Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Hasbi Hasan Ikuti Jejak Nurhadi: Sekretaris MA Terjerat Suap Pengaturan Perkara
13 Juli 2023 6:02 WIB
·
waktu baca 6 menitADVERTISEMENT
Dua Sekretaris Mahkamah Agung (MA) dijerat KPK . Dulu ada Nurhadi, kini giliran Hasbi Hasan. Keduanya terjerat dalam kasus yang sama: pengaturan perkara demi kantongi uang suap.
ADVERTISEMENT
Mari mundur ke awal tahun 2020. Saat itu, KPK tengah mengusut adanya dugaan pengaturan perkara di MA. Lembaga antirasuah mengendus adanya mafia yang bermain.
Sosok Nurhadi kemudian ditetapkan sebagai tersangka. Dugaan awal, dia menerima suap dari sejumlah pihak yang berperkara. Meski sudah diumumkan tersangka, Nurhadi 'melawan'.
Dia menggugat praperadilan KPK. Bahkan hingga dua kali. Seiring dengan gugatan itu, keberadaan Nurhadi tak diketahui. Gugatan praperadilan ditolak hakim, alasannya penetapan tersangka oleh KPK sudah sesuai.
Setelah upaya hukum gagal, Nurhadi tak kunjung memenuhi panggilan KPK sebagai tersangka. Pada 13 Februari, KPK memasukkan nama Nurhadi ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
Pencarian Nurhadi pun mulai dilakukan. Sejumlah sudut lokasi yang diduga menjadi tempat persembunyian Nurhadi didatangi. Begitu juga saat KPK menggeledah beberapa lokasi untuk kepentingan penyidikan. Namun hasilnya nihil.
ADVERTISEMENT
Pihak keluarga Nurhadi yang dipanggil KPK tak datang. Keberadaan Nurhadi tak terendus. Sejumlah isu muncul, salah satunya saat Direktur Eksekutif Lokataru, Haris Azhar, menyebut Nurhadi mendapatkan 'golden protection' di sebuah apartemen.
"KPK enggak berani datang untuk ngambil Nurhadi, karena cek lapangan ternyata dapat proteksi yang cukup serius, sangat mewah proteksinya," kata Haris saat itu.
Pencarian tetap dilakukan ke sejumlah tempat bahkan hingga Jawa Timur. Sayembara yang dilakukan oleh Koordinator Masyarakat Sipil Antikorupsi, Boyamin Saiman, yang mengumbar akan memberikan iPhone 11 kepada siapa pun yang mengetahui dan memberi informasi keberadaan Nurhadi, 'meramaikan' proses pencarian.
"Diberikan kuasa penuh kepada KPK untuk memberikan kepada pihak yang berhak atas hadiah tersebut," kata Boyamin Saiman.
Pencarian semakin intens. KPK bahkan mengendus Nurhadi punya vila mewah di Puncak. Di sana, KPK menemukan koleksi kendaraan mewah Nurhadi, mulai dari empat buah mobil hingga belasan moge.
ADVERTISEMENT
Hingga akhirnya pada Senin (1/6/2020) KPK berhasil menangkap Nurhadi. Dia ditangkap di sebuah rumah di kawasan Jakarta Selatan. Ada 'tangan dingin' Novel Baswedan dalam penangkapan Nurhadi tersebut.
"Mas Novel ada dalam tim tersebut," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron saat itu.
Penangkapan didahului pemanggilan sejumlah kasatgas penyidik senior KPK oleh Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango pada 29 Mei 2020. Saat itu, Nawawi meminta Novel dkk menangkap Nurhadi.
Tiga hari usai pertemuan itu, Nawawi dihubungi salah seorang penyidik di satgas tersebut. Dia diminta untuk lekas ke kantor KPK di Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, untuk berkonsultasi mengenai penangkapan Nurhadi.
"Alhamdulillah berbuah hasil, sekali lagi, itu karena tim satgas itu luar biasa," ucap Nawawi.
Setelah ditangkap, Nurhadi kemudian ditahan. Dia menjalani proses hukum di KPK hingga akhirnya disidangkan.
ADVERTISEMENT
Nurhadi kemudian dinyatakan terbukti di pengadilan menerima suap senilai Rp 35.726.955.000 dari Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT), Hiendra Soenjoto. Suap diberikan melalui Rezky yang merupakan menantunya. Ketiganya diadili dalam kasus tersebut.
Suap itu terkait dua perkara, yakni mengupayakan pengurusan perkara antara PT MIT melawan PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) terkait perjanjian sewa menyewa depo container milik PT KBN seluas 57.330 m2 dan 26.800 m2 di Cilincing, Jakarta Utara, serta terkait gugatan antara Hiendra Soenjoto melawan Azhar Umar.
Selain itu, Nurhadi juga dinilai terbukti menerima gratifikasi saat menjabat Sekretaris MA selama kurun 2014-2016. Dalam jabatannya, ia memiliki sejumlah kewenangan yang diduga disalahgunakan.
Nurhadi disebut menerima gratifikasi melalui Rezky dari para pihak yang berperkara di pengadilan. Perkara itu mulai dari pengadilan tingkat pertama, banding, kasasi, hingga peninjauan kembali (PK).
ADVERTISEMENT
Uang itu diterima dari Handoko Sutjitro; Renny Susetyo Wardani; Direktur PT Multi Bangun Sarana, Donny Gunawan; dan Riady Waluyo. Jumlahnya mencapai Rp 13.787.000.000.
Atas perbuatannya, Nurhadi dihukum 6 tahun penjara. Ditambah denda sebesar Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan. Dia sudah dieksekusi ke Lapas Sukamiskin, Bandung. Namun, kasusnya belum berhenti, sebab KPK kembali menjerat dia sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Suap Hasbi Hasan
Hasbi Hasan juga dijerat dalam perkara yang serupa. Meski, penahanannya tidak butuh waktu lama seperti seniornya. Hasbi ditahan KPK usai praperadilannya ditolak hakim.
Hasbi telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK sejak beberapa bulan lalu. Namun tak diumumkan ke publik, sebab kebijakan baru pimpinan KPK pengumuman tersangka akan dilakukan saat penahanan.
ADVERTISEMENT
Dia sempat diperiksa sebagai tersangka pada Rabu (24/5) lalu, tetapi tidak ditahan. Saat itu, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menjelaskan bahwa penahanan dilakukan secara hati-hati dan saksama, dengan alasan yang menurutnya harus memenuhi azas necessity (kebutuhan) dan proporsional.
Saat itu, Hasbi dinilai belum memenuhi asas kebutuhan tersebut untuk ditahan. Hasbi kemudian 'melawan' KPK dengan mengajukan praperadilan. Dia menilai penetapan tersangka oleh KPK tidak sah.
Seiring proses hukum itu, KPK juga sudah menggeledah dan menyita sejumlah aset milik Hasbi. Termasuk mobil mewah Ferrari hingga McLaren.
Namun gugatan praperadilan itu ditolak oleh hakim. Hasbi tetap tersangka KPK.
"Dalam Pokok Perkara, menolak permohonan praperadilan pemohon," kata hakim membacakan amar putusan praperadilan, Senin (10/7).
ADVERTISEMENT
Kemudian, Habis Hasan dipanggil oleh KPK. Pada Rabu (12/7) dia memenuhi panggilan tersebut, hingga akhirnya langsung ditahan.
Dalam konferensi pers, Hasbi Hasan diduga menerima sejumlah uang untuk penanganan perkara dari Haryanto Tanaka selaku Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana yang berperkara di MA.
Melalui perantara bernama Dadan Tri Yudianto, Tanaka meminta Hasbi Hasan mengawal dan memenangkan permohonan kasasi yang diajukan.
Atas kesepakatan itu, Hasbi dan Dadan menerima aliran uang atau diistilahkan 'suntikan dana' dari Tanaka senilai Rp 11,2 miliar.
"Dari uang Rp 11,2 miliar tersebut, Dadan Tri Yudianto kemudian membagi dan menyerahkannya pada Hasbi Hasan sesuai komitmen yang disepakati keduanya dengan besaran yang diterima Hasbi Hasan sejumlah sekitar Rp 3 miliar," kata Ketua KPK Firli Bahuri.
Kasus yang menjerat Hasbi Hasan ini merupakan pengembangan dari perkara suap dua Hakim Agung, yakni Gazalba Saleh dan Sudrajad Dimyati serta beberapa ASN di lingkungan MA.
ADVERTISEMENT
Kasusnya, bermula dari Haryanto Tanaka sebagai pemilik Heryanto Tanaka selaku Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana yang menginginkan permohonan kasasinya diputus sesuai keinginannya.
Dia meminta 'orang dalam' MA, yakni Hasbi Hasan, lewat perantara bernama Dadan Tri Yudianto untuk mengawal kasasi yang diajukan.
Dari komitmen tersebut kemudian Hasbi Hasan menerima aliran dana senilai Rp 3 miliar. Atas perbuatannya, Hasbi Hasan disangka Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b dan atau Pasal 11 UU Tipikor.
Kasusnya masih dalam penyidikan. Dalam waktu dekat, setelah penyidikan tersebut rampung, KPK akan segera menyidangkannya.