Habibie Center: Revisi UU Pilkada Pembangkangan Terhadap Konstitusi

22 Agustus 2024 13:14 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Massa berunjuk rasa tuntut RUU Pilkada di depan gedung DPR, Jakarta, Kamis (22/8). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Massa berunjuk rasa tuntut RUU Pilkada di depan gedung DPR, Jakarta, Kamis (22/8). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Pada tanggal 21 Agustus 2024, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI mengadakan rapat pembahasan revisi UU Pilkada secara cepat dan mendadak. Hal itu merespons keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi No. 60 dan 70.
ADVERTISEMENT
Putusan MK sebenarnya memutuskan batas usia calon kepala daerah dan penetapan threshold bagi partai politik untuk mengajukan calonnya diubah.
Threshold bagi partai politik yang memiliki kursi DPRD sebanyak 20% atau 25% suara di Pileg.
"Sikap DPR RI terhadap keputusan MK ini menunjukkan pembangkangan terhadap konstitusi," demikian pernyataan Habibi Center, Kamis (22/8).
Berikut rilis lengkap The Habibi Center terkait polemik RUU Pilkada:
1. The Habibie Center meyakini bahwa revisi UU Pilkada oleh DPR RI seharusnya bersifat konstitusional dan dapat dipertanggungjawabkan. Sementara itu, revisi UU Pilkada terkait perubahan persyaratan usia calon kepala daerah dan besaran kursi partai politik tidak memiliki dasar-dasar yang dapat diterima secara filosofis, yuridis, dan sosiologis, serta tanpa urgensi yang menekan.
ADVERTISEMENT
2. The Habibie Center meyakini bahwa revisi UU Pilkada oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 60/PUU-XXII/2024 dan No. 70/PUU-XXII/2024 dan merefleksikan pengabaian terhadap Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945.
3. Untuk itu, The Habibie Center menegaskan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi adalah bersifat final dan mengikat bagi semua pihak, sehingga secara tegas menolak revisi UU Pilkada yang bersifat inkonstitusional
4. The Habibie Center meyakini bahwa revisi UU Pilkada oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang inkonstitusional dapat menimbulkan sengketa antar lembaga negara dan ketidakpastian hukum pada penyelenggaraan pemilihan kepala daerah di masa akan datang..