Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Hakim MK Tegur Pengacara di Sidang Pilkada Bireun: Alon-alon, Jangan Muter-muter
15 Januari 2025 11:10 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Sengketa Pilkada Kabupaten Bireun menjadi salah satu permohonan yang disidangkan Mahkamah Konstitusi pada hari ini, Rabu (15/1). Dalam sidang tersebut, pengacara pemohon sempat dua kali diingatkan Hakim untuk pelan-pelan dalam membaca permohonan serta tidak berbelit-belit.
ADVERTISEMENT
Sidang pembacaan permohonan itu digelar Panel II MK yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Saldi Isra. Perkara tercatat dengan nomor 12/PHPU. BUP-XXIII/2025 yang dimohonkan oleh Murdani Yusuf dan Abdul Muhaimin selaku calon bupati dan wakil bupati Kabupaten Bireuen.
Melalui kuasa hukumnya, Wahyu Pratama paslon nomor urut 1 itu menggugat hasil penetapan Komisi Independen Aceh (KIP) Kabupaten Bireuen. Hasil penetapan KIP Bireuen menyatakan pasangan nomor urut 3 yakni Mukhlis-Razuardi unggul dengan 55,5 persen suara. Sementara Pemohon mendapat 32,3 persen suara.
Pemohon mendalilkan paslon nomor urut 3 telah melakukan kecurangan secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). Pemohon mendalilkan salah satu kecurangan yakni Termohon dalam hal ini KIP Kabupaten Bireuen membagi-bagikan uang atau money politics.
ADVERTISEMENT
”Adanya upaya money politik oleh termohon secara secara sistematis, terstruktur dan masif Mengakibatkan banyak pemilih dapat menggunakan hak pilihnya,” ujar Kuasa Hukum Pemohon, Wahyu Pratama di Ruang Sidang MK.
Selain itu, Pemohon juga mendalilkan Termohon bahwa telah bertindak tak netral karena saat uji mampu baca Al-Quran sebagai syarat menjadi kepala daerah di Kabupaten Bireuen itu tidak dilakukan secara terbuka. Pemohon juga mendalilkan bahwa kecurangan terjadi oleh Termohon dengan menukar pertanyaan pada saat debat terbuka.
“Bahwa Termohon melakukan pelanggaran saat uji mampu baca Al-Qur'an dengan tidak memakai pengeras suara sesuai tata tertib kesepakatan perwakilan pasangan calon bupati dan wakil bupati Kabupaten Bireuen pada Hari Kamis Tanggal 5 September 2024,” ungkapnya.
Wahyu usai membacakan pokok perkara permohonan kemudian membacakan petitum. Petitum itu pada intinya adalah untuk menyatakan berita acara KIP Kabupaten Bireuen rekapitulasi hasil penghitungan suara tidak sah dan harus dibatalkan. Wahyu juga meminta paslon nomor urut 3 dinyatakan tidak sah dan dilakukan pemungutan suara ulang.
ADVERTISEMENT
‘Memerintahkan Termohon mendiskualifikasi dan mencabut hak Pasangan Calon Nomor Urut 03 yaitu H. Mukhlis, S.T dan - Ir. H. Razuardi, M.T. sebagai calon peserta pasangan calon pilkada dalam pelaksanaan Pemungutan suara ulang Pilkada Kabupaten Bireuen karena terbukti telah melakukan pelanggaran ketentuan Pilkada,” tuturnya.
Setelah membacakan petitum, Saldi menanyakan terkait berapa TPS yang terjadi kecurangan. Wahyu menjawab kecurangan itu menurut permohonannya terjadi di 8 kecamatan, ia menjawab pertanyaan dengan nada bicara yang cepat.
“Sabar dulu, jangan buru-buru pertanyaan saya dijawab ini pelan-pelan ya,” kata Saldi.
“Jadi ada total TPS sebanyak 823 yang masuk ke delapan kecamatan ini majelis lebih dari setengah TPS yang ada di Kabupaten Bireuen itu berjumlah 487 TPS, Majelis,” jawab Kuasa Hukum menjelaskan.
ADVERTISEMENT
“Oke cukup, jangan buru-buru, alon-alon gitu, tau alon-alon, kalau kata orang Indonesia pelan-pelan, kalau kata orang Padang lambe-lambe gitu, lambat-lambat, gak usah buru-buru,” ujar Saldi sambil tersenyum.
Jangan Muter-Muter
Usai pembacaan permohonan itu, Hakim MK Arsul Sani mendalami lebih lanjut dalam salah satu dalil. Dalam pembacaan pokok perkara, Wahyu menyebut KIP Kabupaten Bireuen telah melakukan pelanggaran lantaran merekrut Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Panitia Pemungutan Suara (PPS) yang dekat dengan paslon nomor urut 3.
”Kan saya tanya PPK dan PPS nya itu setelah dipilih dilantik selama proses itu selama menjabat ada perbuatan enggak adil gak? Atau melanggar etik?” tanya Arsul.
Pemohon itu lantas menjawab bahwa ada beberapa yang dilakukan badan ad hoc itu. Namun ia tak merincinya. Sehingga membuat Hakim Konstitusi Asrul merasa jawaban dari Pemohon ini berbelit.
ADVERTISEMENT
“Ini saya sengaja agak tanya ini supaya pemohon lain juga nanti bisa mempelajari kalau ditanya itu harus cepet, kalau anda masuk ke dalam ruangan ini, anda tidak kuasai persoalan yang anda ajukan mesti baca-baca dulu ya,” ujarnya.
“Saya kira itu mesti lain kali harus diperbaiki itu ya. Saya katakan saya pernah duduk di tempat anda dan di tempat pihak terkait jadi harus tahu persis gitu ya kalau kita harus menguasai dan kalau kita itu harus menguasai dan jawabannya harus short and punchy, harus pendek dan menyengat, jangan muter-muter,” sambungnya.