Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Haedar Minta Pemerintah Kaji Kebijakan yang Picu Pro Kontra: Tak Turun Marwah
30 Desember 2024 19:33 WIB
ยท
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir mendorong pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan yang pro rakyat. Pemimpin ormas Islam terbesar kedua di Indonesia ini berharap kebijakan pemerintah yang menimbulkan polemik agar ditinjau ulang.
ADVERTISEMENT
"Selalu ada kebijakan-kebijakan yang [menimbulkan] kontroversi kemudian menimbulkan reaksi yang tidak setuju dari masyarakat, berbagai lapisan atau kelompok," kata Haedar di Kantor PP Muhammadiyah, Yogyakarta, Senin (30/12).
"Kita berharap mohon betul kalau ada kebijakan-kebijakan yang sudah [menimbulkan] pro kontra, kemudian banyak yang kontra dari masyarakat, itu ditinjau ulang," pinta Haedar tanpa menyebut kebijakan kontroversial yang dimaksudnya.
Pemerintah Tak Perlu Malu Kaji Ulang
Di tahun 2025, Haedar berpendapat pemerintah tidak perlu malu untuk menarik kebijakan yang banyak ditentang masyarakat.
Pemerintah harus belajar dari periode sebelumnya. Menurutnya, terlalu menghabiskan tenaga untuk kebijakan yang bikin polemik, baik di legislatif maupun eksekutif.
"Pro kontra dan banyak masalahnya banyak penolakannya menurut saya cukup eleganlah punya jiwa kenegarawanan jika mengkoreksi, memperbaikinya. Saya pikir itu langkah baru yang disebut reformasi kebijakan negara," kata Haedar.
Di akhir tahun ini salah satu kebijakan yang mendapat banyak penolakan dari masyarakat adalah kenaikan PPN menjadi 12 persen. Penerapannya dianggap tidak tepat karena kondisi ekonomi yang kurang menguntungkan. Pemerintah didorong mengeluarkan perpu untuk menunda kebijakan itu.
ADVERTISEMENT
Di Yogyakarta, Aliansi Jogja Memanggil telah menggelar aksi menolak kenaikan PPN 12 persen yang mulai diberlakukan per Januari 2025 ini.
Demo juga beberapa kali digelar di Jakarta. Petisi penolakan juga diteken ratusan ribu penanda tangan. Suara kritis juga datang dari media sosial.