Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.96.1
Hari Tani, Petani Tagih Janji Jokowi soal Redistribusi 9 Juta Hektar Lahan
24 September 2022 13:55 WIB
ยท
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Serikat Petani Indonesia (SPI) bersama Partai Buruh merayakan peringatan Hari Tani Nasional yang jatuh 24 September. Memperingati hari tani tersebut, sejumlah petani melakukan demonstrasi di kawasan Monas, Patung Kuda.
ADVERTISEMENT
Pada perayaan itu, mereka menuntut reformasi agraria dan menagih janji Presiden Jokowi terkait redistribusi 9 juta hektare lahan untuk petani.
"Pemerintah sudah berjanji akan meredistribusi 9 juta hektare sesuai program prioritas yang akan dilaksanakan oleh pemerintah Jokowi-Ma'ruf Amin," kata Sekretaris Umum DPP SPI, Agus Ruli Ardiansyah, kepada wartawan di lokasi demo, Sabtu (24/9).
Kata Ruli, janji 9 juta hektare Jokowi itu masih sangat minim. Malah yang terjadi ada maraknya kriminalisasi bagi petani.
"Tapi kenyataannya sampai saat ini masih sangat minim, persoalan redistribusi, pelaksanaan reforma agraria, penyelesaian konflik, masih sangat minim realisasi," kata dia.
"Bahkan, kita banyak mengalami kriminalisasi, kita mengalami penggusuran terhadap perjuangan perjuangan petani yang menuntut haknya terhadap hak atas tanah," tambahnya.
Ruli juga mengatakan, melalui peringatan Hari Tani ini, para petani menyatakan penolakannya terhadap UU Cipta Kerja. Aturan ini dianggap tak berpihak kepada pemenuhan hak tanah untuk petani.
ADVERTISEMENT
Di menyebut, Undang-undang Cipta Kerja, selain berdampak pada buruh, juga menjadi persoalan bagi petani. Membuat petani terusir dari lahan-lahannya.
"(Sebab) inti dari Undang-Undang Omnibus law adalah penguasaan lahan untuk kepentingan pembangunan proyek-proyek infrastruktur, atas nama proyek strategis, atas nama proyek pembangunan nasional," tambahnya.
"Lahan-lahan petani digusur, tahan yang ada akan ditampung di dalam bank tanah di dalam Undang-Undang Cipta Kerja itu akan dijadikan sebagai komoditi untuk penyediaan lahan bagi kepentingan investasi. Bukan untuk kepentingan petani sehingga kita menolak UU Omnibus Law atau Cipta Kerja," ungkap Ruli.
Bukan hanya berdampak pada lahan petani, UU Cipta Kerja pun disebut membawa persoalan bagi impor pangan.
"Undang-undang Cipta Kerja juga memberikan kebebasan terhadap impor pangan, karena tidak ada lagi batasan kepentingan dalam negeri, produksi dalam negeri itu tidak lagi diperhatikan menjadi kebijakan bagaimana negara bisa melakukan impor pangan," pungkasnya.
ADVERTISEMENT
Kata dia, saat ini pemerintah jor-joran impor pangan. Mulai garam, bahkan minyak minyak kelapa sawit mengalami persoalan.
"Jadi ini persoalan penguasaan kekayaan alam agraria mulai dari hulu sampai hilir, kita mau persoalan pangan itu berbasiskan keluarga petani, bukan berbasiskan korporasi seperti yang sekarang dijalankan food estate," katanya.
Pada kesempatan sama, mereka juga menyampaikan penolakan terhadap kenaikan BBM. Melonjaknya bahan bakar berpengaruh kepada mahalnya pupuk hingga perkakas pertanian.
"Pupuk mahal, traktor mahal, tanah tidak ada, jaminan harga pun tidak ada kepastian yang jelas. Sehingga ini akan menambah penderitaan dengan kebijakan kenaikan harga BBM," pungkasnya.
Penetapan Hari Tani Nasional 24 September ini berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 169 Tahun 1993 oleh Presiden Soekarno.
Penandatanganan itu dinilai sebagai tonggak berdirinya kemenangan kaum tani dan juga bangsa Indonesia untuk melakukan penataan ulang terhadap penguasaan kekayaan alam dan sumber-sumber agraria yang dikuasai oleh kolonial dan juga bersifat feodalisme.
ADVERTISEMENT
Tanggal itu juga sekaligus disahkannya Undang-Undang Pokok Agraria tahun 1960. UU itu ditujukan untuk merebut kembali mengambil kekayaan alam. Cita-cita ini yang kembali dituntut SPI.