Hal Meringankan dalam Vonis Helena Lim: Sopan, Jadi Tulang Punggung Keluarga

30 Desember 2024 19:46 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
Terdakwa kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022 Helena Lim bersiap menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (18/12/2024).  Foto: Dhemas Reviyanto/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Terdakwa kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022 Helena Lim bersiap menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (18/12/2024). Foto: Dhemas Reviyanto/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Crazy rich PIK, Helena Lim, divonis 5 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta terkait kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah yang merugikan negara Rp 300 triliun.
ADVERTISEMENT
Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim turut menyampaikan hal memberatkan dan meringankan dalam menjatuhkan vonis 5 tahun itu.
"Hal memberatkan: perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam rangka penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN)," ujar Hakim membacakan pertimbangannya dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (30/12).
Untuk hal meringankan, Hakim menyebutkan ada 4 poin pertimbangan bagi Helena, yakni:
Selain pidana 5 tahun penjara, Helena juga dihukum pidana denda sebesar Rp 750 juta, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.
Tak hanya itu, Majelis Hakim juga memvonis Helena untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 900 juta subsider pidana penjara selama 1 tahun.
ADVERTISEMENT
Vonis itu lebih rendah dibandingkan dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU). Sebelumnya, Helena dituntut pidana penjara 8 tahun, denda sebesar Rp 1 miliar subsider 1 tahun kurungan, serta uang pengganti sebesar Rp 210 miliar.
Akibat perbuatannya, Majelis Hakim menilai Helena Lim melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 56 ke-2 KUHP dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU juncto Pasal 56 ke-1 KUHP.
Dalam kasus ini, Helena merupakan pemilik perusahaan money changer PT Quantum Skyline Exchange (QSE). Melalui perusahaan itu, ia disebut berperan menampung dana pengamanan yang telah dikumpulkan Harvey Moeis selaku perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT).
ADVERTISEMENT
Dana pengamanan itu dihimpun Harvey dari perusahaan smelter yang melakukan penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah. Para perusahaan smelter itu, yakni CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Internusa.
Harvey menutupi pengumpulan uang pengamanan itu dengan kedok dana corporate social responsibility (CSR) yang bernilai 500 hingga 750 USD per metrik ton. Perbuatan itu diduga dilakukan dengan bantuan Helena Lim.
Helena yang menghimpun dana dalam bentuk Rupiah itu, kemudian menukarkannya ke dalam mata uang Dolar Amerika Serikat dengan total 30 juta USD. Lalu, uang tersebut diserahkan dalam bentuk tunai kepada Harvey secara bertahap melalui kurir PT QSE.
Atas penukaran tersebut, Helena diyakini hakim menerima keuntungan hingga Rp 900 juta.
ADVERTISEMENT
Keuntungan yang didapatnya dari kasus korupsi timah diduga digunakan untuk kepentingan pribadi. Mulai dari membeli rumah, mobil, hingga 29 tas mewah.