Hakim Tolak Tuntutan Mati Heru Hidayat, Ini Alasannya

18 Januari 2022 21:18 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Terdakwa kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asuransi Jiwasraya Heru Hidayat (kedua kanan) menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (30/7). Foto: Aprillio Akbar/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Terdakwa kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asuransi Jiwasraya Heru Hidayat (kedua kanan) menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (30/7). Foto: Aprillio Akbar/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Heru Hidayat terbukti bersalah melakukan korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi PT ASABRI serta pencucian uang. Namun tidak ada vonis pidana penjara yang dijatuhkan hakim kepada Heru Hidayat.
ADVERTISEMENT
Hakim menjatuhkan vonis nihil kepada Heru Hidayat. Sebab, Heru Hidayat sudah divonis penjara seumur hidup dalam perkara yang lain, yakni kasus korupsi Jiwasraya.
Vonis tersebut berbeda dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung yang menuntut agar Heru Hidayat dijatuhi hukuman mati.
Majelis hakim yang terdiri Ignatius Eko Purwanto, Saifuddin Zuhri, Rosmina, Ali Muhtarom, Mulyono Dwi Purwanto menegaskan tidak setuju dengan tuntutan hukuman mati terhadap Heru Hidayat.
"Majelis hakim tidak sependapat dengan penjatuhan hukuman mati yang dituntut penuntut umum karena penuntut umum telah melanggar azas penuntutan karena menuntut di luar pasal yang didakwakan," kata hakim anggota Ali Muhtarom dikutip dari Antara, Selasa (18/1).
Meski demikian, hakim menegaskan bahwa dalam perkara ASABRI ini, Heru Hidayat terbukti bersalah dalam dua dakwaan.
ADVERTISEMENT
Sejumlah terdakwa kasus dugaan korupsi Asabri mengikuti sidang perdana di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (16/8/2021). Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Pertama, melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Kedua, Pasal 3 UU RI No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Sementara pasal yang mengatur soal pidana mati terdapat dalam Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor yang tidak masuk dalam dakwaan jaksa.
Alasan kedua majelis hakim menolak menjatuhkan hukuman mati adalah bahwa penuntut umum tidak membuktikan kondisi-kondisi tertentu penggunaan dana yang dilakukan Heru Hidayat saat melakukan tindak pidana korupsi.
Merujuk pada Pasal a ayat (2) tersebut, ancaman hukuman mati dapat diterapkan dalam keadaan tertentu. Sementara dalam bagian penjelasan, yang dimaksud dengan "keadaan tertentu" dalam ketentuan ini dimaksudkan sebagai pemberatan bagi pelaku tindak pidana korupsi apabila tindak pidana tersebut dilakukan pada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan undang-undang yang berlaku, pada waktu terjadi bencana alam nasional, sebagai pengulangan tindak pidana korupsi, atau pada waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter.
ADVERTISEMENT
"Alasan ketiga, berdasarkan fakta di persidangan terbukti terdakwa melakukan tindak pidana korupsi saat situasi aman. Alasan keempat, terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara pengulangan sehingga beralasan untuk mengesampingkan tuntutan hukuman mati," tambah hakim anggota Ali Muhtarom.
Dalam perkara ini, perbuatan Heru Hidayat bersama 7 orang terdakwa lainnya telah menyebabkan kerugian negara senilai total Rp 22,788 triliun berdasarkan hasil audit BPK.
Meski tidak divonis pidana penjara, Heru Hidayat dihukum kewajiban membayar uang pengganti senilai Rp 12,643 triliun dikurangi dengan aset-aset yang sudah disita. Bila tidak dibayar, harta bendanya akan disita untuk membayar uang pengganti tersebut.