Hakim: Tuntutan 12 Tahun Penjara untuk Harvey Moeis Terlalu Berat

23 Desember 2024 16:42 WIB
ยท
waktu baca 5 menit
comment
8
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Terdakwa kasus dugaan korupsi Harvey Moeis mendengarkan keterangan saksi secara daring saat menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (21/11/2024). Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Terdakwa kasus dugaan korupsi Harvey Moeis mendengarkan keterangan saksi secara daring saat menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (21/11/2024). Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis 6,5 tahun penjara kepada Harvey Moeis. Vonis itu jauh lebih ringan dibanding tuntutan jaksa 12 tahun penjara.
ADVERTISEMENT
Ketua Majelis Hakim, Eko Aryanto, menilai tuntutan terhadap suami Sandra Dewi itu terlalu berat dibandingkan dengan kesalahannya sebagaimana kronologis perkara kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah.
"Menimbang bahwa tuntunan pidana penjara selama 12 tahun kepada terdakwa Harvey Moeis, Majelis Hakim mempertimbangkan tuntunan pidana penjara tersebut terlalu berat jika dibandingkan dengan kesalahan Terdakwa sebagaimana kronologis perkara," ujar Hakim Eko dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (23/12).
Majelis Hakim mengungkapkan, mulanya Harvey Moeis terkait dalam usaha atau bisnis timah berawal dari kondisi pada PT Timah Tbk selaku pemegang IUP, penambangan timah di wilayah Bangka Belitung sedang berusaha untuk meningkatkan produksi timah dan penjualan ekspor timah.
Sementara itu, di lain pihak, terdapat perusahaan smelter swasta di Bangka Belitung yang juga tengah berusaha meningkatkan produksinya. Adapun salah satu smelter swasta tersebut adalah PT Refined Bangka Tin (RBT).
ADVERTISEMENT
Dalam kaitannya dengan PT RBT itu, lanjut Hakim Eko, Harvey Moeis hanya tampil mewakili perusahaan tersebut.
"Bahwa terdakwa apabila dikaitkan dengan PT RBT, jika ada pertemuan dengan PT Timah Tbk, Terdakwa tampil mewakili dan atas nama PT RBT," kata Hakim Eko.
"Namun, Terdakwa tidak termasuk dalam struktur pengurus PT RBT, Terdakwa tidak masuk komisaris, tidak masuk dalam direksi, serta bukan pemegang saham," ungkapnya.
Majelis Hakim mengungkapkan bahwa hal itu dilakukan Harvey lantaran hanya bermaksud membantu temannya yaitu Direktur Utama PT RBT, Suparta, yang juga menjadi terdakwa dalam kasus ini.
Bantuan itu dilakukannya karena disebut memiliki pengalaman mengelola usaha tambang batu bara di Kalimantan.
"Bahwa Terdakwa bukan pengurus perseroan PT RBT, sehingga Terdakwa bukan pembuat keputusan kerja sama antara PT Timah Tbk dan PT RBT. Begitu pula Terdakwa tidak mengetahui administrasi dan keuangan baik pada PT RBT dan PT Timah Tbk," papar Hakim Eko.
ADVERTISEMENT
"Bahwa dengan keadaan tersebut, Terdakwa tidak berperan besar dalam hubungan kerja sama peleburan timah antara PT Timah Tbk dan PT RBT maupun dengan para pengusaha smelter peleburan timah lainnya yang menjalin kerja sama dengan PT Timah Tbk," imbuhnya.
Lebih lanjut, Majelis Hakim juga menjelaskan bahwa PT Timah Tbk dan PT RBT bukan penambang ilegal, karena disebut memiliki izin usaha pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP).
Menurut Majelis Hakim, pihak yang melakukan penambangan ilegal adalah masyarakat yang jumlahnya mencapai ribuan orang.
Oleh karena pertimbangan tersebut, Majelis Hakim pun menilai bahwa hukuman terhadap Harvey Moeis perlu dikurangi dibanding tuntutan jaksa. Termasuk juga untuk dua terdakwa lain dalam kasus ini, yakni Direktur Utama PT RBT Suparta dan Direktur Pengembangan Usaha PT RBT Reza Andriyansyah.
ADVERTISEMENT
"Menimbang bahwa berdasarkan fakta tersebut, sehingga Majelis Hakim berpendapat tuntutan pidana penjara yang diajukan penuntut umum terhadap tiga terdakwa, Harvey Moeis, Suparta, Reza terlalu tinggi dan harus dikurangi," pungkas Hakim Eko.
Adapun dalam kasus ini, Harvey Moeis divonis 6,5 tahun penjara dan denda sebesar Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Ia juga dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp 210 miliar subsider 2 tahun penjara.
Sementara itu, Suparta divonis 8 tahun penjara dan denda sebesar Rp 1 miliar subsider 6 bulan penjara. Suparta juga dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp 4,57 triliun subsider 6 tahun penjara.
Sebelumnya, Suparta dituntut pidana penjara selama 14 tahun, pidana denda Rp1 miliar subsider 1 tahun kurungan, dan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti senilai Rp 4,57 triliun subsider pidana penjara selama 8 tahun.
ADVERTISEMENT
Kemudian, Reza dijatuhi hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp 750 juta subsider 3 bulan kurungan. Vonis ini juga lebih rendah dibandingkan tuntutan jaksa, yang menuntut Reza 8 tahun penjara dan pidana denda sebesar Rp 750 juta subsider pidana kurungan selama 6 bulan.
Dalam kasus tersebut, Harvey Moeis didakwa menerima uang Rp 420 miliar bersama Manajer PT Quantum Skyline Exchange (QSE) Helena Lim, sementara Suparta didakwa menerima aliran dana sebesar Rp 4,57 triliun dari kasus yang merugikan keuangan negara hingga Rp 300 triliun itu.
Suparta dan Reza bersama Harvey Moeis bersekongkol membuat perusahaan boneka seolah jasa mitra PT Timah. Padahal, perusahaan boneka itu mengumpulkan bijih timah hasil penambangan liar di wilayah IUP PT Timah.
ADVERTISEMENT
Melalui perusahaan boneka itu, Suparta dkk diduga menjual bijih timah hasil pertambangan ilegal itu kepada PT Timah. Transaksi pembelian bijih timah antara PT RBT dengan PT Timah diduga dilakukan menggunakan cek kosong.
Untuk mengolah bijih timah tersebut, PT Timah menyepakati kerja sama sewa peralatan dengan PT RBT. Reza dkk mengetahui adanya kelebihan bayar yang dilakukan PT Timah.
Harvey dan Helena juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari dana yang diterima. TPPU dilakukan Harvey dengan menggunakan sebagian uang biaya pengamanan peralatan processing (pengolahan) penglogaman timah sebesar 500 dolar Amerika Serikat (AS) sampai 750 dolar AS per ton dari empat smelter swasta untuk kepentingan pribadinya.
Keempat smelter dimaksud, yakni CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Inter Nusa.
ADVERTISEMENT
Biaya pengamanan dari keempat smelter seolah-olah dicatat sebagai biaya Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) dari masing-masing perusahaan yang dikelola oleh Harvey atas nama PT RBT.
Uang yang sudah diterima oleh Harvey sebagian diserahkan kepada Suparta untuk operasional perusahaan dan sebagian lainnya digunakan oleh Harvey untuk kepentingan pribadi.
Kepentingan pribadi dimaksud, di antaranya guna membeli tanah, rumah mewah di beberapa lokasi, mobil mewah dengan nama orang lain atau perusahaan orang lain, membayar sewa rumah di Australia, hingga membelikan 88 tas mewah dan 141 perhiasan mewah untuk sang istri.