Gugatan Wakil Menteri Dilarang Rangkap Jabatan Tak Diterima MK

26 Oktober 2020 15:03 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Joko Widodo (keempat kiri) didampingi Wakil Presiden Ma'ruf Amin (keempat kanan) berfoto bersama calon-calon wakil menteri Kabinet Indonesia Maju. Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/ama.
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Joko Widodo (keempat kiri) didampingi Wakil Presiden Ma'ruf Amin (keempat kanan) berfoto bersama calon-calon wakil menteri Kabinet Indonesia Maju. Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/ama.
ADVERTISEMENT
Mahkamah Konstitusi (MK) tidak menerima gugatan seorang advokat, Viktor Santoso, yang meminta wakil menteri (wamen) dilarang rangkap jabatan. Gugatan itu tak diterima lantaran Viktor dinilai tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing).
ADVERTISEMENT
"Mengadili, menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima," ujar Ketua MK, Anwar Usman, saat membaca putusan nomor 76/PUU-XVIII/2020 di ruang sidang, Jakarta, Senin (26/10).
Sebelumnya, Victor mempersoalkan Pasal 23 UU Kementerian Negara yang tak melarang wakil menteri (wamen) untuk rangkap jabatan, seperti menjadi komisaris BUMN. Pasal tersebut hanya melarang menteri rangkap jabatan. Berikut bunyinya:
Menteri dilarang merangkap jabatan sebagai:
a. pejabat negara lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
b. komisaris atau direksi pada perusahaan negara atau perusahaan swasta; atau
c. pimpinan organisasi yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah.
Bangku kosong saat sidang perdana pengujian Perppu Penanganan COVID-19 di Mahkamah Konstitusi. Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Sehingga, Victor meminta MK menyatakan tafsir Pasal 23 termasuk bagi wakil menteri. Sebab MK dalam putusan nomor 80/PUU-XVII/2019, telah berpendapat larangan rangkap jabatan bagi menteri seharusnya berlaku pula untuk wamen. Meski putusan itu pada pokoknya tidak menerima gugatan pemohon.
ADVERTISEMENT
Victor menilai tak dimuatnya penegasan pertimbangan hukum putusan 80/PUU-XVII/2019 dalam amar putusan menimbulkan perbedaan pendapat dan sikap dalam memaknai Pasal 23 UU Kementerian Negara, serta menimbulkan ketidakpastian hukum bagi wamen.
Tak hanya itu, Victor merasa hak konstitusionalnya dirugikan. Sebab sebagai advokat dan influencer melalui kanal YouTube 'Konstitusionalis TV', Victor menilai upayanya menegakkan nilai-nilai konstitusionalisme terhadap adanya rangkap jabatan Wakil Menteri menjadi sia-sia.
Terhadap argumen tersebut, MK menilai Victor tidak dapat menjelaskan kerugian konstitusionalnya secara spesifik dan aktual.
Hakim Suhartoyo memimpin sidang uji materi UU KPK di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (8/1/2020). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
"Pemohon hanya menguraikan kerugian secara umum atas keberlakuan pasal a quo namun tidak secara jelas dan rinci menguraikan kerugian sesungguhnya yang dialami oleh pemohon," ucap Hakim MK Suhartoyo dalam pertimbangan putusan.
ADVERTISEMENT
Suhartoyo menambahkan, uraian Victor yang merasa hak konstitusionalnya sebagai influencer dirugikan, tak serta merta membuatnya memiliki legal standing.
"Pemohon memiliki kedudukan hukum apabila dapat menjelaskan adanya keterkaitan logis dan causal verband bahwa pelanggaran hak konstitusional atas berlakunya norma pasal yang diuji adalah dalam kaitannya dengan status pemohon sebagai influencer dan memang menunjukkan kerugian yang nyata," ucapnya.
"Berdasarkan seluruh pertimbangan di atas, menurut Mahkamah pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo. Dikarenakan pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo, Mahkamah tidak mempertimbangkan pokok permohonan," tutupnya.