Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Walau demikian, salah satu Hakim MK, Wahiduddin Adams, tidak sependapat dengan putusan itu. Hakim Wahiduddin menilai seharusnya gugatan formil UU KPK dalam perkara nomor 79/PUU-XVII/2019 dikabulkan. Sehingga UU KPK hasil revisi batal.
Sebab ia menilai revisi UU KPK sejatinya merupakan pembentukan UU baru yang mengubah KPK secara fundamental. Mulai dari struktur hingga fungsi KPK. Bahkan proses revisi tersebut dilaksanakan secara kilat.
"Perubahan ini sangat nampak sengaja dilakukan dalam jangka waktu yang relatif sangat singkat," ujar Hakim Wahiduddin saat menyampaikan pendapat hukumnya di ruang sidang MK, Jakarta, Selasa (4/5).
Tak hanya itu, Hakim Wahiduddin beranggapan proses revisi UU KPK seakan sengaja dilakukan dalam momentum jelang tuntasnya DPR periode 2014-2019 dan berakhirnya jabatan Presiden Jokowi di periode pertama.
ADVERTISEMENT
"(Proses revisi UU KPK) dilakukan pada momentum yang spesifik, yakni hasil Pilpres dan Pileg telah diketahui dan kemudian mendapat persetujuan bersama antara DPR dan Presiden untuk disahkan Presiden menjadi UU, hanya beberapa hari menjelang berakhirnya masa bakti anggota DPR periode 2014-2019 dan beberapa minggu menjelang berakhirnya pemerintahan Presiden Joko Widodo periode pertama," jelasnya.
Menurut Wahiduddin, pembentukan UU dalam waktu singkat memang tidak secara langsung membuat UU tersebut inkonstitusional. Namun demikian, proses revisi UU KPK yang singkat telah membuat minimnya partisipasi masyarakat.
"Singkatnya waktu pembentukan UU a quo jelas berpengaruh secara signifikan terhadap sangat minimnya partisipasi masyarakat, sangat minimnya masukan yang diberikan oleh masyarakat secara tulus dan berjenjang, dan dari para supporting system yang ada baik dari sisi Presiden maupun DPR, serta sangat minimnya kajian dampak analisis terhadap pihak (khususnya lembaga) yang akan melaksanakan ketentuan UU a quo (in casu KPK)" ucapnya.
ADVERTISEMENT
Sehingga Wahiduddin berpandangan revisi UU tersebut telah membuat disorientasi pengaturan kelembagaan KPK serta upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.