Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Hakim Tak Hukum Eks Dirut Timah Bayar Uang Ganti Kerugian Negara, Kenapa?
30 Desember 2024 19:57 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta tidak membebankan eks Direktur Utama PT Timah Tbk Mochtar Riza Pahlevi dan eks Direktur Keuangan PT Timah Tbk Emil Ermindra untuk membayar uang pengganti masing-masing sebesar Rp 493.399.704.345 atau sekitar Rp 493,3 miliar sebagaimana dakwaan jaksa.
ADVERTISEMENT
Dalam vonisnya, keduanya masing-masing dihukum pidana penjara 8 tahun dan dijatuhi pidana denda sejumlah Rp 750 juta. Dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.
Sebelumnya, dalam tuntutan jaksa penuntut umum (JPU), keduanya masing-masing dituntut pidana penjara selama 12 tahun. Mereka juga dituntut membayar denda Rp 1 miliar subsider 1 tahun kurungan dan membayar uang pengganti sebesar Rp 493,3 miliar subsider penjara 6 tahun.
Akan tetapi, dalam putusannya, Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh menyatakan tak sepakat dengan pembebanan uang pengganti tersebut terhadap Mochtar Riza dan Emil Ermindra.
“Kepada Terdakwa Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dan Emil Ermindra tidak dibebankan untuk membayar uang pengganti tersebut,” kata Hakim Rianto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (30/12).
ADVERTISEMENT
Majelis Hakim menyatakan, masing-masing keduanya tidak terbukti memperoleh keuntungan atau turut diperkaya dalam kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah.
Adapun beban uang pengganti yang dituntut jaksa itu mengacu pada aliran dana Rp 986.799.408.690 dari PT Timah Tbk ke CV Salsabila Utama dalam keperluan pembelian bijih timah. Padahal, bijih itu bersumber dari wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk sendiri.
Hakim Pontoh menyebut, Pasal 18 Ayat (1) Huruf b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyatakan uang pengganti dibebankan sesuai harta benda yang diterima dari korupsi.
“Dan sesuai fakta hukum persidangan, Terdakwa Mochtar Riza Pahlevi tidak memperoleh dari hasil tindak pidana korupsi,” ucap Hakim Pontoh.
"Maka demikian, kepada terdakwa Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dan Emil Ermindra tidak dibebankan untuk membayar uang pengganti tersebut," pungkas Hakim Pontoh.
ADVERTISEMENT
Peran Terdakwa
Dalam kasus ini, Mochtar Riza didakwa telah mengakomodasi kegiatan penambangan timah ilegal di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah yang merugikan keuangan negara senilai Rp 300 triliun.
Kegiatan penambangan ilegal dimaksud dilakukan oleh lima smelter swasta, yakni: PT Refined Bangka Tin (RBT), CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Inter Nusa.
Mochtar mengakomodasi kegiatan penambangan ilegal bersama-sama dengan Direktur Keuangan PT Timah periode 2016-2020 Emil Ermindra serta Direktur Operasi dan Produksi PT Timah periode 2017-2020 Alwin Albar.
Awalnya Mochtar bersama-sama dengan Emil dan Alwin melaksanakan kerja sama antara PT Timah dengan sejumlah mitra jasa penambangan (pemilik izin usaha jasa pertambangan/IUJP) yang diketahui melakukan penambangan ilegal dan/atau menampung hasil penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah.
ADVERTISEMENT
Kemudian, mereka membuat dan melaksanakan program pengamanan aset cadangan bijih timah di wilayah IUP PT Timah. Dalam pelaksanaannya, PT Timah membeli bijih timah dari para penambang ilegal yang melakukan penambangan di wilayahnya sendiri.
Setelah itu, Mochtar bersama-sama dengan Emil dan Tetian Wahyudi mengatur pembelian biji timah dari penambang ilegal di wilayah IUP PT Timah menggunakan CV Salsabila Utama, yang merupakan perusahaan yang dikendalikan oleh Emil bersama-sama dengan Mochtar dan Tetian untuk mendapatkan keuntungan pribadi.
Mochtar bersama-sama Alwin pun melakukan pembayaran bijih timah sebanyak 5 persen dari kuota ekspor bijih timah kepada perusahaan smelter swasta yang diketahui telah melakukan penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah dan pencatatannya direkayasa seolah-olah merupakan hasil produksi dari Program Sisa Hasil Pengolahan (SHP) PT Timah.
ADVERTISEMENT
Lalu, Mochtar bersama-sama dengan Emil dan Alwin melakukan sejumlah pertemuan dengan pemilik lima smelter swasta untuk mengadakan kerja sama sewa peralatan processing (pengolahan) penglogaman timah yang bertujuan mengakomodir kepentingan beberapa pemilik smelter swasta.
JPU menyebutkan Mochtar selanjutnya bersama-sama dengan Emil, Alwin, dan Harvey Moeis selaku perpanjangan tangan PT RBT menyepakati harga sewa peralatan pengolahan untuk penglogaman timah sebesar 4 ribu dolar Amerika Serikat (AS) per ton untuk PT RBT dan 3.700 dolar AS per ton untuk empat smelter lainnya tanpa kajian atau feasibility study (studi kelayakan) dengan kajian dibuat tanggal mundur.
Hal tersebut merugikan negara hingga Rp 300 triliun dan menguntungkan sejumlah pihak. Perusahaan CV Salsabila Utama yang dikuasai Mochtar, Emil, dan Alwin, ini pula mendapatkan keuntungan yang fantastis mencapai Rp 986.799.408.690.
ADVERTISEMENT