Guru Besar UI: Indonesia Butuh Pemimpin Patuh Etika

9 Desember 2024 14:17 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Dewan Guru Besar UI Profesor Harkristuti Harkrisnowo Deklarasi Kebangsaan oleh Dewan Guru Besar, Jumat (2/2/2024). Foto: Thomas Bosco/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Dewan Guru Besar UI Profesor Harkristuti Harkrisnowo Deklarasi Kebangsaan oleh Dewan Guru Besar, Jumat (2/2/2024). Foto: Thomas Bosco/kumparan
ADVERTISEMENT
Masyarakat Indonesia yang multikultur saat ini tengah menghadapi tantangan berat terhadap norma dan nilai yang ada. Padahal, penghormatan terhadap etika sangat dibutuhkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
ADVERTISEMENT
Ketua Dewan Guru Besar UI, Prof. Harkristuti Harkrisnowo, menegaskan fenomena degradasi moral sangat terkait dengan globalisasi dan modernisasi yang diterima tanpa filtrasi. Kondisi diperparah dengan adanya krisis keteladanan dan kepemimpinan.
“Kita membutuhkan figur pemimpin yang patuh terhadap etika. Ketidakpatuhan pemimpin terhadap etika akan menjadi pembenaran bagi masyarakat untuk melakukan pelanggaran, seperti diskriminasi terhadap kelompok tertentu,” kata Prof. Harkristuti dalam diskusi virtual disampaikan melalui siaran pers yang diterima, Senin (9/12).
"Jika situasi ini dibiarkan, negara akan mengalami berbagai masalah karena kurangnya penghargaan terhadap nilai, etika, dan moral," imbuhnya.
Menurutnya, kepatuhan pada aturan—sebagaimana yang tercantum dalam 9 Nilai UI—merupakan syarat utama dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan di masyarakat yang multikultural.
ADVERTISEMENT
"Kepatuhan terhadap aturan dapat dimaknai sebagai bentuk persamaan hak dan kewajiban di antara suku bangsa yang berbeda di Indonesia," kata dia.
Ilustrasi kunci jadi pemimpin. Foto: Shutterstock
Sementara itu Sekretaris Jenderal, Kementerian Kebudayaan, Prof. Bambang Wibawarta menilai pergeseran budaya yang terjadi di Indonesia bukan hanya disebabkan oleh fenomena globalisasi, melainkan juga karena masyarakat Indonesia membiarkan nilai budaya luntur seiring berjalannya waktu.
Konsekuensi logis dari penurunan nilai budaya akan menyebabkan keretakan hubungan di antara masyarakat yang multikultural.
Penurunan nilai budaya dalam masyarakat yang multikultural tidak dapat dihindarkan meski aturan penetrasi internet diterapkan untuk melawan pengaruh globalisasi.
Frans Romo Magnis memberikan contoh, Myanmar yang menerapkan kontrol ketat terhadap media pada akhirnya menemui kegagalan ketika akan mewujudkan masyarakat multikultural, padahal pengaruh dari luar telah berulang kali ditolak.
ADVERTISEMENT
“Untuk itu, fenomena penurunan nilai budaya di Indonesia harus dibenahi dari dalam, karena sekuat apa pun pengaruh luar, hal itu tidak akan mengganggu selama masyarakat Indonesia memiliki komitmen untuk menjaga nilai-nilai budaya setempat,” ujarnya.