Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Harapan dan Keinginan: Sebuah Perjalanan si Pacar Bayaran
20 Juli 2017 5:36 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
ADVERTISEMENT
Para generasi muda China masa kini, rupanya masih berhadapan dengan tekanan untuk menemukan pasangan hidup. Ikatan emosional yang kuat antara anggota keluarga dan keinginan kuat untuk mempertahankan budaya tradisional, membuat mereka harus putar otak untuk membahagiakan orangtua yang tak berhenti mempertanyakan kapan si anak akan menikah dan memiliki keturunan.
ADVERTISEMENT
Salah satu jalan keluarnya adalah menyewa pacar bayaran, dan siapapun dapat memilih pekerjaan tersebut, karena imbalan uang dengan nominal yang cukup menggiurkan.
Hal tersebut dialami oleh seorang blogger perempuan bernama Zhao Yuqing, seorang gadis muda lulusan fakultas hukum sebuah universitas di China.
Dilansir Reuters, Kamis (20/7), Yuqing mengatakan bahwa dirinya tertarik dengan situs web dan aplikasi telepon genggam yang ditujukan bagi lajang yang menyediakan jasa pacar sewaan untuk dibawa ke acara keluarga selama liburan tahun baru (Lunar New Year).
Biasanya selama liburan, laki-laki maupun perempuan lajang kerap 'menderita' karena ceramah dari anggota keluarga yang merongrong mereka untuk segera mengenalkan pasangan dan segera menikah.
Pacar sewaan yang berusia sekitar 20 tahunan, berpendidikan dan menarik, bisa meminta bayaran mulai Rp 5,8 juta hingga Rp 113 juta per hari selama periode festival liburan.
ADVERTISEMENT
Dalam iklan yang dipasangnya, Yuqing mengatakan bahwa dia menginginkan pengalaman menjadi teman berlibur dan hanya dibayar untuk transportasi ke asal kota orang tersebut. Dari 700 responden, Yuqing memilih Quanming, seorang operator situs web berusia tiga puluhan dari pedesaan di wilayah selatan.
"Dia dipojokkan terus untuk mencari istri, dan kebutuhannya untuk menyewa pacar itu nyata," ujar Yuqing kepada seorang fotografer yang mengikuti perjalanan mereka.
Sebelum berangkat pada bulan Januari lalu ke rumah keluarga Wang di perbukitan Fujian, mereka berlagak menjalani hubungan jarak jauh dan memberitahu orang tua Wang, serta menetapkan aturan dasar untuk kunjungan rumah tersebut.
Tidak ada ciuman, tidur bersama, maupun alkohol, namun mereka bersedia membantu pekerjaan rumah tangga, demikian yang disebutkan dalam kontrak tertulis Yuqing dan Quanming.
ADVERTISEMENT
Ketika pasangan tersebut tiba, ibu Quanming, Nong Xiurong, mencoba membuat Yuqing merasa betah dan menghormati permintaan anaknya untuk meninggalkan keduanya sendirian serta tidak mengajukan pertanyaan tentang hubungan mereka, baik Yuqing, Quanming dan ibunya.
Pengalaman tersebut, rupanya membekas dalam hati Yuqing. Kisah itupun akhirnya ditulis Yuqing dalam blognya.
Sementara Quaming memutuskan untuk mengakhiri hubungan pura pura tersebut, karena dia khawatir nantinya hubungannya dengan sang ibu jadi memburuk. Quaming pun, juga memperlihatkan tulisan di blog Yuqing pada sang ibu.
Di luar dugaan, Xiurong rupanya tak terlalu kecewa dengan fakta tersebut. Malah dia merasa terharu dengan tulisan di blog Yuqing.
"Awalnya saya tidak tahu mereka menipu saya. Saya berusia lebih dari lima puluh tahun. Saya tidak mengerti apa yang anak muda inginkan sangat ini, tetapi saya tidak marah," katanya.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, Xiurong mengatakan dia masih khawatir tentang anaknya yang masih mencari pasangan hidup.
"Permintaan ibu agar saya menikah lebih awal masih ada," tambah Quanming.
Bagi Yuqing sendiri, pengalaman tersebut menyoroti betapa sulitnya menyelesaikan tekanan generasi soal pernikahan di China, dimana gagasan tradisional masih kuat di daerah pedesaan.