Guru Besar Fakultas Peternakan IPB: Misteri Kerbau Belang Toraja Terungkap

19 Januari 2022 19:58 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Kerbau Toraja. Foto: Steve Barze/shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Kerbau Toraja. Foto: Steve Barze/shutterstock
ADVERTISEMENT
Tim Peneliti Gabungan Fakultas Peternakan IPB University bersama sejumlah peneliti luar negeri berhasil mengidentifikasi dan menguak rahasia di balik munculnya pola belang pada kerbau Toraja.
ADVERTISEMENT
Kerbau Toraja merupakan kerbau belang yang tidak ditemukan di belahan dunia mana pun kecuali di Tana Toraja. Bagi masyarakat Toraja, kerbau tersebut melambangkan kesejahteraan dan menjadi bagian penting dalam upacara Rambu Solo, yakni ritual acara pemakaman yang mengakar di budaya masyarakat Toraja.
Prof Ronny Rachman Noor, Guru Besar Pemuliaan dan Genetika, Fakultas Peternakan IPB University bersama tim peneliti gabungan dari Fakultas Peternakan dan Fakultas Kedokteran Hewan IPB University, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Swedish Agriculture University (Swedia) dan Uppsala University (Swedia) berhasil menguak rahasia di balik uniknya pola warna kerbau belang tersebut.
Menurut Prof Ronny, kerbau belang yang ada di Tana Toraja memiliki pola warna yang berbeda-beda dan masing-masing memiliki nama sendiri.
ADVERTISEMENT
Salah satu pola warna yang paling penting dan berharga dinamakan Tedong Bonga Saleko. Satu ekornya bernilai Rp 1 miliar.
“Kerbau belang yang masuk kategori Tedong Bonga Saleko memiliki warna dasar hitam dengan corak warna putih dengan ciri khas pola tertentu. Jarangnya kemunculan kerbau belang dengan pola warna ini membuat harga seekor Tedong Bonga Saleko dapat mencapai 1 milyar rupiah,” ujarnya.
Ilustrasi Kerbau Toraja. Foto: xavier pou gonzalez/shutterstock
Penelitian yang dilakukan ini dinilai sangat strategis dan penting, mengingat keberadaan kerbau belang sudah terancam punah. Penyebabnya tingkat mortalitas embrio dan anak yang tinggi, tingkat kesuburannya juga rendah, dan belum ditemukan mekanisme penyebab munculnya pola belang dan pola pewarisannya.
Sehingga, penting penelitian ini dilakukan dalam mencegah kepunahan dan memperbanyak populasi kerbau belang.
ADVERTISEMENT
Awalnya tim peneliti mengaku sulit untuk mendapat sperma kerbau belang tersebut, pasalnya kerbau belang diperlakukan dengan sangat istimewa dan tidak boleh sembarang orang menyentuhnya.
"Namun kami diizinkan untuk mengambil sperma kerbau belang yang telah dikorbankan dalam upacara dan diambil dari saluran epididymis. Walaupun kerbau sudah mati, sperma masih dapat hidup dan bertahan di saluran epididymis selama beberapa saat,” ujar Prof Ronny.
Peneliti kemudian mengambil materi genetiknya, langkah selanjutnya dianalisa runutan basa gen dengan tujuan mengetahui basis genetik apa yang menyebabkan kerbau ini memiliki pola warna yang khas.
“Sperma ini selanjutnya dibekukan dengan menggunakan nitrogen cair sebelum dianalisa lebih lanjut. Di samping itu, karena jumlah sperma kerbau belang ini relatif sedikit maka tim peneliti juga mengembangkan dan menggunakan teknik Intra Cytoplasmic Sperm Injection. Sehingga jumlah sperma yang sangat sedikit ini dapat digunakan dengan baik untuk melakukan inseminasi buatan,” terangnya.
ADVERTISEMENT
Menurut Prof Ronny, dengan teknologi tersebut, hanya diperlukan satu sperma yang viable untuk membuahi sel telur sehingga dapat menghasilkan embrio. Selanjutnya dengan menggunakan teknik embrio transfer, embrio ditanamkan pada dinding uterus kerbau betina lain.
Prof Ronny menjelaskan, penggunaan teknik ini memungkinkan kerbau belang dapat diperbanyak populasinya dan juga dijaga kelestariannya. Embrio kerbau belang beku tersebut dapat disimpan dalam waktu cukup lama sebelum digunakan untuk embrio transfer.
“Selanjutnya kami melakukan analisis DNA untuk mengetahui mekanisme genetik pemunculan pola belang ini. Analisis DNA yang dilakukan difokuskan pada gen microphthalmia-associated transcription factor (MITF) yang secara umum mengatur kemunculan warna totol totol (spotted) pada kerbau rawa Asia (Bubalus bubalis carabanensis),” ujar Prof Ronny.
Dalam mendeteksi terjadinya mutasi di gen tersebut, imbuhnya, semua ekson MITF serta daerah intron serta pengapitnya diteliti dengan saksama.
ADVERTISEMENT
Disamping itu, dianalisa juga MITF cDNA mewakili jaringan kulit dan iris kerbau belang, kerbau biasa (normal) dan kerbau albino dirunut DNA-nya untuk mendeteksi mutasi dan membandingkannya.
Menurut Prof Ronny, hasil penelusuran DNA kerbau belang ini menunjukkan bahwa kemunculan pola belang ini disebabkan karena adanya mutasi DNA di gen MITF.
“Ada dua mutasi independen yang dinamakan loss-of-function mutations yang terjadi yaitu premature stop codon (c.328C>T, p.Arg110*) dan donor splice-site mutation (c.840+2T>A, p.Glu281_Leu282Ins8). Kedua mutasi DNA inilah yang menyebabkan kerbau Toraja memiliki pola warna belang,” terang Prof Ronny.
Ilustrasi Kerbau Toraja. Foto: Jumedi Padang/shutterstock
Keberhasilan tim peneliti mengidentifikasi dan menguak rahasia munculnya pola belang pada kerbau Toraja menjadi penting dalam upaya melestarikan keberadaan kerbau belang, sebagai hewan yang sakral dan sudah mengakar pada budaya masyarakat setempat.
ADVERTISEMENT
"Embrio kerbau belang yang memiliki mutasi sangat spesifik ini dapat dikembangkan untuk memperbanyak populasi kerbau belang. Sebab, keberadaan kerbau belang yang merupakan salah satu plasma nutfah khas Indonesia ini dapat dilestarikan dengan menggunakan pendekatan budaya dan teknologi modern," pungkasnya.
“Ke depan, embrio kerbau belang yang memiliki mutasi sangat spesifik ini dapat dikembangkan untuk memperbanyak populasi kerbau belang jika pada suatu saat nanti kerbau belang Toraja statusnya langka dan hampir punah,” pungkasnya.