Guru Honorer Hedi dan Evi Korban Mafia Tanah Mengadu ke Bupati Sleman

14 Mei 2025 10:27 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-circle
more-vertical
Seorang guru honorer swasta bernama Hedi Ludiman (49) dan istrinya Evi Fatimah (38) yang korban mafia tanah mengadu ke Bupati Sleman Harda Kiswaya, Rabu (14/5). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Seorang guru honorer swasta bernama Hedi Ludiman (49) dan istrinya Evi Fatimah (38) yang korban mafia tanah mengadu ke Bupati Sleman Harda Kiswaya, Rabu (14/5). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
ADVERTISEMENT
Pasangan suami istri yang berprofesi sebagai guru honorer swasta bernama Hedi Ludiman (49) dan istrinya Evi Fatimah (38) menjadi korban mafia tanah di Kabupaten Sleman.
ADVERTISEMENT
Hari ini, keduanya datang ke Pemkab Sleman untuk mengadu ke Bupati Sleman, Harda Kiswaya, Rabu (14/5). Harda sendiri menyatakan keprihatinanya terhadap kasus tersebut.
"Yang pertama, prihatin mudah-mudahan jangan banyak yang mengalami kaya Mbak Evi ini," kata Harda.
Harda menegaskan, Pemkab Sleman akan mendampingi Hedi dan Evi sampai memperoleh haknya kembali.
"Kemudian saya selaku pemerintahan Kabupaten Sleman ya, saya akan mendampingi beliau. Berjuang untuk memperoleh kembali haknya," katanya.
Selanjutnya Harda akan mempertemukan Hedi dan Evi dengan BPN Sleman.
"Karena bagi saya yang bisa mengurai awal ini perjalanannya kenapa ganti nama di sertifikat, kan BPN. Ya, tentu nanti Jadi BPN akan mengurai," terangnya.
Dari pertemuan itu, nanti diharapkan bisa menemukan titik terang. "Mudah-mudahan nanti bisa kembali (sertifikatnya)," terangnya.
ADVERTISEMENT
Hedi sendiri menyampaikan rasa syukurnya atas komitmen Harda pada nasib yang ia dan istrinya alami.
"Yang saya sampaikan unek-unek keluh kesah saya sebagai warga Sleman untuk dibantu masalah kasus saya yang menimpa istri saya. Masalah mafia tanah yang zalim pada istri saya," tuturnya.
Seorang guru honorer swasta bernama Hedi Ludiman (49) dan istrinya Evi Fatimah (38) yang korban mafia tanah mengadu ke Bupati Sleman Harda Kiswaya, Rabu (14/5). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan

Kasus Hedi dan Evi

Hedi dan Evi telah berjuang selama 12 tahun melawan mafia tanah. Yang jadi obyek adalah tanah seluas 1.475 meter persegi beserta bangunan rumah di Pedukuhan Paten, Kalurahan Tridadi, Kapanewon Sleman, Kabupaten Sleman.
Hedi adalah guru honorer di SMK swasta, gajinya Rp 150 ribu per bulan. Untuk menopang kesehariannya dia juga bekerja sebagai montir bengkel.
Sekitar 2011, Evi kedatangan ibu dan anak yang hendak mengontrak rumahnya untuk usaha konveksi. Saat itu, Evi masih tinggal di Seyegan, Sleman, di rumah keluarga Hedi. Rumah di Paten ini memang biasa disewakan saat itu.
ADVERTISEMENT
"Ada dua orang SJ (laki-laki) dan SH (perempuan), mau mengontrak terus akhirnya ketemu istri saya tahun 2011. Mau ngontrak rumah selama 5 tahun. Setahunnya Rp 5 juta. Selama 5 tahun maka Rp 25 juta," kata Hedi ditemui di rumahnya, Senin (12/5).
Saat itu sudah ada kesepakatan harga. Rencananya SJ dan SH akan mulai menempati pada 2012. Dalam proses ini, SJ dan SH membujuk Evi untuk memberikan sertifikat tanahnya sebagai jaminan sebelum menempati rumah.
"Sertifikat sudah saya serahkan ke SJ dan SH karena kan dia ngasih uang saya kan sebagai untuk kepercayaan karena dia takut saya lari. Jadi buat jaminan karena mau menyerahkan uang Rp 25 juta," kata Evi menambahkan.
Uang kontrakan dibayar dicicil dari Agustus sampai Desember 2011. Dalam rentang waktu itu, Evi dibujuk untuk datang ke kantor notaris di Kalasan, Sleman. Alasan dari SJ dan SH adalah untuk tanda tangan perjanjian mengontrak rumah.
ADVERTISEMENT
"Yang ditandatangani itu saat itu tidak tahu (apa). Setengah kayak digendam atau dipaksa," kata Hedi.
Evi tak boleh membaca surat yang dia tanda tangani. Oleh SH dia disuruh segera menandatangani. Tak ada firasat buruk, bahwa ini awal malapetaka yang dialami Evi dan keluarga.
Seorang guru honorer bernama Hedi Ludiman (49) dan istrinya Evi Fatimah (38) di Sleman jadi korban mafia tanah. Berjuang 12 tahun tapi sertifikat tak kunjung kembali, Senin (12/5/2025). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan

Mei 2012 Bank Datang

Pada Mei 2012, pihak salah satu bank BPR datang ke rumah. Dari situ didapati informasi sertifikat bank tanah dan rumah ini telah diagunkan untuk utang senilai Rp 300 juta dan kreditnya macet.
Namun, saat itu sertifikat masih atas nama Evi. Bank saat itu juga menginformasikan sertifikat tengah dibalik nama.
Setelah itu, pada 1 Juni 2012, Hedi mengecek ke BPN ternyata sertifikat milik istrinya telah beralih ke atas nama SJ.
ADVERTISEMENT

Satu Pelaku Dipidana

Hedi lalu melapor ke Polres Sleman terkait penipuan dan penggelapan. Akhirnya pada 2014, SH berhasil ditangkap polisi. Namun, SJ statusnya masih buron sampai saat ini
SH kemudian disidang di Pengadilan Negeri Sleman dan divonis 9 bulan kurungan penjara.
Dari persidangan itu pula, Hedi mendapati fakta ada kuasa jual hingga akta jual beli (AJB). Selain itu ada pula KTP palsu istrinya yang katanya dilegalisir oleh notaris di Kalasan.
Notaris tersebut kemudian dilaporkan ke Majelis Pengawas Daerah (MPD) notaris. Menurut Hedi di sana notaris tersebut dinyatakan bersalah secara etik.
Hedi kemudian menggugat secara perdata ke Pengadilan Negeri Sleman baik itu SJ dan SH serta pihak bank.
Saat itu putusannya Niet Ontvankelijk Verklaard (NO) atau putusan tidak dapat diterima karena gugatan mengandung cacat formil.
ADVERTISEMENT
Saat itu dia hendak mengajukan banding. Namun pengacaranya pergi. Hedi juga melaporkan bank ke Ditreskrimsus Polda DIY namun SP3.
Meski sudah ada terpidana dalam kasus ini, tetapi sertifikat milik Evi pun tak kembali ke tangannya.
"Tidak ada (putusan sertifikat kembali), kan NO. Pengacara juga lari, saya mencari pengacaranya. Tidak berani kalau banding ini," terangnya.

Sertifikat Diblokir, Lelang Tetap Berjalan

Hedi sempat menunjukkan surat-surat BPN Sleman bahwa sertifikat tanahnya diblokir. Namun ternyata tetap ada lelang oleh bank. Padahal setahu dirinya ketika sertifikat diblokir tak bisa ada lelang.
"Kan diblokir di BPN, ternyata dalam prosesnya dibalik lagi. Dari SJ ke orang bernama RZA," katanya.
Awalnya Hedi tak tahu RZA ini siapa. Setelah dia menelusuri, RZA ini diduga adalah oknum kejaksaan.
ADVERTISEMENT
Kini sertifikat tanah dan bangunan dengan nilai aset sekitar Rp 5 miliar itu tak tahu rimbanya. Padahal tanah ini merupakan tanah warisan.
Harapan Hedi, sertifikat tanah milik istrinya bisa segera kembali. "Harapan saya untuk mengembalikan sertifikat atas nama istri saya," kata bapak tiga orang anak ini.