Hakim MK Singgung Pendapat Prabowo soal RI Bubar 2030 di Sidang Gugatan Pemilu

12 April 2023 13:27 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Hakim Konstitusi Arief Hidayat (kanan) berbicara dengan panitera sebelum memimpin Sidang Uji Materi Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Selasa (21/2/2023). Foto: Aditya Pradana Putra/Antara Foto
zoom-in-whitePerbesar
Hakim Konstitusi Arief Hidayat (kanan) berbicara dengan panitera sebelum memimpin Sidang Uji Materi Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Selasa (21/2/2023). Foto: Aditya Pradana Putra/Antara Foto
ADVERTISEMENT
Hakim Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat menyinggung pendapat Prabowo Subianto soal Indonesia bisa bubar di 2030 jika sistem Pemilu tetap seperti sekarang.
ADVERTISEMENT
Pendapat Prabowo itu disinggung Arief saat menanggapi pernyataan saksi ahli pemohon di sidang MK yakni eks Ketua Komnas HAM Prof. Dr. Hafid Abbas.
Agenda sidang hari ini adalah mendengarkan keterangan ahli pihak pemohon. Selain Prof. Dr. Hafid Abbas, ada juga dosen UGM Dr. Mada Sukmajati MPP.
"Kalau membaca keterangan secara teori, saya katakan, Prof Hafid pakai pendapatan sekuensial, itu make different, penjelasan yang make different karena berani katakan dengan menggunakan sistem proporsional terbuka itu, bisa Indonesia terancam bubar dengan banyak kutipan," kata Arief dalam sidang gugatan UU Pemilu terkait sistem pemilu proporsional terbuka dengan nomor perkara 114/PUU-XX/2022 di Gedung MK pada Rabu (12/4).
"Yang dimulai dari data konkret sampai ada pendapat Pak Prabowo yang mengatakan 'kelihatan cukup beralasan jika dikatakan Indonesia sudah tidak ada lagi pada 2030 kalau situasinya kondisinya masih begini dalam sistem politik kita'," ucap Arief.
Prabowo Subianto daftarkan Gerindra untuk Pemilu 2024 di KPU RI. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Arief menuturkan, pernyataan yang telah disampaikan Hafid dalam persidangan ini sangat menarik.
ADVERTISEMENT
"Nah ini menarik sekali. Karena gini, saya kaitkan dengan satu teori gini, pada awal-awal apakah ini, indikasi ini benar? Pada awal-awal MK pada tahun 2008 dengan tahun 2009 pada putusan 22 tahun 2004, kita bersama-sama, parpol, DPR masih menikmati putusan MK dengan proporsional yang terbuka," tutur Arief.
"Kalau menggunakan pendekatan sekuensial, maka itu kita lagi enjoy menggunakan pendekatan itu, sehingga apa yang dihasilkan sungguh menarik dan bagus. Tapi lama-lama pada satu titik ini dengan menggunakan pendekatan sekuensial itu, berubah yang dari begitu naik dan itu diminati publik pada satu titik mengalami diklain pada saat ini sudah diklain bahwa sistem itu sekarang sudah tidak kompatibel lagi dengan situasi perubahan masyarakat," ucap Arief.
ADVERTISEMENT
Arief kemudian mempertanyakan apakah MK tidak masalah jika mengembalikan satu keadaan ke dalam posisi sebelum diubah oleh MK. Misalnya seperti sistem Pemilu dari tertutup yang diubah menjadi terbuka oleh MK dan kini akan dikembalikan menjadi tertutup.
"Apakah MK juga enggak ada masalah kalau mengembalikan satu keadaan, dikembalikan pada posisi kita bisa milih satu sistem yang lebih dapat menjadi dasar," ucap Arief.
(Kiri-kanan) Hakim Konstitusi, Enny Nurbaningsih, Hakim Konstitusi, Anwar Usman dan Hakim Konstitusi, Arief Hidayat saat sidang sengketa Pemilu Legislatif 2019, di Mahkamah Konstitusi,Selasa (9/7). Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Lebih jauh, Arief Hidayat menyinggung adanya pendapat yang menyatakan masalah sistem Pemilu merupakan open legal policy. Artinya, MK tidak mempunyai kewenangan untuk mengubahnya karena sudah merupakan kewenangan pembentuk UU.
Namun, Arief tidak sependapat dengan pernyataan itu.
"Tapi harus diingat, bahwa perubahan itu (sistem Pemilu) dimulai oleh putusan MK nomor 22 dan 24/PUU/VI/2008. Pada waktu itu UU Pemilu masih mengunakan sistem tertutup pada tahun 1999, kemudian sekarang banyak pihak katakan ini open legal policy. Padahal perubahan itu dimulai oleh MK," kata Arief.
ADVERTISEMENT
"Sehingga ada yang katakan, loh dulu yang memulai MK, sekarang kok ada pendapat jangan MK tapi ini open legal policy. Tapi ada yang katakan MK yang memulai ya MK yang mengakhiri kalau tidak baik," ucap Arief.

Pidato Prabowo Indonesia Bubar 2030

Menteri Pertahanan Prabowo Subianto menyampaikan keterangan pers saat meninjau bantuan sepeda motor untuk Babinsa di Grand City Mall, Surabaya, Jawa Timur, Senin (13/2/2023). Foto: Didik Suhartono/Antara Foto
Pidato Prabowo soal Indonesia bisa bubar 2030 itu disampaikan saat Konferensi Nasional dan Temu Kader Partai Gerindra di Sentul, Bogor pada Rabu 18 Oktober 2017. Acara itu dihadiri oleh sekitar 2.500 kader dan pengurus Gerindra.
Namun video pidato Prabowo di acara itu baru ramai dibahas karena diposting ulang di akun Gerindra pada Senin (19/3/2018).
Belakangan diketahui, Prabowo mengutip kajian itu dari novel sains fiksi berjudul 'Ghost Fleet'. Prabowo mengatakan meski sumbernya adalah novel, namun disusun dari kajian ilmiah yang ditulis dua ahli strategi dan intelijen bernama PW Singer dan August Cole.
ADVERTISEMENT
"Begini ya, jadi di luar negeri itu ada skenario writing. Memang bentuknya mungkin novel, tapi yang nulis itu ahli-ahli intelijen strategis. Dibuka dong, baca dong," ucap Prabowo kepada kumparan (kumparan.com) usai mengisi diskusi di Hotel Millenium, Jakarta, Kamis (22/3).
Prabowo mengatakan pidato itu disampaikan agar masyarakat dan pemerintah waspada karena banyak pihak yang iri dengan kekayaan Indonesia. Konteks negara bubar pada 2030 adalah negara dikuasai asing.
"Selalu kita didatangi dan kita dirampok sudah ratusan tahun. Anda belajar sejarah kan, Anda tahu kita pernah dijajah oleh Belanda? Anda tahu kita banyak mati merebut kemerdekaan? Mereka datang ke sini mereka jajah kita, bukan kita jajah mereka. Kenapa mereka jajah kita, karena kita kaya," terangnya.
ADVERTISEMENT
Meski era perang telah berakhir, Prabowo menyebut pihak asing masih menginginkan Indonesia pecah. "Nah, ini masih sekarang masih ada tulisan seperti itu bahwa Indonesia ini oleh sementara ahli masih dianggap tahun 2030 sudah tidak ada lagi," lanjut Prabowo.
"Ini untuk kita waspada, jangan kita anggap enteng ya. Kita ini jangan terlalu lugu gitu loh ya," ucap Prabowo.