Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Greenland Akan Pererat Hubungan dengan AS, Tapi Tak Bersedia Bergabung
14 Januari 2025 3:04 WIB
ยท
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Perdana Menteri Greenland , Mute Egede, menyebut negaranya terbuka dengan peluang kerja sama erat dengan Amerika Serikat (AS) di beberapa sektor seperti pertambangan. Tapi, mereka tidak bersedia dicaplok AS seperti yang diinginkan presiden terpilih Donald Trump.
ADVERTISEMENT
"Kita perlu berbisnis dengan AS, kita akan memulai dialog dan mencari peluang dan kooperasi dengan Trump," kata Egede, dalam sebuah konferensi pers di Greenland, pada Senin (13/1), dikutip dari AFP.
"Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, kita akan terus berbisnis dengan AS," tambahnya.
Sementara itu, keinginan mencaplok Greenland sendiri sudah ditunjukkan oleh Trump sejak periode pertamanya. Pada 2019 lalu, ia menyatakan keinginan untuk membeli Greenland.
Belakangan, jelang ia dilantik, Trump menegaskan Greenland adalah 'kebutuhan mutlak' bagi AS, terutama keamanan mereka. Greenland sendiri saat ini masih berstatus sebagai wilayah otonomi dari Denmark. Denmark pun kena imbasnya, mereka akan mendapat ancaman tarif sangat tinggi jika menolak menyerahkan wilayah tersebut.
Greenland sendiri tengah mencari kemerdekaan penuh dari Denmark. Pulau terbesar di dunia ini ternyata punya cadangan mineral dan minyak mentah yang luar biasa, meski, eksplorasi minyak dan uranium dilarang di kawasan itu.
ADVERTISEMENT
Egede sendiri tegas, masyarakat Greenland punya hak untuk menentukan diri mereka sendiri.
"Kita tidak ingin jadi orang Denmark, kita juga tak ingin jadi bagian Amerika. Tentu saja, kita adalah orang Greenland," kata Egede saat berkunjung ke Denmark pekan lalu.
Keinginan Trump ini membuat kekhawatiran pada titik tertentu. Misalnya, apakah AS akan berkeras mencaplok Denmark dan mengerahkan kekuatan militernya?
Tapi dugaan ini mereda setelah Trump menolak menggunakan kekuatan militer seperti saat AS merebut Panama pada era 1980-an.