Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Haedar Nashir: Kalau Ada yang Alergi Isu Kearaban, Kritis Juga Isu Barat
16 November 2021 15:31 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir, bicara soal pemahaman ekstrem kanan dan kiri yang dianut sebagian kelompok masyarakat, yang jauh dari nilai-nilai kebudayaan bangsa dan Pancasila.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, masyarakat yang alergi dengan isu-isu kearaban, harusnya adil dengan mengkritisi juga isu-isu dari Barat.
"Kalau ada sebagian kelompok bangsa yang begitu alergi pada isu-isu kearaban dengan cara yang tidak adil, maka harus kritis juga terhadap isu-isu barat yang kita kita copy paste tanpa seleksi, seleksinya apa? agama, Pancasila, dan kebudayaan bangsa," ucap Haedar Nashir.
Hal itu disampaikan dalam webinar 'Moderasi Indonesia untuk Indonesia' yang digelar UMY, dikutip dari Youtube UMY, Selasa (16/11).
Haedar berharap kampus-kampus Muhammadiyah memperkuat SDM masyarakat dengan identitas kebangsaan berdasarkan pada agama, Pancasila dan budaya luhur bangsa. "Sehingga Indonesia tidak copy paste dalam membangun karakter dari luar," tutur Guru Besar UMY itu.
Haedar kemudian bicara soal pemahaman moderat dalam beragama yang oleh Muhammadiyah disebut Islam Wasathiyah yaitu pemahaman agama yang adil atau berada di tengah berdasarkan Al-Quran.
ADVERTISEMENT
"Kuncinya bukan pada retorika dan klaim bahwa Indonesia akan menyebarluaskan moderasi ke tingkat dunia dan Indonesia adalah negeri moderat dan Islam rahmatan lil alamin, tapi dimulai kejujuran, kita sendiri moderat," ucapnya.
Begitu juga bagi tokoh-tokoh yang ada di pemerintahan agar berlaku adil dalam memahami agama, tidak ekstrem kiri atau kanan.
"Moderat harus jelas basis nilainya bukan seperti bunglon, bukan beragama seperti bunglon dan tokoh agama termasuk yang di pemerintah, dengan kerendahan hati saya ajak mari pada posisi wasatiyah Islam yang betul-betul wasatiyah bukan wasatiyah yang liberal sekuler maupun wasatiyah yang berbasis pada pandangan agama yang ghulul (berlebih-lebihan)," pungkasnya.