Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Guru Besar Unpad Kritik Pembagian Wilayah FIR Singapura
3 Februari 2022 23:10 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Guru Besar Fakultas Hukum Unpad Sekaligus Ketua Indonesia Center of Aid and Space Law (ICASL), Atip Latipulhayat, menyebut Indonesia membuat kekeliruan ketika mengakuisisi wilayah Flight Information Region (FIR ) Singapura.
ADVERTISEMENT
Hal ini dia sampaikan dalam webinar virtual Kupas Tuntas FIR Singapura, Kamis (3/2).
“Kekeliruan yang dilakukan dalam take over FIR Singapura adalah melepaskan aspek kedaulatan sebagai basis dasar,” kata Atip dalam webinar virtual Kamis, (3/2).
Atip menyayangkan kesepakatan tetap memberikan otoritas pelayanan penerbangan kepada Singapura di ruang udara Kepulauan Riau dekat wilayah sekitar Bandara Changi 0 sampai 37 ribu kaki.
Sebelumnya pemberian otoritas ini, menurut Kemenhub, dilakukan atas dasar keamanan dan keselamatan pesawat yang hendak keluar masuk Singapura.
“Mengapa hasilnya seperti ini? catatan saya, Singapura bernegosiasi dengan ideologi keselamatan, Indonesia bernegosiasi tanpa ideologi bahkan ikut kepada ideologi Singapura,” jelas Atip.
Menurut Atip, seharusnya Indonesia berpegang teguh pada Undang-Undang Penerbangan no 1 Pasal 458. Dengan memberikan otoritas kembali kepada Singapura, Indonesia telah melanggar ideologinya sendiri.
ADVERTISEMENT
Pasal 458 UU No. 1 Tahun 2009 yang dimaksud oleh Atip berbunyi sebagai berikut:
“Wilayah udara Republik Indonesia, yang pelayanan navigasi penerbangannya didelegasikan kepada negara lain berdasarkan perjanjian sudah harus dievaluasi dan dilayani oleh lembaga penyelenggara pelayanan navigasi penerbangan paling lambat 15 (lima belas) tahun sejak Undang-Undang ini berlaku.”
Atip menjelaskan, jika merujuk pada UU tersebut, maka pada tahun 2024 nanti lembaga penyelenggara pelayanan navigasi penerbangan Indonesia (AirNav) harus sudah melayani seluruh penerbangan di ruang udara Kepulauan Riau dan Natuna, Bukan melakukan redelegasi dengan memberikan sebagian otoritas penerbangan kepada negara lain.
“Harusnya indonesia pas bernegosiasi harus berdasarkan ideologinya, undang-undang (penerbangan), jadi sungguh mohon maaf, agak naif kalau memang dijadikan alasan karena 55 negara yang mendelegasikan (Singapura), lantas indonesia mengikuti?,” pungkasnya.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya Indonesia dan Singapura melakukan penandatanganan Perjanjian Penyesuaian (realignment) FIR pada 25 Januari lalu di Bintan, Kepulauan Riau.
Dalam perjanjian penyesuaian tersebut,wilayah sebesar 249 km persegi yang tadinya merupakan kedaulatan Singapura menjadi wilayah FIR Indonesia.
Namun dalam kesepakatan itu, Indonesia memberikan layanan navigasi ldi ruang udara seluas 1/3 dari total ruang udara Kepri dan Natuna yaitu sekitar 16 km persegi dengan ketinggian 0-37.000 kaki kepada Singapura.
Hal ini yang kemudian menuai perdebatan karena seharusnya wilayah tersebut sepenuhnya dipegang oleh Indonesia.