Hakim MK Ingatkan MK Bisa dan Pernah Ubah Sistem Pemilu di Masa Injury Time

9 Mei 2023 14:35 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat (kanan) berbincang dengan Saldi Isra saat sidang putusan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pemilu Legislatif 2019 di Jakarta, Selasa (6/8). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat (kanan) berbincang dengan Saldi Isra saat sidang putusan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pemilu Legislatif 2019 di Jakarta, Selasa (6/8). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
Mahkamah Konstitusi kembali menggelar sidang gugatan UU Pemilu terkait sistem pemilu proporsional terbuka dengan nomor perkara 114/PUU-XX/2022 di Gedung MK, Jakarta, pada Selasa (9/5).
ADVERTISEMENT
Hakim MK Arief Hidayat mengingatkan sistem pemilu bisa diubah di waktu injury time jelang pelaksaan pemilu. Sebagai contoh, perubahan sistem pemilu dari tertutup menjadi terbuka pada 2008.
"Dulu perubahan dari tertutup menjadi terbuka itu waktunya pendek sekali loh, waktu itu MK waktu itu, saya lupa tahunnya, tapi saya ingat sistemnya masih tertutup oleh Mahkamah dalam waktu relatif pendek jelang pemilu, diubah jadi sistem terbuka," kata Arief.
"Sekarang kasusnya sama, ini mau mendekati proses pemilu sudah injury time ada permohonan yang sudah lama, tapi masuk karena banyak pihak terkait masuk dalam forum judicial review ini sehingga muncul satu fenomena ada concern waktu injury time," jelas Arief.
Guru Besar Undip ini kemudian mempertanyakan keterangan yang disampaikan ahli dari Perludem soal perubahan sistem pemilu merupakan open legal policy.
ADVERTISEMENT
Arief mengingatkan, sistem pemilu di Indonesia berubah dari tertutup menjadi terbuka, berkat putusan MK.
"Perubahan dari tertutup ke terbuka dari MK, tapi sekarang Pak Charles (saksi ahli) menyebut open legal policy, perlu pendapat suara partisipasi publik, apakah sekarang MK tidak boleh memutus itu? Kalau memutus dalam waktu pendek," kata Arief.
Ketua Majelis Hakim Arief Hidayat memimpin sidang uji materi UU KPK di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (8/1/2020). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Meski begitu, Arief memastikan MK bersikap bijak dalam memutus setiap perkara. Namun, ia mengingatkan MK bisa saja memutus gugatan ini dalam waktu singkat.
"Tentunya hakim yang bijaksana tidak mungkin dapat memutus secara gegabah tanpa melihat concern waktu yang sampai injury time. Tapi apakah betul ini open legal policy, sekarang kita tidak boleh (mutus)? Loh dulu yang mutus itu MK bukan pembentuk UU," kata Arief.
ADVERTISEMENT
"Sekarang banyak orang termasuk pihak terkait, ini bicara open legal policy, tapi perlu diingat, itu yang mengubah dari tertutup menjadi terbuka adalah MK. Akhirnya dituangkan dalam berbagai UU untuk Pemilu 2009, 2014 dan 2019," kata Arief.
"Sekarang ada permohonan di 2024 untuk mengubah kembali, pengin dimasukkan karena banyak kelemahan menurut pemohon yang menyangkut proporsional terbuka. Saya dalam sidang lalu sudah bilang apakah tidak mungkin yang baik di sana (tertutup) dipakai yang baik di sini (terbuka), dipakai jadi kita pakai hybrid," kata Arief.
Ilustrasi Surat Suara Pemilu 2019. Foto: ANTARA FOTO/M Agung Rajasa

Para Penggugat

Sistem Pemilu dalam UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 saat ini digugat ke MK oleh 6 orang karena dianggap bertentangan dengan UUD. Mereka adalah:
ADVERTISEMENT
Para pemohon mendalilkan bahwa sistem pemilu proporsional berbasis suara terbanyak, telah dibajak oleh caleg pragmatis yang hanya bermodal popular dan menjual diri tanpa ada ikatan ideologis dengan partai politik.
Akibatnya, saat terpilih menjadi anggota DPR/DPRD seolah-olah bukan mewakili partai politik namun mewakili diri sendiri.