Guru Besar UI Sulistyowati Irianto: Indonesia Sedang Tidak Baik-baik Saja

3 Juni 2024 11:43 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Acara kuliah umun KML ke-21 tahun 2024 'Dilema Intelektual di Masa Gelap Demokrasi: Tawaran Jalan Kebudayaan' di Auditorium FISIP UI, Senin (3/6/2024). Foto: Thomas Bosco/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Acara kuliah umun KML ke-21 tahun 2024 'Dilema Intelektual di Masa Gelap Demokrasi: Tawaran Jalan Kebudayaan' di Auditorium FISIP UI, Senin (3/6/2024). Foto: Thomas Bosco/kumparan
ADVERTISEMENT
Universitas Indonesia menggelar kuliah umum lewat kegiatan Koentjaraningrat Memorial Lecture XXI/2024 dengan tajuk 'Dilema Intelektual di Masa Gelap Demokrasi: Tawaran Jalan Kebudayaan', di FISIP UI, Depok, Senin (3/6). Kuliah umum ini dibawakan oleh Guru Besar Antropologi UI, Sulistyowati Irianto.
ADVERTISEMENT
Di depan mimbar ruang Auditorium Mochtar Riady, Sulistyowati mengkritisi kondisi demokrasi di Indonesia yang tengah tidak baik-baik saja. Dia menilai hal itu sudah terjadi sejak adanya revisi Undang-undang KPK pada 2019.
"Setidaknya dimulai ketika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dilemahkah melalui revisi Undang-Undang, dan 'uji kebangsaan' yang menyingkirkan banyak staf KPK. Kemudian terdapat berbagai peristiwa politik hukum yang melemahkan demokrasi sampai pada puncaknya dua tahun ini. Di antaranya adalah keluarnya putusan Mahkamah Agung no.23/2024, menyusul putusan Mahkamah Konstitusi no.90/2023 sebelumnya," terang Sulistyowati di mimbar Auditorium.
Segala upaya-upaya yang disebutkan itu dinilai sebagai upaya merusak demokrasi dan melemahkan semangat reformasi.
"Kedua putusan itu bernuansa nepotisme, penuh kejanggalan, dan putusan MK Nomor 90 bahkan dinyatakan cacat secara prosedural maupun substansi dalam dissenting opinion hakim MK sendiri, dan melanggar etika oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi. Putusan pengadilan semacam ini meruntuhkan wibawa lembaga penegakan hukum tertinggi di republik ini dan menghapus berbagai upaya reformasi," sambungnya.
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto (kedua kiri) bersama Novel Baswedan, Bambang Widjojanto, dan Rocky Gerung menghadiri kuliah umum bertajuk "Dilema Intelektual di Masa Gelap Demokrasi: Tawaran Jalan Kebudayaan" di Auditorium FISIP UI, Senin (3/6/2024). Foto: PDIP
Profesor yang akrab dipanggil Sulis itu, juga menilai bahwa saat ini penyelenggara negara justru tidak mendasari tindakannya pada hukum.
ADVERTISEMENT
"Prinsip negara hukum diletakkan oleh pendiri bangsa menjadi dasar negara kita. Penyelenggara negara wajib mendasarkan tindakannya pada hukum (rule of law), bukan negara kekuasaan (rule by law). Tujuannya agar warganegara terlindungi dari kesewenangan penguasa. Negara hukum sedang mengalami kebangkrutan," tambahnya.
Dia menyayangkan suara penyeimbang kekuasaan yang memilih diam. Maka dari itu dia mengusulkan jalur kebudayaan untuk kembali memulihkan Indonesia.
Ada 2 hal yang diusulkan, pertama akses ke sejarah politik, hukum, dan karakter cinta pada ilmu pengetahuan ke masyarakat luas. Agar, sebagai contoh, katanya, tak ada lagi anak muda yang tidak tahu soal peristiwa Reformasi di tahun 1998.
"Jadi tuh hari ini ada anak muda mengatakan 'Saya enggak tahu 98 ada apa karena saya waktu itu belum lahir,' Celakalah suatu bangsa kalau anak mudanya teralienasi dari sejarahnya. Bagaimana bisa membangun Indonesia ke depan kalau enggak tau Indonesia ke belakang pernah ada apa," tutur Sulis.
ADVERTISEMENT
Hal itu harus terus disuarakan oleh aktivis dari berbagai bidang seperti hukum, keadilan sosial, pro demokrasi, kesehatan, pangan, dan teknologi. Dia juga menekankan bahwa pentingnya peran jurnalis berkarakter dalam untuk mewujudkannya.
"Kedua diperlukan membangun kesadaran di kalangan intelektual bahwa ilmuwan seharusnya tidak hanya menjadi gerakan moral, tetapi gerakan sosial. Mengamati dunia empirik, belajar dari realitas dan pengalaman masyarakat dan membawa hasil penelitiannya ke ruang kelas masing-masing. Bila kalangan intelektual kampus menjadi kuat maka akan semakin banyak lahir ilmuwan organik, pejuang bagi masyarakat bangsanya," tutup Sulis.
Acara ini dihadiri oleh sejumlah tokoh nasional, mulai dari Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, Mantan Ketua KPK Bambang Widjojanto, Peneliti Filsafat Rocky Gerung, Mantan Penyidik KPK Novel Baswedan, Ahli Ekonomi Faisal Basri, Direktur Eksekutif Amnesti Internasional Indonesia Usman Hamid.
ADVERTISEMENT