Gugat Syarat PT 20% ke MK, Rizal Ramli Ingin Maju di Pilpres 2024

7 September 2020 11:22 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rizal Ramli di Gedung KPK, Jumat (19/7). Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Rizal Ramli di Gedung KPK, Jumat (19/7). Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
ADVERTISEMENT
Mantan Menko Maritim, Rizal Ramli, menggugat syarat ambang batas capres atau presidential threshold (PT) sebesar 20 persen yang termaktub di Pasal 222 UU Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Jumat (4/9). Rizal Ramli mengajukan gugatan tersebut bersama Abdulrachim Kresno dengan Refly Harun selaku kuasa hukum.
ADVERTISEMENT
Dalam permohonan tersebut, Rizal Ramli menyatakan memiliki kedudukan hukum (legal standing) lantaran merasa dirugikan dengan berlakunya Pasal 222 UU Pemilu yang berbunyi:
Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya.
Rizal Ramli menilai syarat PT 20 persen berpotensi menghalanginya maju sebagai capres pada Pilpres 2024.
"Bahwa pemohon I (Rizal Ramli) dalam kapasitasnya sebagai tokoh bangsa berkeinginan mencalonkan diri dalam pemilihan presiden dan wakil presiden tahun 2024," isi gugatan Rizal Ramli yang tercantum di situs MK, Senin (7/9).
ADVERTISEMENT
"Bahwa menurut penalaran hukum yang wajar, pemberlakuan Pasal 222 UU Pemilu potensial menghalangi upaya pemohon I untuk berkontestasi dalam Pilpres, karena diharuskan memenuhi ketentuan ambang batas pencalonan presiden," lanjutnya.
Suasana sidang Pengujian Materiil Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2020 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta. Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Rizal Ramli mencontohkan kerugian konstitusionalnya akibat pemberlakuan syarat tersebut. Ia mengaku pernah ditawari parpol agar bisa maju di Pilpres 2009 namun dengan syarat membayar sejumlah uang.
"Pada praktiknya, ketentuan Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 telah memunculkan fenomena pembelian kandidasi (candidacy buying), di mana pada penyelenggaraan Pilpres 2009 pemohon I ditawari salah satu partai politik untuk berkontestasi dengan diharuskan membayar Rp 1,5 triliun," jelasnya.
"Sebagai perbandingan, praktik 'jual beli perahu' tersebut juga telah banyak dikeluhkan calon pimpinan eksekutif di level daerah (kepala daerah) yang dipaksa atau diharuskan membayar sejumlah uang untuk mendapatkan dukungan parpol atau gabungan parpol," sambungnya.
ADVERTISEMENT
Untuk itu, Rizal Ramli meminta MK agar menghapus berlakunya Pasal tersebut atau dalam artian tak ada syarat presidential threshold bagi seseorang yang ingin maju di Pilpres melalui parpol.
"Menyatakan Pasal 222 UU Nomor 7 tahun 2017 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat," tutupnya.