Gotong Royong Jadi Modal Indonesia Dalam Manajemen Risiko Bencana

26 Mei 2022 19:00 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Deputi Bidang Sistem dan Strategi BNPB Raditya Jati menyampaikan materi dalam rangkaian Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR) 2022 di Nusa Dua, Badung, Bali, Kamis (26/5/2022). Foto: Nyoman Hendra Wibowo/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Deputi Bidang Sistem dan Strategi BNPB Raditya Jati menyampaikan materi dalam rangkaian Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR) 2022 di Nusa Dua, Badung, Bali, Kamis (26/5/2022). Foto: Nyoman Hendra Wibowo/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Deputi Bidang Sistem dan Strategi BNPB, Raditya Jati, menyebut gotong royong sebagai modalitas sosial unik yang hanya dimiliki Indonesia dalam manajemen risiko bencana pada Kamis (26/5/2022).
ADVERTISEMENT
Raditya menyatakan hal tersebut ketika tengah membahas salah satu konsep yang diajukan Indonesia dalam forum internasional Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR) 2022.
Konsep tersebut yakni sustainable resilience (resiliensi berkelanjutan). Menurut Raditya, konsep tersebut bisa terwujud bila disertai aksi nyata. Upaya itu harus muncul terlebih dahulu dalam perumusan kebijakan.
Pembangunan ketangguhan berkelanjutan juga memerlukan dana penanggulangan bencana, sebuah langkah yang telah diusung oleh Kementerian Keuangan RI.
Konsep tersebut kemudian membutuhkan dorongan dari masyarakat, sehingga ketangguhan terbentuk pada tingkat lokal. Dengan demikian, suatu negara perlu mengadopsi pendekatan pentahelix.
Dalam hal ini, Indonesia memiliki keunggulan.
com-Ilustrasi gotong royong. Foto: Dok. Dikdasmen RI
"Contohnya, gotong-royong. Ini mungkin tidak didapatkan di negara-negara lain. Jadi contoh yang sangat kuat dari Indonesia dalam modalitas sosial, baik itu saat kejadian bencana, pra-bencana, maupun saat kita mengalami pandemi COVID-19 selama dua tahun ini," ungkap Raditya saat konferensi pers di Bali pada Kamis (26/5/2022).
ADVERTISEMENT
Raditya menggarisbawahi, GPDRR turut memberikan momentum tepat untuk kerja sama antar negara. Melalui kesempatan tersebut, Indonesia tidak hanya berniat untuk belajar dari negara lain.
Namun, Indonesia juga mampu memberikan pandangan dan rekomendasi terkait isu kebencanaan.
"Saya rasa tidak hanya kita belajar dari negara maju, tetapi justru hari ini saya mendapatkan pertanyaan dari negara maju bagaimana mereka bisa belajar dari Indonesia dalam pengurangan risiko bencana," tutur Raditya.
"Ini kesempatan kita menunjukkan showcase kita, keberhasilan kita, terutama on social modality," imbuhnya.
Sejumlah siswa berlindung di bawah meja saat latihan kesiapsiagaan bencana gempa dan tsunami di SD Negeri 2 Tanjung Benoa, Badung, Bali, Selasa (24/5/2022). Foto: Fikri Yusuf/ANTARA FOTO
Pemerintah berupaya menyokong kearifan lokal tersebut melalui program-program dari masyarakat, komunitas, dan desa. Salah satunya ialah Desa Tangguh Bencana (Destana).
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) melatih sejumlah desa atau kelurahan agar menjadi Destana. Mereka lantas mendapatkan kemampuan mengenali ancaman bencana di wilayahnya.
ADVERTISEMENT
Desa-desa itu diharapkan akan mampu mengorganisir sumber daya masyarakat untuk mengurangi kerentanan dan risiko bencana mendatang.
Siswa ikut berlatihan evakuasi saat tsunami di SDN 2 Tanjung Benoa, Bali, Selasa (24/5/2022). Foto: Jemima Shalimar/kumparan
Ambisi Indonesia tidak terhenti di tingkat lokal. Raditya turut mengharapkan bangsa yang juga tangguh. Untuk itu, resiliensi berkelanjutan akan diterapkan pula dalam tingkat terkecil, yakni keluarga.
"Kita membangun kerangka, bagaimana menerapkan kerangka ini di level grassroot, baik dari lokal maupun nasional," terang Raditya.
"Jadi saya rasa Indonesia akan terus memperjuangkan pembangunan resiliensi berkelanjutan ini tidak hanya di tingkat internasional tapi juga sampai ke level keluarga," tambah dia.
Presiden Joko Widodo berbincang dengan Deputi Sekjen PBB Amina Mohammed (kanan) saat berjalan menuju lokasi pembukaan Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR) 2022 di Nusa Dua, Bali, Rabu (25/5/2022). Foto: Nyoman Hendra Wibowo/ANTARA FOTO
Presiden RI Joko Widodo menegaskan ambisi itu pula saat upacara pembukaan GPDRR 2022 pada Rabu (25/5/2022). Jokowi menerangkan, Indonesia menghimpun wawasan mumpuni dalam isu kebencanaan. Sebab, Indonesia merupakan negara rawan bencana.
ADVERTISEMENT
"Di 2022 saja, per 23 Mei, telah terjadi bencana sebanyak 1.613 dan rata-rata dalam sebulan terjadi 500 kali gempa skala kecil maupun besar," jelas Jokowi.
"Sebagai negara rawan bencana, Indonesia mempunyai akumulasi pengetahuan dan pengalaman yang bisa menjadi pelajaran penting bagi dunia, tetapi Indonesia juga ingin, sangat ingin, belajar dari pengalaman internasional," lanjutnya.
Jokowi menambahkan, daya tahan dan kesiapsiagaan akan menentukan angka kerugian yang harus ditanggung akibat bencana.
Petugas BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika) menunjuk peta potensi gelombang tinggi. Foto: Asep Fathulrahman/ANTARA FOTO
Ancaman tersebut ada setiap saat. Maka dari itu, Indonesia mengedepankan solusi ketangguhan berkelanjutan agar dunia tidak hanya tangguh menghadapi bencana saat melanda. Tetapi, dunia juga telah bersiap mengadang bencana mendatang.
"Semakin tidak siap, semakin besar kerugiannya," tegas Jokowi.
"Oleh karena itu, dalam GPDRR kali ini, pemerintah Indonesia menawarkan kepada dunia konsep resiliency berkelanjutan sebagai solusi untuk menjawab tantangan risiko sistemik menghadapi semua bentuk bencana, termasuk menghadapi pandemi, dan sekaligus mendukung implementasi pembangunan berkelanjutan," pungkasnya.
ADVERTISEMENT