Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah Diduga Terima Suap dan Gratifikasi Rp 12,8 M

15 Juli 2021 11:48 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tersangka Gubernur nonaktif Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah berjalan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (25/50.  Foto: Rivan Awal Lingga/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Tersangka Gubernur nonaktif Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah berjalan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (25/50. Foto: Rivan Awal Lingga/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Jaksa penuntut umum (JPU) KPK telah menyerahkan berkas dakwaan Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) nonaktif, Nurdin Abdullah, ke Pengadilan Tipikor Makassar. Perkara Nurdin teregistrasi dengan nomor 45/Pid.Sus-TPK/2021/PN Mks.
ADVERTISEMENT
Dilihat dari laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Makassar, sidang perdana Nurdin bakal digelar pada Kamis, 22 Juli. Sidang tersebut beragendakan pembacaan dakwaan.
Dakwaan JPU KPK terhadap Nurdin sudah terpampang di SIPP PN Makassar. Nurdin didakwa menerima suap dan gratifikasi senilai Rp 12,8 miliar.
Tersangka Gubernur nonaktif Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah berjalan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (25/50. Foto: Rivan Awal Lingga/ANTARA FOTO

Dakwaan Suap

Pada dakwaan pertama, Nurdin diduga menerima suap dari pemilik PT Agung Perdana Bulukumba dan PT Cahaya Sepang Bulukumba, Agung Sucipto, sebesar SGD 150.000 (sekitar Rp 1.603.575.000) dan Rp 2.500.000.000. Sehingga totalnya sekitar Rp 4.103.575.000.
Suap tersebut diterima Nurdin melalui orang kepercayaannya yakni Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Sulsel, Edy Rahmat.
Menurut dakwaan JPU KPK, suap tersebut diterima pada awal 2019 sampai 26 Februari 2021. Penerimaan suap diduga terjadi di antaranya di rumah jabatan Gubernur Sulsel, rumah Agung Sucipto di Jalan Boulevard Makassar dan Jalan Gajah Mada Kabupaten Bulukumba, rumah pribadi Nurdin di Perumahan Dosen Unhas Makassar, hingga di Kafe Lobby Hotel Mercure Makassar.
Tersangka Direktur PT Agung Perdana Bulukumba (APB) Agung Sucipto menuju mobil tahanan seusai menjalani pemeriksaan, di gedung KPK, Jakarta, Selasa (9/3/2021). Foto: Reno Esnir/ANTARA FOTO
"Uang tersebut diberikan agar Terdakwa selaku Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan memenangkan perusahaan milik Agung Sucipto dalam pelelangan proyek pekerjaan di Dinas PUTR Pemprov Sulawesi Selatan dan memberikan persetujuan bantuan keuangan Provinsi Sulawesi Selatan terhadap proyek pembangunan infrastruktur Sumber Daya Air Dinas PUPR Kabupaten Sinjai Tahun Anggaran 2021, supaya dapat dikerjakan oleh perusahaan milik Agung Sucipto dan Harry Syamsuddin," bunyi potongan dakwaan sebagaimana dikutip dari situs PN Makassar.
ADVERTISEMENT
Atas perbuatan tersebut, Nurdin dijerat Pasal 12 huruf a UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Dakwaan pertama Nurdin tersebut agak berbeda dengan proses penyidikan, khususnya nominal suap. Dalam proses penyidikan, Nurdin diduga menerima suap Rp 2 miliar dari Agung Sucipto terkait pengerjaan proyek wisata Bira.
Nurdin Abdullah menerima penghargaan dari Bung Hatta Anti-Corruption Award (BHACA) tahun 2017. Foto: Bung Hatta Anti-Corruption Award

Dakwaan Gratifikasi

Pada dakwaan kedua, Nurdin dijerat penerimaan gratifikasi senilai Rp 6.587.600.000 dan SGD 200.000 (sekitar Rp 2.138.100.000). Sehingga total gratifikasi yang diterima sekitar Rp 8.725.700.000.
Pada laman SIPP PN Makassar, tak dijelaskan dari mana sumber gratifikasi tersebut.
Atas perbuatan itu, Nurdin didakwa melanggar Pasal 12 B UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
ADVERTISEMENT
Adapun nominal penerimaan gratifikasi di dakwaan JPU berbeda dengan proses penyidikan. Saat masih penyidikan, Nurdin disangka menerima gratifikasi Rp 3,4 miliar dari sejumlah kontraktor.
Dalam kasus ini, Agung Sucipto tengah diadili di Pengadilan Tipikor Makassar. Perkaranya sudah masuk tahap penuntutan. JPU KPK menuntut Agung Sucipto dihukum selama 2 tahun penjar dan denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan.