Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Gus Yahya Respons Jokowi Masuk Nominasi Pemimpin Terkorup: Kampanye Politik
3 Januari 2025 17:20 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Ketua Umum PBNU, Yahya Cholil Staquf menilai masuknya Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) ke dalam nominasi pemimpin negara terkorup versi OCCRP hanya lah kampanye politik. Ia mempertanyakan kredibilitas OCCRP sebagai sebuah NGO.
ADVERTISEMENT
“Jadi memang banyak yang begitu-begitu. Nah, saya kira, sejauh ini saya pribadi melihatnya sebagai bagian dari semacam kampanye politik saja, entah untuk pertarungan apa,” ucapnya di kantor PBNU, Jakarta pada Jumat (3/1).
Yahya menilai, organisasi seperti OCCRP bisa dibuat oleh semua orang yang memiliki biaya.
“Tapi kalau kredibilitas kebenarannya saya kira itu masih bisa, sangat bisa dipertanyakan. Apakah itu kredibel atau tidak?” ujarnya.
“Karena orang siapa saja bisa bikin lembaga apa saja kemudian membuat kampanye dengan cara yang saya kira semua orang bisa asalkan ada biayanya, untuk satu isu apa saja itu bisa,” tambahnya sambil tertawa tipis.
Yahya menyebut jika yang mengeluarkan nominasi tersebut adalah lembaga tribunal seperti pengadilan maka akan menjadi persoalan lain.
ADVERTISEMENT
“Tapi ini NGO ya, saya juga baru dengar ada OCCRP, baru kali ini saya dengar,” tuturnya.
OCCRP atau Organized Crime and Corruption Reporting Project sendiri adalah organisasi jurnalisme investigasi dunia. Ada 5 pemimpin negara yang masuk nominasi tersebut.
"Finalis 2024 untuk Tokoh dalam Kejahatan Terorganisir dan Korupsi Tahun Ini," demikian laporan OCCRP sebagaimana dirilis dari laman resminya, dikutip pada Selasa (31/12).
OCCRP mengumpulkan nominasi dari para pembaca, jurnalis, juri tahun ini, dan pihak lain dalam jaringan global OCCRP.
Finalis yang memperoleh suara terbanyak tahun ini adalah:
Jawaban Jokowi: Sekarang Banyak Sekali Fitnah, Banyak Sekali Framing
ADVERTISEMENT
Sambil tersenyum, Jokowi pun menjawab soal nominasi "tokoh terkorup" itu. "Korupsi apa? Yang dikorupsi apa? Ya dibuktikan, apa," kata Jokowi kepada wartawan di rumah Solo, Selasa (31/12).
"Sekarang banyak sekali fitnah, banyak sekali framing jahat. Banyak sekali tuduhan-tuduhan tanpa ada bukti. Terjadi sekarang ini," ujar Jokowi.
Apakah nominasi itu bermuatan politis? Begini kata Jokowi: "Ya ditanyakan saja. Orang bisa pakai kendaraan apa pun-lah, bisa pakai NGO, bisa pakai partai, ormas, untuk tuduh, untuk framing jahat seperti itu ya," jawab Jokowi.
Penjelasan OCCRP
OCCRP kemudian memberikan penjelasan terkait Jokowi yang masuk nominasi. Dalam keterangannya, OCCRP menjelaskan nama-nama nominasi berasal dari usulan masyarakat dunia.
“Hal ini sudah berjalan selama 13 tahun dan diputuskan oleh tim juri yang berasal dari civil society, akademisi, dan jurnalistik, yang semuanya memiliki pengalaman dalam menginvestigasi korupsi dan kejahatan. Kami menerima lebih dari 55 ribu masukan, termasuk tokoh-tokoh politik terkenal bersama tokoh yang tidak begitu dikenal,” kata OCCRP dikutip dari laman resminya, Jumat (3/1).
ADVERTISEMENT
OCCRP menjelaskan pihaknya tidak memiliki kontrol atas tokoh-tokoh yang masuk nominasi karena nama-nama tersebut berasal dari masyarakat.
“Ini termasuk nominasi mantan Presiden Indonesia Joko Widodo, yang dikenal sebagai Jokowi. OCCRP memasukkan para ‘finalis’ yang mendapat dukungan online terbanyak dan memiliki beberapa dasar untuk dimasukkan [dalam nominasi final],” ujarnya.
OCCRP mengatakan, pihaknya tidak memiliki bukti Jokowi terlibat dalam tindak korupsi untuk keuntungan pribadi selama masa kepemimpinannya.
“Meski demikian, kelompok civil society dan para ahli mengatakan pemerintahan Jokowi secara signifikan melemahkan komisi anti korupsi Indonesia. Jokowi juga secara luas dikritik karena merusak lembaga pemilihan umum dan peradilan Indonesia demi kepentingan ambisi politik putranya, yang kini menjadi wakil presiden di bawah presiden baru Prabowo Subianto.
ADVERTISEMENT
“Para hakim menghargai nominasi masyarakat, tapi dalam beberapa kasus, tidak ada bukti langsung tentang korupsi yang signifikan atau pola pelanggaran yang telah berlangsung lama,” jelasnya lagi.
“Namun, jelas ada persepsi yang kuat di antara masyarakat tentang korupsi dan ini harus menjadi peringatan bagi mereka yang dinominasikan bahwa masyarakat sedang mengawasi dan mereka peduli. Kami juga akan terus mengawasi,” pungkasnya.