Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Hakim MK: Syarat Usia dan Penampilan Menarik Bentuk Diskriminatif Lowongan Kerja
1 Agustus 2024 12:02 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan pemuda asal Bekasi bernama Leonardo Olefins Hamonangan terkait diskriminasi umur dalam syarat bekerja.
ADVERTISEMENT
Dalam putusannya, MK menilai bahwa syarat usia dalam lowongan pekerjaan bukan merupakan diskriminasi. Namun, ada satu Hakim MK yang berbeda pendapat dengan menilai bahwa syarat umur tersebut adalah diskriminasi.
Permohonan ini terkait uji materi Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan).
Pasal tersebut berbunyi:
"Pemberi kerja yang memerlukan tenaga kerja dapat merekrut sendiri tenaga kerja yang dibutuhkan atau melalui pelaksana penempatan tenaga kerja."
MK menolak gugatan yang diajukan oleh Leonardo tersebut. Putusan diketok MK dalam sidang yang digelar pada Selasa (30/7).
"Mengadili, menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya," bunyi putusan dikutip dari situs MK, Kamis (1/8).
Dalam pertimbangan hukum, Hakim Konstitusi Arief Hidayat menjelaskan, hak asasi manusia dikatakan sebagai tindakan diskriminatif apabila terjadi pembedaan yang didasarkan pada agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, dan keyakinan politik. Dengan kata lain, batasan usia, pengalaman kerja, dan latar belakang pendidikan tidak terkait dengan batasan diskriminasi.
ADVERTISEMENT
“Sehingga menurut Mahkamah tidak terkait dengan diskriminasi dalam mendapatkan pekerjaan,” kata Arief dikutip dari situs MK.
Namun, MK menyatakan bahwa dalam penempatan tenaga kerja harus diatur sedemikian rupa sehingga terpenuhi hak-hak dan perlindungan yang mendasar bagi tenaga kerja. Pada saat yang bersamaan, harus pula mempertimbangkan kebutuhan dunia usaha yang dapat mewujudkan kondisi yang kondusif bagi pengembangan dunia usaha.
Untuk mendukung hal tersebut, maka penempatan tenaga kerja dilaksanakan berdasarkan asas terbuka, bebas, objektif, serta adil dan setara tanpa diskriminasi. Selain itu, juga harus menempatkan tenaga kerja pada jabatan yang tepat sesuai dengan keahlian, keterampilan, bakat, minat, dan kemampuan dengan memperhatikan harkat, martabat, hak asasi, dan perlindungan hukum.
Menurut MK, pemberi kerja yang menentukan syarat tertentu seperti batasan usia, pengalaman kerja, dan latar belakang pendidikan bukanlah merupakan tindakan diskriminatif.
ADVERTISEMENT
“Terlebih, pengaturan mengenai larangan diskriminasi bagi tenaga kerja telah tegas dinyatakan dalam Pasal 5 UU 13/2003,” ujar Arief.
Beda Pendapat Hakim MK Guntur Hamzah
Dalam putusan itu, ada satu Hakim MK yang berbeda pendapat, yakni Guntur Hamzah. Dia berpendapat bahwa MK seharusnya dapat mengabulkan sebagian permohonan tersebut.
Menurut dia, bila dilihat dari segi hukum, pasal yang diuji Leonardo secara umum memang sepertinya tidak memiliki persoalan konstitusionalitas. Namun, jika dilihat lebih dalam, khususnya dari kacamata keadilan, Guntur justru melihat ketentuan dalam pasal tersebut potensial disalahgunakan. Sehingga membutuhkan penegasan karena sangat bias terkait larangan diskriminasi terkait persyaratan pada lowongan pekerjaan.
Menurut Guntur, norma pasal yang digugat itu sangat jelas menimbulkan ketidakpastian hukum bagi para pencari kerja. Khususnya terhadap frasa "merekrut sendiri tenaga kerja yang dibutuhkan” yang sangat diletakkan pada pertimbangan subjektif pemberi kerja, seperti mensyaratkan calon pekerja "berpenampilan menarik" (good looking).
ADVERTISEMENT
Pasal 33 ayat (1) UU Ketenagakerjaan dinilai masuk dalam kategori norma yang tidak jelas/bias yang menimbulkan ketidakpastian hukum. Guntur berpendapat perlu ada penegasan berkaitan dengan diskriminasi apa saja yang tidak ditoleransi dalam lowongan atau penerimaan pekerjaan.
“Saya berpandangan, adanya lowongan pekerjaan yang mensyaratkan adanya usia tertentu memang dapat menghambat masyarakat yang sejatinya memiliki kompetensi dan pengalaman lebih namun terhalang usia. Apalagi, pembatasan demikian tentunya bertentangan dengan prinsip yang selama ini saya pegang teguh dalam memutus perkara di Mahkamah Konstitusi yakni prinsip memberi kesempatan dan menghapus pembatasan (to give opportunity and abolish restriction) secara rasional, adil, dan akuntabel,” jelas Guntur.
Dalam pertimbangannya, Guntur merujuk bahwa UU 13/2002 maupun Konvensi International Labour Organization (ILO) tidak mengatur soal batas maksimum seseorang boleh bekerja.
ADVERTISEMENT
Namun secara faktual, pemberi kerja dinilai kerap menerapkan syarat pekerjaan yang justru membatasi para pencari kerja yang masih berada dalam rentang usia produktif.
Pembatasan syarat pekerjaan yang paling sering dijumpai adalah batasan syarat usia, dan “berpenampilan menarik”.
“Menurut saya, syarat a quo adalah bentuk dari syarat diskriminatif dalam lowongan pekerjaan,” ujar Guntur.
Atas pertimbangan itu, Guntur Hamzah menilai gugatan seharusnya dikabulkan sebagian dengan mengubah Pasal 33 ayat (1) UU Ketenagakerjaan menjadi:
“Pemberi kerja yang memerlukan tenaga kerja dapat merekrut sendiri tenaga kerja yang dibutuhkan atau melalui pelaksana penempatan tenaga kerja dilarang mengumumkan lowongan pekerjaan yang mensyaratkan usia, berpenampilan menarik, ras, warna kulit, jenis kelamin, agama, pandangan politik, kebangsaan atau asal usul keturunan, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan.”
ADVERTISEMENT