Guru Besar FKUI soal Indikator Kematian yang Dihapus: Data Harus Dibuat Benar

11 Agustus 2021 10:29 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Warga berziarah di dekat pusara keluarganya di area pemakaman khusus COVID-19 di Bekasi, Jawa Barat, Selasa (27/7). Foto: Willy Kurniawan/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Warga berziarah di dekat pusara keluarganya di area pemakaman khusus COVID-19 di Bekasi, Jawa Barat, Selasa (27/7). Foto: Willy Kurniawan/REUTERS
ADVERTISEMENT
Pemerintah kini telah menghapus perhitungan kematian sebagai indikator COVID-19. Keputusan ini diambil lantaran permasalahan data kematian yang dianggap tidak valid.
ADVERTISEMENT
Hal ini menuai tanggapan dari para ahli. Sebab, angka kematian merupakan bagian dari indikator penularan yang kemudian digabung dengan indikator kapasitas respons untuk menentukan level situasi pandemi di suatu wilayah.
Terkait dengan alasan penghapusan indikator tersebut, Guru Besar FKUI, Prof. Tjandra Yoga Aditama, mengatakan angka kematian merupakan indikator yang sangat penting dalam situasi seperti saat ini. Seharusnya data yang tidak sesuai tersebut disesuaikan terlebih dahulu.
"Kalau tidak benar, data itu harus dibuat benar. Kedua, kematian penting karena orang sudah meninggal. Ketiga, jumlah kematian itu penting untuk penilaian keadaan," katanya kepada kumparan, Rabu (11/8).
Menurut Prof. Tjandra, kasus kematian akibat COVID-19 yang terjadi di rumah sakit seharusnya dapat lebih mudah diketahui. Namun, kasus kematian yang terjadi saat isolasi mandiri itu yang tidak diketahui bagaimana sistem pencatatannya. Sehingga dapat membuat data menjadi tidak dapat diandalkan.
ADVERTISEMENT
"Masalahnya kematian itu terjadi di dua tempat. Di rumah sakit dan di rumah. Kalau di rumah sakit harusnya datanya akurat. Cuma mungkin yang di rumah saya enggak tahu gimana pencatatannya," kata eks direktur WHO Asia Tenggara ini.
Selain itu, saat ini yang terpenting adalah pemerintah segera menepati janji terkait target vaksinasi, testing, dan tracing. Sebab hingga kasus harian telah turun dari puncaknya, ketiga hal tersebut masih belum maksimal.
"Sudah jelas vaksin targetnya 2 juta, tesnya 400 ribu, tracingnya 1 orang 15. Itu dikerjakan saja secara maksimal. Kalau sekarang, kan, belum maksimal. Testing belum 400 ribu bahkan kemarin pas hari penentuan [perpanjang PPKM] testingnya 90 ribu orang," pungkasnya.
***
Saksikan video menarik di bawah ini:
ADVERTISEMENT