Hamdan Zoelva soal UU Cipta Kerja: Pertama dalam Sejarah MK Kabulkan Uji Formil

26 November 2021 11:26 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dr. Hamdan Zoelva (27/08/2018). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Dr. Hamdan Zoelva (27/08/2018). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva mengapresiasi keputusan MK yang mengabulkan sebagian gugatan terkait Omnibus Law Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Ia menyebut putusan ini bersejarah. Sebab, untuk pertama kalinya MK mengabulkan gugatan uji formil.
ADVERTISEMENT
"Putusan inilah pertama sekali dalam sejarah MK mengabulkan permohonan pengujian formil atas suatu UU," ujar Hamdan melalui akun Twitter pribadinya yang dikutip kumparan, Jumat (26/11).
Dalam putusannya MK juga memerintahkan kepada pemerintah agar segera melakukan perbaikan pada UU Cipta Kerja dalam jangka waktu 2 tahun ke depan.
Hamdan menilai putusan pertama MK dalam pengujian formil ini akan berdampak positif, khususnya terkait proses pembentukan UU ke depan.
"Saya sangat apresiasi atas putusan MK yang membatalkan secara bersyarat UU Cipta Kerja. Putusan tersebut bermakna sangat strategis bagi proses pembentukan UU ke depan," ujar Hamdan.
Gugatan ini diajukan oleh Hakiimi Irawan Bangkid Pamungkas, Ali Sujito, Muhtar Said, S.H., M.H., Migrant CARE (yang diwakili oleh Ketua dan Sekretaris), Badan Koordinasi Kerapatan Adat Nagari Sumatera Barat (yang diwakili oleh Ketua Umum dan Sekretaris Umum), dan Mahkamah Adat Alam Minangkabau yang diwakili oleh Ketua (Imam) Mahkamah.
ADVERTISEMENT
Dalam gugatan ini, MK memeriksa terkait formal penyusunan UU Ciptaker Omnibus Law ini. Hasilnya, ada sejumlah hal menjadi temuan.
MK menilai penyusunan Omnibus Law ini bertentangan dengan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan. Mulai dari adanya perubahan penulisan di dalam sejumlah pasal dalam UU yang diubah hingga kesalahan pengutipan.
Lantaran pembentukan UU ini tidak didasarkan pada cara dan metode yang pasti, baku dan standar, serta sistematika pembentukan undang-undang, MK menilainya cacat formil.
Atas dasar hal tersebut, MK memerintahkan adanya perbaikan dalam UU Ciptaker Omnibus Law dalam waktu 2 tahun. Bila tidak dilakukan, maka akan dinyatakan inkonstitusional.
Melihat kompleksnya masalah dalam aturan UU Ciptaker tersebut, Hamdan meminta pemerintah dapat lebih teliti khususnya saat menyusun aturan yang menyoal hajat hidup orang banyak. Ia mengatakan, pelibatan masyarakat secara umum hingga pembatasan matang UU jadi runutan proses yang seharusnya dapat dilalui pemerintah dalam menghasilkan aturan yang menjawab keinginan publik.
ADVERTISEMENT
"Ke depan, pemerintah dan DPR tidak boleh lagi membahas suatu RUU yang menyangkut kepentingan strategis bangsa dengan sambil lalu, tanpa melibatkan masyarakat secara luas dan serius," tegas Hamdan.
Ilustrasi Mahkamah Konstitusi Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Lebih lanjut, Hamdan meminta kepada pemerintah agar penyusunan UU melalui metode Omnibus Law segera ditinggalkan. Tak hanya membuat aturan tidak fokus, penggunaan metode Omnibus Law dinilai dapat berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum di masa yang akan datang.
"Pemerintah dan DPR juga tidak boleh lagi melakukan pembentukan UU melalui metode Omnibus Law campur sari seperti UU Cipta Kerja, karena metode demikian melahirkan UU yang tidak fokus, tujuan, dan filosofisnya tidak jelas yang menimbulkan ketidakpastian hukum," ungkap Hamdan.
Tak hanya itu, Hamdan pun mengingatkan agar pemerintah tak justru menciptakan implementasi dari UU Cipta Kerja yang baru mengingat kini status dari aturan tersebut sudah dinyatakan batal menyusul putusan yang dikeluarkan MK.
ADVERTISEMENT
"Pemerintah juga tidak boleh membuat peraturan implementasi UU Cipta Kerja yang baru dan tidak boleh mengambil kebijakan yang strategis dalam melaksanakan peraturan yang ada karena UU Cipta Kerja pada dasarnya sudah batal," kata Hamdan.
Terakhir, diterapkannya UU Cipta Kerja sementara waktu dinilai Hamdan pun sudah tepat. Karena jika aturan yang notabenenya telah dibatalkan itu langsung dinyatakan tak berlaku, ia menganggap kondisi tersebut justru akan menghadirkan ketidakpastian hukum baru.
"Bisa dipahami MK memutuskan membatalkan UU Cipta Kerja secara bersyarat, dan UU Cipta Kerja berlaku sementara, karena jika langsung dinyatakan tidak berlaku, akan menimbulkan ketidakpastian hukum baru," pungkasnya.