Hamdan Zoelva: Prabowo Kuasai 500 Ribu Ha saat Mayoritas Petani Tak Punya Lahan

13 Januari 2024 15:14 WIB
·
waktu baca 3 menit
Ketua Dewan Pakar Timnas AMIN Hamdan Zoelva berbicara saat diskusi dengan tema 'Mengapa Demokrasi Tak Boleh Mati di Jakarta?' di Jalan Dipenogoro No 10, Jakarta, Kamis (7/12/2023). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Dewan Pakar Timnas AMIN Hamdan Zoelva berbicara saat diskusi dengan tema 'Mengapa Demokrasi Tak Boleh Mati di Jakarta?' di Jalan Dipenogoro No 10, Jakarta, Kamis (7/12/2023). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Ketua Mahkamah Konstitusi 2013-2015 Prof. Dr. Hamdan Zoelva mengungkapkan, selama ini telah terjadi ketimpangan lahan yang ekstrem di Indonesia. Mayoritas lahan dikuasai oleh elite. Padahal, masih banyak petani gurem yang hanya mengolah sawah dengan luas lahan yang sangat kecil.
ADVERTISEMENT
“Pak Prabowo termasuk, bagian kecil dari rakyat Indonesia yang mendapatkan kenikmatan kemerdekaan yang luar biasa dengan memiliki 500 ribu hektare tanah. Sementara, rata-rata petani-petani kecil, menguasai tanah seluas 0,5 hektare. Ini petani-petani kecil. Belum lagi masih banyak sekali yang belum memiliki tanah [hanya sebagai petani penggarap]. Hanya menempati tanah pinjaman,” ungkap Hamdan Zoelva dalam diskusi yang digelar BersamaIndonesia di Jakarta Pusat, Jumat (12/1) malam.
Kendati Prabowo menyebut bahwa 500.000 hektare lahan tersebut merupakan Hak Guna Usaha (HGU) yang dimiliki negara, Ketua Dewan Pakar Timnas AMIN Hamdan Zoelva menegaskan bahwa secara fungsional lahan tersebut merupakan milik Prabowo yang bisa dikuasai ratusan tahun.
“Jadi, artinya, kalau dikatakan HGU itu bukan milik Pak Prabowo, ini jadi aneh karena itu bisa diwariskan sampai cucu cicit. Karena jangka waktu penguasaannya bisa hingga 190 tahun. Dan tidak bisa negara mengambil alih begitu saja terhadap tanah yang diberikan dengan status HGU kecuali ditelantarkan,” kata Hamdan.
Sekjen KPA Dewi Kartika di Kantor Ombudsman RI, Jakarta Selatan. Foto: Ferry Fadhlurrahman/kumparan
Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika dalam diskusi tersebut menyebut ada 26 juta rumah tangga petani gurem di bawah garis kemiskinan yang hanya memiliki lahan maksimal 0,5 ha. Sementara para pemilik modal bisa menguasai lahan hingga ratusan ribu hektare. Menurutnya, ketimpangan tersebut melanggar konstitusi terutama Undang-Undang Pokok Agraria (UU PA).
ADVERTISEMENT
“Kalau kita setia pada Undang-Undang Pokok Agraria, eksplisit menyatakan monopoli tanah oleh swasta itu tidak diperkenankan. Jadi, kalau ada konsesi yang menguasai tanah sangat luas di satu provinsi itu sebenarnya bagian dari pelanggaran konstitusi,” tegas Dewi.
Dewi menyebut pemberian konsesi hingga 190 tahun yang tercantum dalam UU IKN bertentangan dengan Undang-Undang Pokok Agraria.
“Perumusan Undang-Undang IKN jadi sangat ironis karena UU PA sudah mengatur berapa lama jangka waktu dari HGU ataupun HGB. Aturannya 25 tahun pemberian HGU, bisa diperpanjang 30 tahun, lalu nanti diberikan lagi 25 tahun untuk pembaruannya. Jadi, kalau ditotal kurang lebih itu 95 tahun, tapi ada siklusnya. Jadi seharusnya ada penerbitan, perpanjangan, pembaruan tidak bisa langsung sekaligus seperti di UU IKN,” ungkap Dewi.
ADVERTISEMENT
Menanggapi hal itu, Co-Founder BersamaIndonesia Grady Nagara menegaskan bahwa penguasaan lahan oleh elite seperti Prabowo tersebut mengancam masa depan generasi muda.
“Hari ini saja sulit buat Milenial-Gen Z untuk bisa punya tanah dan rumah, jika penguasaan lahan besar-besaran oleh elite terus dilanggengkan oleh negara dengan kedok HGU, masa depan generasi muda-lah yang paling terancam,” tegas Grady. (AI)