Haru Pecah saat Keluarga Korban Berkumpul di Tempat Pembantaian Anak di Thailand

7 Oktober 2022 18:52 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Salah satu keluarga korban pembantaian anak di sebuah pusat penitipan anak menangis kota Uthai Sawan, provinsi Nong Bua Lam Phu, Thailand. Foto: Athit Perawongmetha/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Salah satu keluarga korban pembantaian anak di sebuah pusat penitipan anak menangis kota Uthai Sawan, provinsi Nong Bua Lam Phu, Thailand. Foto: Athit Perawongmetha/REUTERS
ADVERTISEMENT
Thailand mungkin tidak akan pernah berhenti memproses traumanya usai pembantaian massal menimpa pusat penitipan anak di Kota Uthai Sawan, Provinsi Nong Bua Lam Phu, pada Kamis (6/10).
ADVERTISEMENT
Bangunan satu lantai berwarna merah muda berdiri di antara pohon palem kecil dan rumput hijau. Gambar itu kontras dengan bagian dalam bangunan yang sehari sebelumnya diselimuti tubuh anak kecil tergeletak tak bernyawa dan minuman jus kotak yang berserakan.
Sambil menangis dan menggenggam mainan anak, kerabat dan keluarga korban berkumpul di luar bangunan. Keluarga yang berduka satu per satu meletakkan sekuntum mawar putih di tangga pada Jumat (7/10).
Sebagiannya menundukkan kepala dalam doa, sedangkan yang lainnya saling berpelukan. Seorang ibu menangis tersedu-sedu, memeluk selimut berwarna merah dan kuning kesukaan anaknya yang telah tiada. Dia membawa botol susu yang masih penuh setengahnya.
Pemandangan di dalam ruangan di pusat penitipan anak sehari setelah penembakan massal di kota Uthai Sawan, Nong Bua Lamphu, Thailand, Jumat (7/10/2022). Foto: Thai News Pix/Reuters
Seorang bibi dari anak laki-laki berusia tiga tahun yang tewas dalam pembantaian itu membawa sebuah boneka anjing dan mainan traktor di pangkuannya.
ADVERTISEMENT
Suwimon Sudfanpitak menceritakan bagaimana dia bergegas menuju tempat kejadian ketika pertama kali mendengar berita duka itu. Dia menemani keponakannya, Techin, selama orang tuanya bekerja di Bangkok.
"Saya datang dan saya melihat dua mayat di depan sekolah dan saya langsung tahu bahwa anak itu sudah meninggal," tutur wanita berusia 40 tahun itu, Suwimon Sudfanpitak, dikutip dari Reuters, Jumat (7/10).
Korban jiwa lainnya adalah Kritsana Sola. Bocah berusia dua tahun berpipi tembem itu menyukai dinosaurus dan sepak bola. Berkat kegemarannya, Sola dijuluki 'kapten' oleh teman sepermainannya.
Bibinya, Naliwan Duangket, mengatakan bahwa Sola baru saja potong rambut dan memamerkan penampilan barunya tersebut sebelum nyawanya direnggut.
Salah satu keluarga korban pembantaian anak di sebuah pusat penitipan anak menangis kota Uthai Sawan, provinsi Nong Bua Lam Phu, Thailand. Foto: Athit Perawongmetha/REUTERS
Seiring hari berlalu dan terik matahari kian menyengat kulit, semakin banyak penduduk mendatangi pusat penitipan anak itu. Seluruh masyarakat pedesaan kecil melebur dalam balutan duka. Tangisan lembut sesekali menyelingi keheningan mereka.
ADVERTISEMENT
Naliwan Duangkot kehilangan keponakannya yang berusia dua tahun, Kamram. Dia berusaha menghibur ibu dari anak laki-laki itu, yakni iparnya, Panita Prawanna. Keluarga mereka pertama kali mendengar tentang pembantaian tersebut dari para tetangga.
Panita dan suaminya segera mengendarai sepeda motor untuk mencari Kamram, tetapi yang mereka temui tidak terbayangkan. Sambil menggendong putrinya yang berusia sebelas bulan, Panita membendung air matanya. Dia masih tidak mengerti apa yang terjadi.
"Sebelum [Kamran] meninggal, dia ingin makan pizza. Kami sangat sedih karena kami tidak membelikan pizza untuknya sebelumnya," tutur Naliwan, dikutip dari AFP.
"Tadi malam, dia sangat rewel dan dia bertanya apakah dia bisa tidur dengan orang tuanya, dan adik perempuannya. Kami tidak menerima bahwa ini akan menjadi malam terakhirnya bersama orang tua dan adik perempuannya," imbuh dia.
Salah satu keluarga korban pembantaian anak di sebuah pusat penitipan anak menangis kota Uthai Sawan, provinsi Nong Bua Lam Phu, Thailand. Foto: Athit Perawongmetha/REUTERS
Panya Khamrab mengacungkan senapan, pistol, dan pisau ketika melakukan aksinya. Mantan anggota kepolisian itu sempat bertugas di Kantor Polisi Na Wang sebelum dipecat akibat pelanggaran narkoba terkait penggunaan metamfetamin pada Juni.
ADVERTISEMENT
Setelah menjalani pengadilan atas tuduhan narkoba, dia berniat menjemput anak laki-lakinya dari pusat penitipan anak. Otoritas mengatakan, Panya datang dalam keadaan 'manik'. Namun, pihaknya belum mengetahui apakah kondisinya disebabkan oleh narkoba.
Penduduk setempat akrab mengenal Panya. Sehingga, mereka juga mengetahui bahwa dia adalah pecandu narkoba. Seorang warga menggambarkannya sebagai sosok yang pendiam dan sopan. Tetapi, Panya tampak berbeda ketika dia mendatangi pusat penitipan anak.
Saksi mengaku bahwa dia terlihat seolah sedang marah atau stres. Setibanya di tempat kejadian, Panya menyadari anaknya tidak sedang berada di pusat penitipan anak tersebut. Otoritas mengatakan, dia lantas mulai membantai orang-orang sesaat kemudian.
Salah satu keluarga korban pembantaian anak di sebuah pusat penitipan anak menangis kota Uthai Sawan, provinsi Nong Bua Lam Phu, Thailand. Foto: Athit Perawongmetha/REUTERS
Panya menembak seseorang yang sedang makan siang di halaman. Dia lalu mendobrak pintu sebelum menyerang anak-anak dengan pisau. Anak-anak malang itu sedang tidur siang sebelum kedatangan Panya. Suara tangisan kemudian memenuhi bangunan tersebut.
ADVERTISEMENT
"Saya mendengar anak-anak menangis sejenak dan kemudian benar-benar hening," terang kepala pusat penitipan anak, Nanthicha Punchum, dikutip dari Al Jazeera.
Selama penembakan, penduduk setempat mengira bahwa suara-suara itu berasal dari kembang api. Namun, mereka kemudian melihat Panya. Saksi mengungkap, dia berjalan keluar dari pusat penitipan anak dengan tenang seolah-olah hanya berjalan-jalan biasa.
Panya melarikan diri dengan mengemudi sebuah truk pikap. Dia bergegas menuju rumah untuk menembak mati istri dan anaknya. Pria berusia 34 tahun itu lalu mengambil nyawanya sendiri.
Panya menewaskan 24 anak-anak—21 anak laki-laki dan 3 perempuan—serta 12 orang dewasa. Mayoritas anak-anak itu berusia antara dua dan lima tahun.
Salah satu keluarga korban pembantaian anak di sebuah pusat penitipan anak menangis kota Uthai Sawan, provinsi Nong Bua Lam Phu, Thailand. Foto: Athit Perawongmetha/REUTERS
"Semua orang tahu siapa penembaknya. Dia dulunya adalah seorang polisi. Dia pria yang baik, tetapi kemudian kita semua tahu bahwa dia menggunakan sabu," ujar seorang warga lokal, Kamjad Pra-intr.
ADVERTISEMENT
"Ini komunitas kecil jadi kami saling mengenal dan kami seperti keluarga, saya kenal tiga atau empat anak yang tewas di sana," tambah dia.
Hingga kini, otoritas masih menyelidiki motif Panya. Mereka mencurigai bahwa aksinya dipicu oleh stres. Ibu pelaku meyakini, Panya mungkin merasa tertekan karena memiliki utang dan menghadapi pengadilan atas kasus narkoba.
"Saya tidak tahu [mengapa dia melakukan ini], tetapi dia berada di bawah banyak tekanan," terang ibu Panya.