Hadiri Dialog di Paris, Muhammadiyah Bicara Pentingnya Agama Bentuk Moralitas

25 September 2024 11:07 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu'ti  di Paris. Foto: Dok. Muhammadiyah
zoom-in-whitePerbesar
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu'ti di Paris. Foto: Dok. Muhammadiyah
ADVERTISEMENT
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti mewakili Muhammadiyah menghadiri dialog pemimpin delegasi agama internasional Sant’Egidio di Paris pada Minggu-Selasa, (22-24/9). Ada hal-hal menarik yang disampaikannya.
ADVERTISEMENT
Dalam kesempatan tersebut Mu’ti memaparkan "Tantangan Beragama di Kawasan Asia". Mu’ti menyebutkan setelah era kolonialisme, negara-negara Asia telah mencapai kemajuan yang besar. Khususnya dalam berbagai aspek kehidupan, seperti bidang ekonomi, budaya, pendidikan, dan politik.
“Beberapa negara Asia seperti Jepang, Korea Selatan, China, India, Indonesia, Malaysia, dan lainnya telah memainkan peran penting di arena regional dan internasional. Selain kemakmuran ekonominya, negara-negara Asia juga mempertahankan keberlanjutan budaya, agama, dan tradisi mereka,” jelas Mu’ti dalam keterangannya, Rabu (25/9)
Namun, selama dua dekade terakhir, telah terjadi perubahan yang terlihat dalam kehidupan beragama dan sosial, terutama di kalangan generasi muda. Masyarakat Asia, seperti halnya masyarakat di seluruh dunia, percaya bahwa agama adalah hal yang penting dan dibutuhkan dalam hampir semua aspek kehidupan pribadi dan kebahagiaan.
ADVERTISEMENT
Mu’ti kembali menegaskan, meskipun peranannya yang signifikan, umat beragama dan pemimpin agama tidak dapat mengabaikan realitas tentang kecenderungan yang semakin meningkat terkait pelepasan (disengagement) terhadap agama. 
“Agama juga penting dalam membentuk moralitas publik, termasuk dalam pemerintahan dan tata kelola, pelepasan semacam ini dapat menyebabkan hilangnya relevansi agama” tegas Mu’ti.
"Masa depan agama, sampai batas tertentu, bergantung pada kemampuannya untuk menjawab tantangan-tantangan yang ada."
Dalam konteks Asia, Mu'ti menyebut terdapat lima tantangan. Berikut selengkapnya:
ADVERTISEMENT
“Bagaimana agama dapat menjawab tantangan-tantangan ini? Agama perlu direvitalisasi dan disegarkan kembali, tidak hanya sebagai rangkaian ritual dan praktik spiritual, tetapi yang lebih penting sebagai formula untuk menyelesaikan masalah kehidupan nyata," kata dia.
"Penting untuk mengkontekstualisasikan nilai-nilai agama agar relevan dengan pergeseran nilai-nilai kontemporer,” pungkasnya.