Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Harvey Moeis Divonis 6,5 Tahun Penjara, KY Cek Dugaan Pelanggaran Etik Hakim
27 Desember 2024 17:16 WIB
ยท
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Komisi Yudisial turun tangan mendalami vonis hakim terhadap Harvey Moeis. Sebab, vonis 6,5 tahun penjara terhadap Harvey dalam kasus yang merugikan negara Rp 300 Triliun ini telah menimbulkan gejolak di masyarakat.
ADVERTISEMENT
"KY juga akan melakukan pendalaman terhadap putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat tersebut untuk melihat apakah ada dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) yang terjadi," kata juru bicara sekaligus anggota KY, Mukti Fajar Nur Dewata, dalam keterangannya kepada wartawan, Jumat (27/12).
"Namun, KY tidak akan masuk ke ranah substansi putusan," sambungnya.
Fajar mengatakan, selama persidangan berlangsung, KY berinisiatif menurunkan tim untuk melakukan pemantauan persidangan. Beberapa di antaranya saat sidang menghadirkan ahli, saksi a de charge dan saksi.
"Hal ini sebagai upaya agar hakim dapat menjaga imparsialitas dan independensinya agar bisa memutus perkara dengan adil," kata dia.
KY juga mempersilakan masyarakat melapor apabila ada dugaan pelanggaran kode etik hakim dalam kasus tersebut.
ADVERTISEMENT
"Namun, KY meminta agar laporan tersebut disertai bukti-bukti pendukung agar dapat diproses," ucapnya.
Adapun dalam vonisnya, Harvey Moeis dihukum 6,5 tahun penjara dan denda sebesar Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan, dan ditambah harus membayar uang pengganti Rp 210 miliar.
Vonis tersebut jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa. Yakni 12 tahun penjara, denda Rp 1 miliar subsider 1 tahun penjara, serta uang pengganti sebesar Rp 210 miliar.
Ketua Majelis Hakim, Eko Aryanto, menilai tuntutan terhadap Harvey Moeis terlalu berat dibandingkan dengan kesalahannya dalam kasus timah tersebut.
"Bahwa Terdakwa bukan pengurus perseroan PT RBT (Refined Bangka Tin), sehingga Terdakwa bukan pembuat keputusan kerja sama antara PT Timah Tbk dan PT RBT. Begitu pula Terdakwa tidak mengetahui administrasi dan keuangan baik pada PT RBT dan PT Timah Tbk," papar Hakim Eko.
ADVERTISEMENT
Padahal, hakim sendiri yang menyatakan kerugian negara yang timbul akibat korupsi tersebut adalah sebesar Rp 300 triliun.
Terkait vonis tersebut, pihak Kejagung akhirnya menyatakan banding.