'Guru' Connie Bakrie Angkat Bicara, Tepis Semua Tudingan ke Menhan Prabowo

8 Juni 2021 11:24 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Andi Widjajanto. Foto: Dicky Adam Sidiq/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Andi Widjajanto. Foto: Dicky Adam Sidiq/kumparan
ADVERTISEMENT
Ahli pertahanan dan analis utama politik keamanan LAB45, Andi Widjajanto, merasa heran kontroversi rencana pembelian alutsista yang tengah digodok Kementerian Pertahanan (Kemhan).
ADVERTISEMENT
Andi, yang beberapa kali disebut pengamat militer Connie Rahakundini Bakrie sebagai gurunya, menyatakan memaklumi jika pemerintah belum terbuka secara gamblang tentang rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Pengadaan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan (Alpalhankam), yang disebut-sebut akan sebesar Rp 1.760 triliun.
“Sebagian besar dokumen adalah dokumen rahasia. Jadi, ketika saya coba cari tahu 1,7 kuadriliun itu hitungnya gimana, saya tidak gunakan data Kementerian Pertahanan,” kata Andi dalam kanal YouTube Akbar Faizal Uncensored.
“Saya tidak mau masuk dan cari itu, tapi saya cari data publik, misalnya data dari military balance, SIPRI (Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm - red), Janes,” paparnya.
Menhan Prabowo Subianto bersiap mengikuti rapat kerja dengan Komisi I DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (2/6/2021). Foto: Muhammad Adimaja/ANTARA FOTO
Andi menepis tudingan Connie sebelumnya bahwa pemerintah tertutup dalam penyusunan aturan ini. Ia pun menyesalkan adanya pihak yang membuka dokumen itu ke publik.
ADVERTISEMENT
"Kalau ranperpres itu bocor, kita berurusan dengan data sensitif. Kita harus bersama-sama jaga agar data itu tidak keluar ke publik dan dimanfaatkan oleh lawan kita," tuturnya.
Di sisi lain, Andi berpandangan munculnya angka Rp 1,7 kuadriliun dalam draf itu sudah melalui prosedur yang ditetapkan, seperti dalam UU Pertahanan, UU TNI, dan UU Industri Pertahanan. Apalagi, proses kalkulasi kebutuhan anggaran untuk pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista) di Indonesia telah diatur secara sistematis dan sejak 2006.
Ilustrasi alutsista Indonesia. Foto: Helmi Afandi/kumparan
Pada 2005-2006, ungkapnya, telah terbit dokumen perencanaan alutsista jangka panjang yang disebut Kekuatan Pokok Minimum atau KPM (Minimum Essential Force/MEF). Hal itu memang disusun untuk memenuhi kebutuhan hingga 2024.
"(KPM) itu suatu konsep rencana strategis (renstra) yang dibagi tiga, yang berakhir tahun 2024. Ada KPM I, II, dan III. Saat ini, kita berada di KPM III. KPM III harus diselesaikan oleh Pak Prabowo," urainya.
ADVERTISEMENT
Baginya, pengadaan alpalhankam senilai Rp 1,7 kuadriliun tersebut bukan nilai yang fantastis. Dalam perhitungannya, angka tersebut hanya bisa memenuhi kebutuhan dasar persenjataan TNI yang sudah lama tertinggal.
"Rp 1,7 kuadriliun itu bukan apa-apa. Kita butuh yang lebih besar, tapi realistis. Namun, ekonomi saat ini kan tidak mampu. Mumpung analisanya mengatakan kita belum ada perang, ya enggak apa-apa lah segitu dulu," tandasnya.
Pengamat Pertahanan, Connie Bakrie. Foto: Instagram/@connierahakundinibakrie
Ia juga menepis dugaan monopoli oleh PT Teknologi Militer Indonesia (TMI) yang sebelumnya diangkat oleh Connie.
Dia menerangkan, swasta sekarang telah diperbolehkan ikut memeriahkan industri pertahanan di Indonesia seiring berlakunya Undang-Undang tentang Cipta Kerja (Ciptaker) bahkan investor asing untuk menanamkan modalnya. Namun, hal tersebut belum dapat direalisasikan lantaran aturan turunan regulasi sapu jagat (omnibus law) ini belum terbit sampai sekarang.
ADVERTISEMENT
"Pemerintah tidak bisa jelaskan ini karena aturan turunannya (UU Ciptaker) belum ada dan ranperpresnya masih rancangan. (Jadi) apa yang perlu dilaporkan?" ucapnya.
Adapun menurutnya mustahil PT TMI mampu memonopoli pengadaan tersebut sekalipun aturan turunan UU Ciptaker telah terbit.
Alasannya, memakai rumus bisnis yang lazim, butuh penyertaan modal besar sekitar Rp 600 triliun atau 30% dari total nilai pengadaan Rp 1,7 kuadriliun.
"Itu terlalu besar. Enggak ada yang bisa melakukan itu di Indonesia bahkan BUMN," tegasnya. Karenanya, Menhan, Prabowo Subianto, diyakini akan mempertimbangkan perusahaan negara dan swasta serta diatur secara saksama.