Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Hakim Perintahkan Aset Helena Lim Dikembalikan, Kejagung: Kami Kaji
31 Desember 2024 14:55 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) menyatakan akan mengkaji putusan pengadilan yang memerintahkan pengembalian aset Helena Lim, terdakwa kasus dugaan tindak pidana korupsi komoditas timah.
ADVERTISEMENT
Kejagung punya waktu tujuh hari untuk mengkaji hal tersebut. Kemudian menentukan apakah akan mengajukan banding atau tidak.
"Helena Lim itu kan baru diputus kemarin kita masih punya waktu 7 hari menurut KUHAP. Menurut hukum acara. Nah, jadi jangan dikira bahwa 7 hari itu kami tidak mendalami itulah fungsinya KUHAP memberi waktu kepada para pihak untuk pikir-pikir,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar saat diwawancarai di Gedung Kejaksaan, Jakarta Selatan, Selasa (31/12).
Harli menjelaskan, masa pikir-pikir selama 7 hari digunakan sebagai ruang untuk menganalisis putusan secara mendalam.
"Sesungguhnya pikir-pikir itu bukan karena kebimbangan, bukan, tapi kita menganalisa, menganalisis. karena yang ada di jaksa itu kan catatan persidangan. lalu dilihat, dicatat apa pertimbangan-pertimbangan yang disampaikan oleh pengadilan," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Kejagung juga akan meneliti dasar pengadilan yang memerintahkan pengembalian aset kepada Helena Lim.
"Jaksa itu akan melakukan penelitian pengecekan lebih awal. Nah, kita punya dokumen terkait itu maka disita. Lalu kenapa pengadilan harus mengembalikan yang bersangkutan apa pertimbangannya? dalam waktu 7 hari ini lah jaksa itu berpikir-pikir menggunakan hak itu tetapi juga kita sekaligus menganalisis nanti bagaimana sikap lanjutannya itu tadi," tambah Harli.
Ketika ditanya soal kewajaran pengembalian aset, Harli menyebutkan bahwa hal tersebut masih dalam kajian jaksa penuntut umum.
"Itu yang sedang dikaji oleh penuntut umum," ujarnya.
Pengembalian Aset Sitaan
Dalam pertimbangannya, hakim memerintahkan kepada jaksa penuntut umum (JPU) untuk mengembalikan sejumlah aset yang disita dari Helena Lim. Aset yang diminta dikembalikan yakni merupakan yang bukan terkait dengan kasus.
ADVERTISEMENT
"Terhadap barang bukti yang telah diajukan di persidangan oleh PU di depan persidangan, dan telah dibenarkan oleh para saksi, terdakwa, dan telah berkesesuaian dengan perkara a quo, maka majelis hakim tentukan statusnya sebagian dikembalikan kepada paling berhak, dan sebagian tetap terlampir di berkas perkara, dan sebagian dikembalikan kepada PU untuk diperlukan dalam perkara lain," kata hakim dalam putusannya di PN Tipikor, Senin (30/12) kemarin.
Menurut hakim, aset yang dikembalikan itu merupakan yang disita oleh jaksa sebelum atau sesudah kasus terjadi. Sehingga dinilai tidak ada kaitannya dengan perkara.
"Yang tidak ada kaitannya dengan tindak pidana yang dituduhkan kepada terdakwa Helena," kata dia.
"Dapat disimpulkan bahwa segenap aset yang disita tersebut tidak memenuhi satu pun syarat penyitaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 Ayat 1 KUHAP. Sehingga sudah sepatutnya aset tersebut dinyatakan demi hukum tidak dapat disita untuk perkara a quo," sambungnya.
ADVERTISEMENT
Vonis Helena Lim
Helena Lim divonis lima tahun penjara terkait kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah. Helena juga dihukum pidana denda sebesar Rp 750 juta serta uang pengganti sejumlah Rp 900 juta.
Helena Lim dinilai terbukti melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 56 ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU juncto Pasal 56 ke-1 KUHP.
Vonis itu lebih rendah dibandingkan dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU). Sebelumnya, Helena dituntut pidana penjara 8 tahun, denda sebesar Rp 1 miliar subsider 1 tahun kurungan, serta uang pengganti sebesar Rp 210 miliar.
Dalam kasus ini, Helena merupakan pemilik perusahaan money changer PT Quantum Skyline Exchange (QSE). Melalui perusahaan itu, ia disebut berperan menampung dana pengamanan yang telah dikumpulkan Harvey Moeis selaku perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT).
ADVERTISEMENT
Dana pengamanan itu dihimpun Harvey dari perusahaan smelter yang melakukan penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah. Para perusahaan smelter itu, yakni CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Internusa.
Harvey menutupi pengumpulan uang pengamanan itu dengan kedok dana corporate social responsibility (CSR) yang bernilai 500 hingga 750 USD per metrik ton. Perbuatan itu diduga dilakukan dengan bantuan Helena Lim.
Helena yang menghimpun dana dalam bentuk Rupiah itu, kemudian menukarkannya ke dalam mata uang Dolar Amerika Serikat dengan total 30 juta USD. Lalu, uang tersebut diserahkan dalam bentuk tunai kepada Harvey secara bertahap melalui kurir PT QSE.
Atas penukaran tersebut, Helena diyakini hakim menerima keuntungan hingga Rp 900 juta. Keuntungan yang didapatnya dari kasus korupsi timah diduga digunakan untuk kepentingan pribadi. Mulai dari membeli rumah, mobil, hingga 29 tas mewah.
ADVERTISEMENT