Hakim PN Demak Tolak Restorative Justice Kakek Kasmito, Sidang Tetap Lanjut

25 Oktober 2021 18:06 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana sidang pertama kasus Kasmito di PN Demak yang dilakukan secara daring.  Foto: Intan Khansa/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Suasana sidang pertama kasus Kasmito di PN Demak yang dilakukan secara daring. Foto: Intan Khansa/kumparan
ADVERTISEMENT
Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Demak menolak restorative justice (pendekatan keadilan dengan cara bermusyawarah/kekeluargaan untuk mencapai kesepakatan di antara para pihak) yang diajukan tim kuasa hukum kakek Kasmito. Kasmito merupakan tersangka kasus penganiayaan kepada seorang pencuri ikan bernama Marjani.
ADVERTISEMENT
Restorative justice (RJ) itu diajukan sebelum jaksa penuntut umum membacakan dakwaan dalam sidang perdana perkara penganiayaan di Pengadilan Negeri (PN) Demak, Jawa Tengah, Senin (25/10).
Kakek 74 tahun itu menjadi pesakitan di dalam bui usai melakukan penganiayaan berat kepada Marjani pada 7 September 2021.
Dalam sidang perdana, kuasa hukum Kasmito, Haryanto, meminta sidang tidak dilanjutkan. Ia berniat mengajukan restorative justice untuk Mbah Minto.
"Melihat kondisi Mbah Minto secara khusus dan dari pihak korban meminta diadakannya perdamaian, maka mohon dengan sangat majelis hakim mau membuka RJ dalam perkara ini," kata Haryanto.
Namun, majelis hakim yang dipimpin oleh Muhammad Deny Firdaus mengatakan tidak semua perkara bisa dilakukan restorative justice. Apalagi, permohonan ini dilakukan secara lisan, belum melalui dokumen tertulis.
ADVERTISEMENT
"Majelis hakim melihat restorative justice itu dalam perkara tertentu, kami sudah melakukan pendataan tapi adakah permohonannya secara tertulis? Restorative justice ada prosedur, kita pelajari dulu, enggak serta merta," kata Deny.
Dengan penolakan itu, sidang pertama kasus penganiayaan Mbah Minto tetap dilanjutkan. Jaksa lantas membacakan dakwaan.
Usai sidang, kuasa hukum Kasmito menegaskan, akan tetap mengupayakan adanya restorative justice dari pengadilan.
Sebab kedua belah pihak baik korban atas nama Marjani dan terdakwa telah sepakat untuk berdamai.
"Pihak korban dari Saudara M dengan Mbah Minto bersepakat kita saling memaafkan karena RJ kan syaratnya saling memaafkan. Kita ajukan secara lisan tapi majelis hakim minta untuk dilakukan secara tertulis kita akan upayakan meski sudah dibacakan dakwaan," ucap dia.
Kasmito, kakek yang dipenjara karena bacok maling di Demak. Foto: Dok. Istimewa

Sekilas Kasus Kakek Kasmito

Kasus kakek Kasmito ini menyedot perhatian. Musababnya, dia ditahan usai berupaya membela diri setelah membacok Marjani. Marjani pada saat itu hendak mencuri ikan di kolam ternak milik Suhadak di Desa Pasir, Kecamatan Mijen.
ADVERTISEMENT
Pada saat itu, Marjani sudah menyiapkan sejumlah alat untuk mencuri ikan. Di antaranya adalah alat setrum dan aki serta sejumlah kabel.
Aksi Marjani itu ketahuan oleh Kasmito. Kasmito kemudian menegur, tetapi Marjani malah hendak menyerang kakek tua itu dengan setrum listrik yang dibawanya.
Kasmito masuk ke dalam gubuknya dan mengambil arit untuk melindungi diri. Dia kemudian mengayunkan aritnya ke arah leher kiri dan bahu sebelah kanan Marjani.
Sementara itu, Kabid Humas Polda Jawa Tengah Kombes Pol M Iqbal mengatakan, kasus itu berawal saat Marjani berpamitan ke keluarga untuk mencari ikan. Namun, tiba-tiba, keluarga mendapat kabar Marjani dibacok saat mencari ikan.
“Pada 7 September 2021 korban Marjani berpamitan ke keluarga mencari ikan. Kemudian sekitar pukul 20.00 WIB, keluarga dapat kabar luka-luka dibacok,” kata Iqbal.
ADVERTISEMENT
Iqbal menyebut, adik korban lalu melaporkan kasus itu ke kepolisian dan akhirnya pelaku yang merupakan kakek tersebut ditangkap.
Iqbal menambahkan, proses BAP untuk Kasmito dan pelaku pencurian sudah dilakukan penyidik. Keterangan keduanya sama. Sesuai dengan laporan, kasus penganiyaan dan pencurian berdiri sendiri.
Iqbal menyebut, terungkapnya alasan kakek membacok korban karena ingin mencuri, setelah munculnya laporan baru pada 11 Oktober lalu. Sehingga polisi tak bisa menerapkan diskresi lantaran kasus sudah dipegang di Kejaksaan.