Haru 172 Mahasiswa Palestina yang Kabur dari Perang Sudan Saat Tiba di Gaza

29 April 2023 9:46 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kerabat menyambut pengungsi Palestina dari Sudan yang dilanda perang setibanya di Jalur Gaza melalui perbatasan Rafah dengan Mesir, pada 28 April 2023. Foto: Said Khatib/AFP
zoom-in-whitePerbesar
Kerabat menyambut pengungsi Palestina dari Sudan yang dilanda perang setibanya di Jalur Gaza melalui perbatasan Rafah dengan Mesir, pada 28 April 2023. Foto: Said Khatib/AFP
ADVERTISEMENT
Ratusan mahasiswa Palestina yang menempuh pendidikan di Sudan berhasil mengevakuasi diri melalui perbatasan Mesir dengan Jalur Gaza.
ADVERTISEMENT
Ini merupakan gelombang pertama kepulangan mahasiswa Palestina di Sudan serta diwarnai dengan haru dan kebahagiaan.
Dikutip dari AFP, Otoritas Penyeberangan dan Perbatasan Gaza pada Jumat (28/4) melaporkan bahwa sebanyak 172 mahasiswa telah tiba di Palestina melalui penyeberangan perbatasan Rafah — sebagai gelombang pertama mahasiswa yang datang dari Sudan.
Penyeberangan Rafah secara khusus dibuka oleh otoritas Mesir untuk memfasilitasi kepulangan mereka. Pelukan dan air mata para kerabat tampak menyambut kedatangan para mahasiswa tersebut di pintu gerbang selatan Gaza.
Adapun mahasiswa ini melarikan diri dari pertempuran yang pecah di Ibu Kota Khartoum sejak Sabtu (15/4) beberapa pekan lalu dan hingga kini belum menemukan titik damai.
“Situasinya sangat sulit, serangan terjadi di mana-mana di Khartoum,” kata salah seorang mahasiswa yang ikut gelombang kepulangan pertama, Nasser Qishta.
ADVERTISEMENT
“Kedutaan Besar Palestina di Sudan menghubungi kami, mengumpulkan para mahasiswa dan memindahkan kami ke Gaza,” sambung dia.
Pengangkut personel lapis baja tentara Sudan diparkir di dekat parit di Khartoum saat pertempuran berlanjut antara tentara Sudan dan pasukan paramiliter, Kamis (27/4/2023). Foto: AFP
Qishta menambahkan, meski saat ini perang masih berlanjut, tetapi dirinya tetap bertekad untuk kembali ke Khartoum ketika kondisinya sudah membaik.
Sementara seorang mahasiswa kedokteran yang juga tiba di Jalur Gaza, Wael al-Masri, mengaku situasi di Sudan mirip dengan perang saudara. Dia bersyukur, dirinya bisa dibantu melarikan diri dari negara di Afrika Utara itu.
“Saya berterima kasih kepada semua orang yang telah membantu kami kembali,” ungkap al-Masri.
Sejak pertempuran pecah, pemerintah Palestina dan sejumlah negara lainnya — termasuk Indonesia, telah berupaya keras untuk mengevakuasi warganya dari kekerasan mematikan di Sudan.
Perang saudara tersebut melibatkan tentara nasional Sudan yang dipimpin oleh Jenderal Abdel Fattah al-Burhan dengan pasukan paramiliter Rapid Support Forces (RSF) yang dikomandoi oleh mantan wakilnya, Mohamed Hamdan Daglo atau dikenal sebagai Hemedti.
ADVERTISEMENT
Menurut angka yang dirilis oleh Kementerian Kesehatan Sudan, lebih dari 500 korban sipil telah terbunuh dalam peperangan itu — meski jumlah sesungguhnya kemungkinan lebih besar.
Perang saudara ini melibatkan berbagai senjata berat, mulai dari artileri hingga pesawat tempur dan koridor kemanusiaan sangat sulit untuk diperoleh lantaran upaya gencatan senjata tak kunjung berhasil.