Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.101.0
Haedar Singgung Elite Politik Harus Bunuh Ego Pribadi demi Kemajuan Bangsa
19 April 2025 11:52 WIB
·
waktu baca 3 menit
ADVERTISEMENT
Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir, menyinggung soal pentingnya penyatuan jiwa dan komitmen kebangsaan dalam menghadapi dinamika bangsa Indonesia pasca reformasi.
ADVERTISEMENT
Hal itu disampaikannya dalam sambutan pada acara Halalbihalal Idulfitri 1446 H di Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Sabtu (19/4).
Haedar mengingatkan bahwa silaturahmi tidak hanya menyatukan fisik, tetapi juga jiwa. Ia menekankan pentingnya menyatukan hati, khususnya bagi para tokoh di berbagai lini pemerintahan dan lembaga-lembaga keagamaan.
"Yang ketiga, jiwa. Silaturahmi itu menanamkan kesatuan jiwa kita hati kita. Memang manusia itu beragam. Tuhan menciptakan keragaman. Satu keluarga saja itu tidak bisa secara mutlak itu utuh dan damai selalu ada dinamika. Tetapi patokan dasarnya menyatukan hati menyatukan jiwa itu penting," kata Haedar.
Haedar juga mengutip ayat Al-Qur'an surat Al-Hasyr ayat 14 sebagai peringatan agar tidak terjebak dalam persatuan yang hanya tampak di permukaan, namun rapuh di dalam.
ADVERTISEMENT
"Jangan sampai ada ilustrasi dalam Alquran lahiriyahnya kelihatan bersatu. Lahiriyahnya kelihatan bersama tetapi hatinya bercerai-berai. Bertemu tidak berjumpa. Banyak berjumpa tapi tidak bertemu," tambahnya.
Dalam konteks membangun bangsa, Haedar menekankan pentingnya menjaga komitmen, terutama dari para tokoh bangsa.
"Saya yakin kuncinya di para tokoh-tokoh agama, tokoh bangsa, tokoh di berbagai pemerintahan. Mari kita satukan hati kita untuk membawa Indonesia ini menjadi negara dan bangsa yang sejalan dengan nilai-nilai luhur sekaligus membawa pada kemajuan. Yang dalam bahasa Muhammadiyah negara Pancasila Darul ahdi wa syahadah. Al-ahd itu menjaga komitmen, mari jaga komitmen," ucap dia.
Haedar menyebut bahwa tantangan bangsa semakin banyak dan kompleks. Oleh karena itu, diperlukan jiwa kenegarawanan dan sikap rendah hati untuk mengesampingkan ego pribadi demi kemaslahatan bersama.
ADVERTISEMENT
"Komitmen kenegarawanan, komitmen futuwah, setiap warga bangsa, setiap elite bangsa menyediakan melonggarkan bahkan bila perlu membunuh egonya masing-masing demi menyelesaikan masalah bangsa dan memajukan kehidupan bangsa,” tegasnya.
Salah satu poin penting yang menjadi sorotan Haedar adalah soal jabatan dan harta. Ia menyindir perilaku sebagian pihak yang terus memburu materi dan kekuasaan tanpa pernah merasa cukup.
"Kuncinya adalah jiwa futuwah itu setiap orang harus sudah selesai dengan dirinya. Ketika menjabat Saya yakin soal materi, soal kursi itu kan nisbi, Dan saya yakin kita sudah punya patokan yang baik. Tapi jika ada 1 2 3 4 5 yang tergoda untuk terus memburu materi memburu kursi itu tidak akan pernah ada yang selesai. Bahkan ketika selesai pun merasa tidak cukup dan ketika merasa tidak cukup lalu koridor kebangsaan pun sering tidak kita indahkan,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Ia menilai bahwa keteladanan dari tokoh-tokoh yang telah 'selesai dengan dirinya' perlu diperluas dan dicontoh.
"Di depan saya karena banyak relasinya dengan Muhammadiyah itu insya Allah komitmennya bahkan melebihi takaran. Pak Zul, Pak Mu'ti, Pak Brian, kemudian Pak Anggito, Pak Viva, Mas Fahri, Pak Agus dan semuanya itu sudah selesai dengan dirinya tinggal beramal sholeh untuk membangun bangsa dan negara ini. Kalau gerak keteladanan ini terus meluas sampai ke daerah-daerah wah dahsyat Indonesia itu," ungkapnya.
Haedar juga menepis anggapan bahwa menjadi pemimpin berarti harus hidup susah, sebagaimana idealisasi tokoh-tokoh lama. Menurutnya, yang penting adalah memiliki ambang kecukupan dan tidak terjebak pada sikap berlebih-lebihan.
"Tidak perlu jadi pemimpin itu harus hidup susah. Seperti dulu kan idealisasinya tokoh-tokoh lama itu kan seperti itu. Sederhana itu tidak identik susah. Selesai dengan dirinya itu tidak identik dengan susah dan menyusahkan diri, menyusahkan keluarga, tidak," tandasnya.
ADVERTISEMENT