perjuangan dan DPD. Selebihnya, masih menganggap amandemen UUD 1945 belum perlu.
"Itu pun dia (PDIP) mengatakan agenda kami hanya PPHN, di luar itu bukan agenda PDIP. Perpanjangan (masa jabatan Presiden, Wakil Presiden, DPR, DPD) dia tak setuju, 3 periode (masa jabatan Presiden) dia tidak setuju," beber Idris.
ADVERTISEMENT
Bagaimana dengan isu liar wacana perpanjangan masa jabatan Presiden DPR dan DPD, Idris menegaskan tak ada perbincangan tersebut di internal MPR. Ditengarai isu ini akan masuk dalam agenda amandemen UUD 1945 dengan 'dalih' pandemi COVID-19 di tanah air.
"Kalau di MPR tidak ada, kita enggak ada wacana seperti itu. Tidak pernah dibicarakan mengenai 2 tahun perpanjangan atau 3 periode presiden dan sebagainya, MPR masih konsen PPHN. Bahwa kemudian ada yang mengikuti ya itu bukan agendanya MPR, sama sekali bukan agenda MPR," urai legislator dapil Riau ini.
Ditegaskan Idris, Partai Golkar menganggap amandemen UUD 1945 belum mendesak untuk dibicarakan.
Pertemuan Pimpinan MPR RI dengan Pimpinan Badan Pengkajian MPR RI, di Komplek Majelis, Jakarta, Selasa (23/3). Foto: Dok. MPR RI
"Sikap Partai Golkar, jelas Partai Golkar menganggap tidak mendesak untuk membicarakan amandemen. Kita masih mendorong pemerintah untuk menyelesaikan pandemi COVID-19," tegas Idris.
ADVERTISEMENT
Diketahui agenda amandemen UUD harus memenuhi syarat sebagaimana termaktub di pasal 37 UUD 1945. Berikut bunyinya:
Pasal 37
(1) Usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar dapat diagendakan dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
(2) Setiap usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya.
(3) Untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar, sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
(4) Putusan untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu anggota dari seluruh anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
(5) Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan.
ADVERTISEMENT
Dari ketentuan tersebut, usulan amandemen UUD 45 mesti lahir dari 1/3 Anggota MPR atau sekitar 237 anggota. Sementara di Paripurna MPR, maka harus hadir 2/3 Anggota MPR atau sekitar 474 orang.
Untuk pengambilan keputusan perubahan UUD 45, harus hadir 50 + 1 dari total seluruh anggota MPR.